BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Metode adalah cara, yang didalam merupakan
alat untuk mencapai suatu tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula
pencapaian tujuan.untuk menetapkan lebih dahulu apakah sebuah metode dapat disebut
baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor. Faktor utama yang
menentukan adalah tujuan yang akan dicapai. Dengan memiliki pengertian secara
umum mengenai sifat berbagai metode, baik seorang guru akan lebih mudah
menetapkan metode manakah yang paling serasi untuk situasi dan kondisi
pengajaran yang khusus.[1]
Untuk memulai memberikan perhatian pada
pendekatan pembelajaran itu adalah dengan berusaha menjelaskan istilah-istilah
yang seringkali berkembang karena kemiripan dan dekatnya hubungan diantara
masing-masing istilahberikut ini, yaitu.pendekatan, metode dan teknik pembelajaran. Metode pembelajaran
bahasa Arab telah mendapat mendapat perhatian dari para pakar pembelajaran
bahasa dengan melakukan berbagai kajian dan penelitian untuk mengetahui
efektitas dan kesuksesan berbagai metode pembelajaran.[2]
Setelah kita membahas tentang hal-hal yang
menjadi pertimbangan dalam memilih metode maka pembahasan kita kali ini adalah
tentang metode-metode yang telah berkembang dalam pembelajaran bahasa Arab.
Salah satunya adalah metode langsung/ thariqoh mubasyaroh yang merupakan
metode kedua dari metode pembelajaran bahasa Arab setelah metode nahwu wa
tarjamah (grammar and translation method). Dengan adanya
pembelajaran metode mubasyaroh ini kita bisa sedikit banyak memperoleh
manfaat dan dapat menerapkannya pada pembelajaran bahasa Arab.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang yang kami paparkan diatas maka dapat
diambil beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Apa
yang dimaksud dengan thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct
method)?
2. Apa
saja kebaikan/keunggulan dan kekurangan/kelemahan dari thariqah mubasyaroh
(metode langsung/direct method)?
3. Bagaimana contoh pembelajaran bahasa Arab
dengan menggunakan thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)?
1.3 Tujuan
Setelah membahas makalah ini diharapkan:
1. Dapat mengetahui dan memahami apa yang
dimaksud dengan thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)
2. Dapat mangetahui dan memahami apa saja
kebaikan/keunggulan dan kekurangan/kelemahan dari thariqah mubasyaroh
(metode langsung/direct method)
3. Mengetahui dan dapat menerapkan contoh
pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan thariqah mubasyaroh (metode
langsung/direct method)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Thariqah Mubasyaroh
(Metode Langsung/Direct Method)
Thariqah mubasyaroh (metode langsung/Direct method) yaitu
cara menyajikan materi pelajaran bahasa asing dimana guru langsung menggunakan
bahasa asing tersebut sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan
bahasa anak didik sedikit pun dalam mengajar. Jika ada suatu kata-kata yang
sulit dimengerti oleh anak didik, maka guru mengartikan dengan menggunakan alat
peraga, mendemonstrasikan, menggambarkan dan lain-lain.
Metode ini berpijak dari pemahaman bahwa
pengajaran bahasa asing tidak sama halnya dengan mengajar ailmu pasti alam.
Jika mengajar ilmu pasti, siswa dituntut agar dapat menghafal rumus-rumus
tertentu, berpikir dan mengingat, maka dalam pengajaran bahasa, siswa/anak
didik dilatih praktek langsung mengucapkan kata-kata atau kalimat tertentu.
Sekalipun kata-kata atau kalimat tersebut masih asing dan tidak dipahami anak
didik, namun sedikit demi sedikit kata-kata dan kalimat itu akan dapat
diucapkan dan dapat pula mengartikannya.
Demikianlah halnya kalau kita perhatikan
seorang ibu mengajarkan kepada anak-anaknya mula-mula dengan melatih anak-anaknya
langsung dengan mengajarinya, menuntunnya mengucapkan kata per kata, kalimat
per kalimat. Dan anaknya menurutinya meskipun kita lihat terasa lucu. Misalnya
ibunya mengajar “Ayah” maka anaknya menyebut ”Ahh” dan seterusnya. Namun lama
kelamaan si anak mengenali kata-kata itu dan akhirnya mengerti pula tentang
maksudnya.
