Mengurus suatu kelembagaan, organisasi, himpunan, pergerakan, atau apa saja menjadi suatu tanggung jawab yang benar-benar harus dilaksanakan. Tanggung jawab itu berupa banyak hal menurut kadar kemampuan masing-masing. Tidak harus ahli dalam spesifikasi tentang ilmu tertentu, bukan itu. Seorang pemimpin bukanlah mereka yang handal, linier cara berfikirnya dalam menjalankan roda organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin yang handal ialah mereka yang bisa meracik segala pluralitas yang ada disekelilingnya. Jika ia menemukan bawang dan tomat, ia akan membentuk satu komposisi lezat yang dinamakan sambal.
Selasa, 24 April 2012
Mahasantri Ma'had Sunan Ampel Al- 'Aly itu akhirnya muntab
Lagi-lagi kisruh mewarnai kehidupan ini dengan berbagai
segmen yang meliputi. Sesungguhnya ada latar belakang dan alasan rasional
kenapa kekisruhan tak dapat di elakkan. Sistem sosial, birokrasi kampus,
politik kekuasaan “kecil” dunia mahasiswa, feodalisme fakultas maupun jurusan,
maupun kebijakan ma’had dimana mahasiswa
Uin maliki berkutat dengan urusan intelektual, moral, dan sosial. Selama ini,
tidak ada gerakan praktis untuk mengatasi problem-problem yang terjadi.
Idealnya, seorang musyrif dan murabbi adalah penyambung lidah, pengayom, teman
curhat, sahabat dekat, konco ngopi, dan tanggap dengan masalah-masalah yang
dihadapi mahasantri. Apa keinginan mereka, selama tidak melanggar tatanan
sosial dan budaya, harusnya ditanggapi dengan hati yang lapang, fikiran yang
jernih dan prinsip silaturahmi yang terbangun. Namun yang terjadi, musyrif
maupun murabbi seakan terjebak pada structural formal. Musyrif dan murabbi
bukannya menjadi penyambung dari problematika mahasantri namun justru berubah
menjadi algojo dan pengeksekusi mahasantri.
Santri dan Peci
Santri dan Peci
Seorang kawan cerita bahwa ia baru
saja menemui, sowan ke salah seorang Kyai di
kota Malang, berharap dalam hatinya ia akan mendapatkan nasehat, petuah,
atau do’a-do’a yang bersifat kontekstual yang sesuai dengan keadaan dirinya. Kebiasaan
seseorang yang sowan kepada orang yang dianggap tua adalah satu bentuk sungkem,
andap ashor, tata karma di dalam menghormati orang tua. Khususnya orang alim.
Rasulullah SAW meng-SK mereka sebagai waratsatul Anbiya’ asistennya para
Nabi, manusia dengan derajat khusus yang mendapatkan mandat kehormatan, prestisius,
wibawa, juga sekaligus ‘cobaan’.
Langganan:
Postingan (Atom)