Kamis, 21 Juni 2012

Puasa Menuju Makan Sejati

Puasa : Menuju Makan Sejati
(Emha Ainun Nadjib)

Puasa itu jalan sunyi 
Tersedia makanan tapi tak dimakan 
Tersedia kursi tapi tak diduduki 
Tersedia tanah tapi tak dipagari
Puasa itu jalan sunyi 
Menggambar tapi tak terlihat 
Bernyanyi tapi tak terdengar 
Menangis tapi tak diperhatikan
Puasa itu jalan sunyi 
Menjadi tanpa eksistensi 
Pergi menuju kembali 
Hadir tapi tak dikenali

ILMU Rasulullah Muhammad, "hanya makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang", telah menjadi pengetahuan hampir setiap pemeluk Agama Islam, tetapi mungkin belum menjadi ilmu. Puasa demi puasa, Ramadlan demi Ramadlan beserta fatwa demi fatwa yang senantiasa menyertainya dengan segala kerendahan hati harus saya katakan belum cukup mengantarkan kita dari permukaan pengetahuan menuju kedalaman ilmu.
Ada jarak yang tak terkirakan antara pengetahuan dengan ilmu, meskipun khasanah kebahasaan kita dengan kalem menyebut ilmu pengetahuan di lembaran-lembaran kamusnya. Dengan berkunjung ke sebuah museum, kita bisa memperoleh pengetahuan tentang sebilah pedang, lengkap dengan semua data tentang panjang-lebarnya, asal-usul sejarahnya, serta logam suku cadangnya, termasuk berapa kepala yang dulu pernah dipenggalnya.
Tetapi, ilmu baru terjadi tatkala pedang itu telah menyatu dengan tangan kita. Bukan saja kita sanggup menggenggamnya dan mendayagunakannya dengan seribu teknik silat; lebih dari itu ilmu ditandai oleh realitas menyeluruh, di mana pedang itu telah menjadi bagian dari diri kita, bagian dari badan kita, akal pikiran kita, emosi hati kita, termasuk budi dan kearifan jiwa kita.