Pada prinsipnya metode langsung (direct
method) ini sangat utama dalam mengajar bahasa asing, karena melalui metode
ini siswa dapat langsung melatih kemahiran lidah tanpa menggunakan bahasa ibu (bahasa
lingkungannya). Meskipun pada mulanya terlihat sulit anak didik untuk
menirukannya, tapi adalah menarik bagi anak didik.[3]
Metode ini lahir sebagai reaksi terhadap
penggunaan metode nahwu wa tarjamah yang mengajarkan bahasa seperti bahasa yang
mati. Dan sebelumnya sejak tahun 1850 telah banyak muncul propaganda yang
mengampanyekan agar menjadikan pengajaran bahasa asing itu hidup, menyenangkan
dan efektif. Propaganda ini menuntut adanya perubahan yang mendasar dalam
metode pengajaran bahasa asing. Sehingga secara cepat lahirlah metode
pembelajaran baru yang disebut dengan metode langsung ini.
Berikut ini adalah ciri-ciri metode langsung:
a) tujuan dasar yang diharapkan oleh metode
ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa Arab
bukan dengan bahasa ibu siswa.
b) hendaknya pembelajaran bahasa Arab dengan
menggunakan bahasa Arab tidak menggunakan lain sebagai medianya.
c) percakapan antar individu merupakan bentuk
pertama dan yang umum untuk digunakan dalam masyarakat, sehingga pada awal
pembelajaran bahasa Arab hendaknya percakapan mereka menggunakan kosakata dan
susunan kalimat sesuai dengan maksud dan tujuan belajar siswa.
d) di awal pembelajaran siswa dikondisikan
untuk mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan mempunyai makna yang jelas,
sehingga siswa mampu dan mudah memahaminya.
e) nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur
ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi
diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa dan kalimat-kalimat
yang muncul dalam percakapan.
f) teks Arab tidak disajikan kepada siswa
sebelum mereka mengenal suara, kosakata serta susunan yang ada di dalamnya. Dan
juga siswa tidak menulis teks Arab sebelum mereka bisa membaca dengan baik
serta memahaminya.
g) penerjemahan dari dan ke bahasa Arab adalah
suatu yang harus dihindari dalam metode ini, sehingga tidak dibenarkan
menerjemahkan ke bahasa Arab dengan bahasa apapun.
h) pengembangan keterampilan kognitif siswa
seperti kemampuan analogis, dan analisis merupakan hal yang tidak boleh
menyibukkan perhatian pemakai metode ini.
i)
penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit cukup
dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul
al-makna, muradif (sinonim) atau memakai mudladad (antonim) atau
dengan syiaq yang lain.
j)
guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk
tanya-jawab dengan siswa.
k) sebagian besar waktu ppembelajaran digunakan untuk
latihan bahasa, seperti imla, mengulang cerita atau mengarang bebas.
l)
perhatian metode ini lebih banyak pada pengembangan
kemampuan siswa untuk berbicara dibandingkan pada aspek yang lain.[4]
Dan di buku lain Tayar Yusuf menyebutkan ciri-ciri
metode langsung (direct method) adalah sebagai berikut:
a) materi pelajaran pertama-tama diberikan
kata demi kata, kemudian struktur kalimat.
b) gramatika diajarkan hanya bersifat sambil
lalu, dan siswa tidak dituntut menghafal rumus-rumus gramatika, tapi yang utama adalah siswa mampu mengucapkan bahasa secara
baik.
c) dalam proses pengajaran senantiasa
menggunakan alat bantu (alat peraga) baik alat peraga langsung, tidak langsung
(benda tiruan) maupun peragaan melalui simbol-simbol atau gerakan-gerakan
tertentu.
d) setelah masuk kelas, siswa atau anak didik
benar-benar dikondisikan untuk menerima dan bercakap-cakap dalam bahasa asing,
dan dilarang menggunakan bahasa lain.[5]
2.2 Kebaikan/Keunggulan dan Kekurangan/Kelemahan Thariqah mubasyaroh
(metode langsung/direct method)
A. Kebaikan/Keunggulan Thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)
Metode langsung (direct) dilihat
dari segi efektifitasnya memiliki keunggulan antara lain:
1. Siswa termotivasi untuk dapat menyebutkan
dan mengerti kata-kata kalimat dalam bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya,
apalagi guru menggunakan alat peraga dan macam-macam media yang menyenangkan.
