Kamis, 01 Agustus 2013

Pernikahan yang menggaungkan ary

Menikah. Bagiku bukan hanya sebatas ikatan silaturahmi keluarga, juga ikatan suami istri yang hanya ngurusin anak, hubungan biologis, maupun ‘sebatas’ tuntutan usia serta kelangsungan atas keturunan. Bukan pula karena suatu dorongan, hasrat seks yang tidak tersalurkan. Sangat sempit memaknai perempuan hanya dalam batas ke-biologisannya. Walau tidak menampik, salah satu keindahan perempuan nyatanya memang terlihat dalam wadagnya, parasnya, tubuhnya, materi jasadnya. 

Menikah. Bagiku sangat picis hanya dimaknai sebatas ikatan horizontal antar laki-laki dan perempuan. Kohesi materi jasad yang tidak berumur panjang. Kebahagiaan sementara yang dipasung ruang dan waktu. Dinamika cinta sesaat yang tidak ter-prasasti dalam tinta sejarah yang itu sesungguhnya dicatat oleh Tuhan, bukan manusia. pernikahan adalah gaung langit yang menggetarkan asry, maka dari itu Tuhan memberi jaminan kebahagiaan yang disebut mawaddah warahmah. Malaikat tidak akan pernah memiliki kebahagiaan seperti demikian, karena mereka tidak pernah menikah seumur hidupnya, sepanjang ia diciptakan oleh Tuhan. 

Menikah. Sebuah ikatan, lembaga, instansi, untuk menciptakan ‘peradaban’ mulia, peradaban tentang kemanusiaan, tali asih, cinta yang sederhana namun memikat dan indah. Salah seorang kawan berkata ‘ pacaran itu enak, indah. Tapi kalau sudah menikah ndak enak, ndak indah’ . lho, kok bisa. Soalnya, pacaran itu enak, karena banyak setannya. Kalau sudah menikah, setannya nggak ada, jadi kurang indah. Aku ingin tertawa. Paradoksal. Keindahan syetan ternyata lebih nikmat daripada keindahan yang diciptakan Tuhan. 

Di dalam diri perempuan, dalam hatinya, perasaannya, cara berfikirnya, penataan mentalnya, naluri keibuannya, bukankah itu sebuah keindahan mutlak yang tidak bisa ditawar. Hanya kita saja yang terlalu asyik dengan mengeksploitasi seksualitasnya, biologisnya, sebagai kenikmatan indrawi. Sudrun..sudrun.. tolong mbah Sudrun.

            Pernikahan yang dilandasi cinta kasih ikhlas, tulus, apa adanya akan menciptakan kebahagiaan material yang akan meningkat pada level kebahagiaan yang bersifat cahaya. Nur. Sang suami atau istri akan saling melengkapi jasadi, rohaninya, satu sama lain. Itulah sakinah. 

Malang, 1 Agustus 2013