2. Karena metode ini biasanya guru mula-mula
mengajarkan kata-kata dan kalimat sederhana yang dapat dimengerti dan diketahui
oleh siswa dalam bahasa sehari-hari misalnya (pena, pensil, bangku, meja dan
lain-lain), maka siswa dapat dengan mudah menangkap simbol-simbol bahasa asing
yang diajarkan oleh gurunya.
3. Metode ini relatif banyak menggunakan
berbagai macam alat peraga; apakah video, film, radio kaset dan berbagai
media/alat peraga yang dibuat sendiri maka metode ini menarik minat siswa,
karena sudah merasa senang/tertarik, maka pelajaran terasa tidak sulit.
4. Siswa memperoleh pengalaman langsung dan
praktis, sekalipun mula-mula kalimat yang diucapkan itu belum dimengerti dan
dipahami sepenuhnya.
5. Alat ucap (lidah) siswa/anak didik menjadi
terlatih dan jika menerima ucapan-ucapan yang semula sering terdengar dan
terucapkan.[6]
6. Mempersiapkan pengetahuan bahasa yang
bermanfaat bagi ujaran dalam konteks.
7. Cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat
linguistik para siswa.
8. Beberapa penampilan dan pajangan bagi
tuntunan spontan.
B. Kekurangan/Kelemahan Thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)
Namun demikian metode langsung (direct)
memiliki kekurangan/kelemahan di dalamnya yaitu:
1. Hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil.
2. Sukar menyediakan berbagai kegiatan yang
menarik dan bersifat situasi yang sebenarnya didalam kelas.
3. Sangat membutuhkan guru yang terampil dan
fasih.[7]
4. Pengajaran dapat menjadi pasif, jika guru
tidak dapat memotivasi siswa, bahkan mungkin sekali siswa merasa jenuh dan
merasa dongkol karena kata-kata dan kalimat yang dituturkan gurunya itu tidak
pernah dapat dimengerti, karena memang guru hanya menggunakan bahasa asing
tanpa diterjamahkan ke dalam bahasa anak.
5. Pada tingkat-tingkat permulaan kelihatannya
metode ini terasa sulit diterapkan, karena siswa belum memiliki bahan
(perbendaharaan kata-kata) yang sudah dimengerti.
6. Meskipun pada dasarnya metode ini guru
tidak boleh menggunakan bahasa sehari-hari dalm menyampaikan bahan pelajaran
bahasa asing tapi pada kenyataannya tidak selalu konsisten demikian, guru
terpaksa menerjamahkan kata-kata sulit bahasa asing itu ke dalam bahasa anak
didik.
Metode
ini sebenarnya tepat sekali digunakan pada tingkat permulaan maupun atas karena
si siswa telah memiliki bahan untuk bercakap/berbicara dan tentu saja agar
siswa betul-betul merasa tertantang untuk bercakap atau berkomunikasi;maka
sanksi-sanksi dapat diterapkan bagi mereka yang menggunakan bahasa sehari-hari.[8]
Untuk menunjang pembelajaran bahasa Arab
dengan menggunakan thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)
ini terdapat beberapa macam media pembelajaran bahasa Arab yang cukup efektif,
mudah dibuat, namun tidak mahal. Diantara media buatan guru yang bisa dijadikan
alternatif adalah gambar guru, guntingan gambar dari majalah (cut out
pictures), boneka jari kartu lipat, kartu melingkar, buku besar, poster
dinding, kartu permainan dan lain-lain, atau sesuatu yang mudah didapat di
sekitar kita. Masing-masing media tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri, namun apabila guru bisa menyesuaikan pemilihan media dengan situasi
dan kondisi pengajaran, tentunya kekurangan tersebut bisa diminimalkan.
Secara umum, media pembelajaran bahasa
-Arab- dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu media elektronik
dan non elektronik. Mustofa (Tt:20) mengelompokkan media pembelajaran bahasa
menjadi tiga: Audio visual aids (al-Samiyah al-Bashariyah), kelompok rangkaian
aktifitas (Majmuat al-‘Amal), dan praktikum (Majmuat al-Mulakhadhah).
Selain itu, Suyanto (1999:7) menggolongkan media atau alat bantu pembelajaran
bahasa –Arab- menurut dominasi indera yang digunakan. Indera dan organ yang
aktif digunakan dalam berbahasa yaitu pendengaraan, penglihatan, dan alat
bicara. Karenanya media pembelajaran
yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori besar, yaitu alat bantu dengar (audio aids), alat bantu pandang
(visual aids), dan alat bantu pandang-dengar (audio-visual aids).
Media pembelajaran bahasa asing yang
menuntut pembelajar untuk menggunakan indera pendengaran secara dominan adalah
radio, tape recorder, ataupun alat musik tertentu.
Pemanfaatan radio dalam pembelajaran
bahasa Arab dapat berfungsi untuk menunjang menjadi pilihan pertama di
sekolah-sekolah kita untuk menjadi media pembelajaran bahasa. Salah satu
sebabnya adalah sulitnya mengakses siaran radio berbahasa Arab.
Alternatif kedua dari media audio
adalah kaset dan tape recorder, yang bila dibandingkan dengan radio, memiliki
keunggulan tersendiri karena beberapa aspek pengajaran bisa lebih terkendali.
Pengajar dapat memilih materi rekaman yang sesuai dengan tujuan pembelajaran,
tingkat penguasaan siswa, topik pembelajaran maupun target keterampilan
tertentu yang ingin dicapai.
Sedangkan visual aids cenderung lebih mudah
pengadaannya karena bisa dibuat atau dipilih dari bahan-bahan yang relatif
mudah didapat dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
harganya pun juga tidak mahal atau bahkan terkadang tanpa memerlukan biaya sama
sekali. Seperti papan tulis, benda peraga, gambar dan foto, serta kartu.
Alat bantu pandang benda peraga dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu benda sesungguhnya (real
objects), benda mini (miniatures), dan benda khusus. Benda
sesungguhnya adalah benda-benda yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari
dan cukup praktis untuk dibawa ke sekolah. Gebhard (1996:101) memberikan contoh
seperti sisir, gunting, sikat gigi, balon, lilin, toples kopi, payung, topi,
peralatan makan, alat tulis, dan lain-lain. Sedangkan benda mini adalah
barang-barang buatan pabrik yang biasanya digunakan untuk mainan anak-anak,
misalnya mobil-mobilan, beragam binatang yang terbuat dari plastik, beragam
peralatan perang, alat-alat memasak dan minuman, atau telepon mainan.
Gambar dan foto merupakan contoh alat bantu
pandang yang berguna untuk membantu siswa memahami konsep tertentu yang ingin
dikenalkan oleh guru, baik itu merupakan gambar tiruan benda, kegiatan,
tokoh-tokoh penting, maupun situasi. Kegunaan alat ini untuk membantu
memudahkan siswa membuat pertanyaan, menjawab pertanyaan, maupun memahami isi
wacana lisan maupun tulis.
Kartu juga merupakan alat bantu yang
menggunakan indra penglihatan paling dominan. Kartu seringkali dimanfaatkan
guru untuk member penguatan pada siswa (drilling) mengenain suatu konsep
bahasa yang sudah dikenal oleh guru.[9]
2.3 Contoh Pembelajaran Bahasa Arab dengan
Menggunakan Thariqah Mubasyaroh (metode langsung/direct method)
Contoh
pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan metode Mubasyaroh (metode
langsung/direct method) adalah sebagai berikut:
Ø Pertama: guru membuka pelajaran dengan
langsung berbicara dengan bahasa Arab, mengucapkan salam dan bertanya
mengenai pelajaran saat itu. Siswa menjawab pertanyaan dengan bahasa Arab.
Demikian guru meneruskan pertanyaan-pertanyaan dan sesekali memberi perintah.
Ø Kedua: pelajaran berkembang di seputar
sebuah gambar yang menjadi media untuk mengajarkan mufradat (kosakata).
Berbagai objek didiskusikan sesuai dengan kegiatan yang terpampang dalam
gambar. Guru mendemonstrasikan konsep yang belum jelas (abstrak) dengan cara
mengulang-ulang sampai seluruh siswa memahaminya. Kemudian siswa mengulangi
kata-kata dan ungakapan-ungkapan baru serta mencoba membuat kalimat sendiri
sebagai jawaban terhadap pertanyaan guru.
Ø Ketiga: setelah mufradat dipelajari dan
dipahami, maka guru menyuruh siswa membaca teks bacaan mengenai tema yang sama
dengan suara keras. Guru memberi contoh kalimat yang dibaca terlebih dahulu dan
siswa menirukan. Bagian yang menjadi inti pelajaran tidak diterjemahkan, tetapi
guru menguji pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan dalam bahasa Arab dan
harus dijawab oleh siswa dengan bahasa Arab pula. Kalau menemui kesulitan maka
guru mengulang penjelasan dengan singkat dengan bahasa Arab dan siswa mencatat.
Ø Keempat: pelajaran bisa diakhiri dengan
bernyanyi bersama.[10]
Selain itu terdapat juga contoh
pembelajaran bahasa Arab yang bisa menunjang metode mubasyarah,yaitu
metode bercakap-cakap (Muhadasah). Berikut penjelasannya:
Pelajaran muhadasah merupakan pelajaran
bahasa arab yang pertama-tama diberikan. Sebab tujuan pertama pengajaran bahasa
arab adalah agar siswa mamupu bercakap-cakap (berbicara) dalam pembicaraan
sehari-hari dengan berbahasa arab dengan membaca Al-Quran dalam shalat dan
do’a-do’a. Yang disebut berbahasa itu adalah berbicara lisan.
Metode muhadasah
yaitu cara menyajikan bahan pelajaran bahasa arab melalui percakapan, dalam
percakapan itu dapat terjadi antara guru dan murid dan murid dengan murid,
sambil menambah dan terus memperkaya perbendaharaan kata-kata (vocabulary)
yang semakin banyak. Di lembaga-lembaga pesantren modern seperti Pesantren
Darussalam
Gontor
Jawa Timur sangat menekankan metode muhadasah ini disamping metode-metode lainnya.
Anak didik mulai dari tingkat dasar telah di haruskan bercakap-cakap dengan
bahasa Arab disamping bahasa Inggris, meskipun mula-mula arti pembicaraan belum
begitu di pahami tetapi lama-kelamaan sedikit-demi sedikit anak didik mulai
mengerti dan mulai memahaminya sehingga banyak kalangan orang menilai sistem
dan metode yang dikembangkan oleh pesantren Gontor ini sangat efektif dan dapat
dicontoh.
Kalau diperhatikan
lebih jauh, anak kecil belajar bahasa ibunya memang di mulai dengan percakapan
(berbicara) ini, mula-mula ia ucapkan kata-kata yang di ajarkan oleh ibunya
meskipun tidak langsung ia pahami atau dimengerti, setelah agak lancar mulai ia
menyusun kata-kata dan akhirnya lama-kelamaan menjadi mahir dan paham berbicara
yang ia ucapkan itu jadi bukan tata bahasanya (qowaid) yang pertama diajarkan
tetapi melatih percakapannya.”sudah bisa karena biasa”, inilah metode alamiyah
dan berhasil guna.
Tujuan Pengajaran Muhadasah:
1.
Melatih lidah anak didik agar terbiasa dan fasih bercakap-cakap
(berbicara) dalam bahasa Arab.
2.
Terampil berbicara dalam bahasa arab mengenai kejadian apa saja
dalam masyarakat dunia international apa yang ia ketahui.
3.
Mampu menerjemahkan percakapan orang lain lewat telepom, radio,
televisi, tape recorder dll.
4.
Menumbuhkan rasa cinta dan menyenangi bahasa Arab
dan al-Quran
sehingga timbul kemauan untuk belajar dan mendalaminya.[11]
Metode Mengajarkan Muhadasah
Ada beberapa
langkah yang ditempuh dalam mengajarkan ini yaitu:
1.
Mempersiapkan acara atau materi muhadasah dengan matang dan
menetapkan topik yang akan disajikan.
2.
Materi muhadasah hendaklah
disesuaikan dengan taraf perkembangan dan kemampuan anak didik. Jangan
memberikan muhadasah dengan kata-kata dan kalimat yang panjang yang tidak
dimengerti dan dipahami oleh anak didik. Mulailah dengan kata-kata dan kalimat
yang telah dikuasai oleh anak didik. Misalnya dengan memulai memperkenalkan
alat-alat tulis selokah dan peralatan rumah tangga. Dan setelah bahasa arabnya agak
maju maka meningkat kepada pembentukan dan perangkaian kata-kata menjadi
kalimat yang sempurna. Kemudian lingkup materi pembicaran terus semakin
diperluas dan dikembangkan.
3.
Menggunakan alat peraga (sebagai alat bantu) muhadasah. Sebab
dengan alat peraga dapat menjelaskan persepsi anak tentang arti dan maksud yang
terkandung pada muhadasah. Disamping itu dapat menari perhatian anak didik dan
tidak menjenuhkan. Sebagai contoh: guru bertanya kepada anak didik dengan
memegang kitab yang ada ditangannya kemudian disuruh salah seorang murid untuk
mengeja dengan kalimat yang sempurna.
4.
Guru hendaklah menjelaskan terlebih dahulu arti kata-kata yang
terkandung dalam muhadasah dengan menuliskannya di papan tulis. Setelah murid
dianggap mengerti guru menyuruh murid untuk mencoba mempraktekkannya di depan
kelas. Dan teman lainnya menyimak dan memperhatikan sebelum mendapat giliran
berikutnya.
5.
Pada muhadasah tingkat lebih atas anak didiklah yang lebih banyak
berperan, sedangkan guru menentukan topik yang akan di-Muhadasah-kan. Dan
setelah acara dimulai peranan guru hanya mengatur jalannya muhadasah agar
jalannya muhadasah tetap sportif dan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
6.
Setelah muhadasah selesai dilakukan, guru kemudian membuka forum
soal jawabdan hal-hal lain yang perlu untuk didiskusikan mengenai muhadasah
yang baru saja selesai. Jika ada hal-hal yang masih belum dimengerti dan
dipahami oleh anak didik, malka guru mengulangi penjelasannya lagi, dan
mencatatkannya di papan tulis dan menyuruh untuk mencatat di buku tulisnya.
7.
Penguasaan bahasa secara aktif, itulah yang baik dan berhasil bukan
hanya penguasaan pasif. Jika bertemu dengan orang Arab,
tak mampu murid-murid berkomunikasi. Alangkah janggalnya.
8.
Didalam kelas, guru harus selalu berbicara dalam bahasa Arab.
Mustahil
murid-murid akan pandai berbahasa arab jika gurunya tidak pernah atau jarang
berbicara bahasa Arab.
9.
Jika muhadasah akan dilanjutkan kembali pada pertemuan berikutnya,
maka guru sebaiknya, dapat menetapkan batas siswa dan materi pelajaran yang
akan disajikan berikutnya, agar siswa dapat lebih mempersiapkan dirinya.
Muhadasah adalah yang terpenting dalam pelajaran bahasa Arab.
10.
Mengakhiri pertemuan pengajaran,dengan memberi dorongan dan
semangat siswa untuk lebih giat belajar.
Saran-saran
yang harus diperhatikan dalam muhadasah
1.
Berani melakukan atau mempraktekkan percakapan, dengan
menghilangkan perasaan malu dan takut akan salah. Prinsip yang harus dipegangi: ”yang
penting bicara/ngomong, soal salah itu biasa, toh nanti akan baik dengan
sendirinya.
2.
Rajin memperbanyak perbendaharaan kata-kata dan kalimat secara kontinu.
Kita dapat memperhitungkan, jika setiap hari kita dapat menghafal sepuluh kosa
kata, maka dalam satu bulan berarti kita telah dapat meenguasai kosa kata
bahasa Arab sebanyak 300 kata. Nah..kalau 1 tahun? kalikan
saja, berapa jumlah kosa kata yang dapat kita hafal.
3.
Selalu melatih alat pendengaran dan pengucapan, agar menjadi fasih
dan lancar, sehingga secara spontan, kapan dan dimana saja diperlukan. Caranya
mengajar orang lain yang pandai, untuk diajak bercakap-cakap dengan bahasa Arab.
Atau dengan cara mendengarkan pembicaraan orang lain, baik melalui radio/siaran
radio berbahasa arab, tv, tape recorder dll.
4.
Terus- menerus banyak membaca buku-buku dalam bahasa Arab.
Buku petunjuk mengenai percakapan bahasa Arab,
sangat membantu kemajuan percakapan bahasa Arab
anda.
5.
Menciptakan lingkungan dalam suasana berbahasa Arab.
6.
Mencintai guru dan teman
yang pandai berbahasa Arab,
jadikan mereka sebagai teman setia. Dalam saat-saat tertentu, mereka dapat
dijadikan sebagai tempat bertanya.
7.
“Ajarkanlah bahasa itu, jangan hanya mengajarkan tentang bahasa
itu”. Ajar dan latihlah anak-anak berbicara bahasa Arab,
jangan hanya mengajar ilmu bahasa (qowaid-qowaid
melulu).[12]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Thariqah mubasyaroh (metode
langsung/Direct method) yaitu cara menyajikan materi pelajaran bahasa
asing dimana guru langsung
menggunakan bahasa asing tersebut
sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan bahasa anak didik sedikit pun
dalam mengajar.
·
Ciri-ciri metode langsung:
1. tujuan dasar yang diharapkan oleh metode
ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa Arab
bukan dengan bahasa ibu siswa.
2. nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur
ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi
diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa dan kalimat-kalimat
yang muncul dalam percakapan.
3. penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit
cukup dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul
al-makna, muradif (sinonim) atau memakai mudladad (antonim) atau
dengan syiaq yang lain.
4. guru lebih banyak menggunakan waktunya
untuk tanya-jawab dengan siswa.
5. sebagian besar waktu ppembelajaran digunakan untuk
latihan bahasa, seperti imla, mengulang cerita atau mengarang bebas.
6. perhatian metode ini lebih banyak pada
pengembangan kemampuan siswa untuk berbicara dibandingkan pada aspek yang lain.
·
Kebaikan/Keunggulan Thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)
1. Siswa termotivasi untuk dapat menyebutkan
dan mengerti kata-kata kalimat dalam bahasa asing yang diajarkan oleh gurunya,
apalagi guru menggunakan alat peraga dan macam-macam media yang menyenangkan.
2. Siswa memperoleh pengalaman langsung dan
praktis, sekalipun mula-mula kalimat yang diucapkan itu belum dimengerti dan
dipahami sepenuhnya.
3. Alat ucap (lidah) siswa/anak didik menjadi
terlatih dan jika menerima ucapan-ucapan yang semula sering terdengar dan
terucapkan.
4. Mempersiapkan pengetahuan bahasa yang
bermanfaat bagi ujaran dalam konteks.
5. Cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat
linguistik para siswa.
·
Kekurangan/Kelemahan Thariqah mubasyaroh (metode langsung/direct method)
1. Hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil.
2. Sukar menyediakan berbagai kegiatan yang
menarik dan bersifat situasi yang sebenarnya didalam kelas.
3. Sangat membutuhkan guru yang terampil dan
fasih.
4. Pengajaran dapat menjadi pasif, jika guru
tidak dapat memotivasi siswa, bahkan mungkin sekali siswa merasa jenuh dan
merasa dongkol karena kata-kata dan kalimat yang dituturkan gurunya itu tidak
pernah dapat dimengerti, karena memang guru hanya menggunakan bahasa asing
tanpa diterjamahkan ke dalam bahasa anak.
·
Selain itu terdapat juga contoh pembelajaran bahasa
Arab yang bisa menunjang metode mubasyarah,yaitu metode bercakap-cakap (Muhadasah).
Pelajaran muhadasah merupakan pelajaran
bahasa arab yang pertama-tama diberikan. Sebab tujuan pertama pengajaran bahasa
arab adalah agar siswa mamupu bercakap-cakap (berbicara) dalam pembicaraan
sehari-hari dengan berbahasa arab dengan membaca Al-Quran dalam shalat dan
do’a-do’a. Yang disebut berbahasa itu adalah berbicara lisan.
Metode muhadasah yaitu cara menyajikan bahan pelajaran bahasa arab
melalui percakapan, dalam percakapan itu dapat terjadi antara guru dan murid
dan murid dengan murid, sambil menambah dan terus memperkaya perbendaharaan
kata-kata (vocabulary) yang semakin banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Abdul dkk. 2008. Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode,
Strategi, dan Media. Malang: UIN Press.
Machmudah, Umi dan Abdul Wahab Rosyidi. 2008. Active Learning dalam
Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: UIN Press.
Sumardi, Mulyanto. 1974. Pengajaran Bahasa Asing, sebuah tinjauan
dari segi metodologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Surakhmad, Winarno. 1980. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Yunus, Mahmud. 1983. Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa al-Qur’an). Jakarta: Hidakarya Agung.
Yusuf, Tayar. 1995. Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
[2] Abdul Hamid dkk.,
Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode, Strategi, dan Media, UIN
Press, Malang 2008, hlm.1
[3] Tayar Yusuf,
Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
1995, hlm. 152-153
[5] Mulyanto Sumardi,
Pengajaran Bahasa Asing, sebuah tinjauan dari segi metodologi, Bulan
Bintang, Jakarta, 1974, hlm.33
[9] Umi Machmudah dan Abdul
Wahab Rosyidi, Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab, UIN
Press, Malang, 2008, hlm. 101-104
[11] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa al-Qur’an), Hidakarya Agung, Jakarta, 1983, hlm. 170
[12] Tayar Yusuf,
Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
1995, hlm. 192-195