Jumat, 28 Oktober 2011

STRATEGI PEMBELAJARAN TARAKIB


A.      Definisi dan Konsep Tarakib
Qawaid al-nahwi sebagai ilmu akan berkembang tergantung pada perspektif dan metode penelitian yang digunakan. Model kajian nahwu-sharf dalam bahasa Arab yang lebih realistis, rasional, dan pragmatis sesuai pendekatan yang digunakan oleh penggunanya sendiri. Qawaid al-nahwi pertama kali diperkenalkan oleh Abu al-Aswad ad-Duali yang hidup pada masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ilm al-nahwi membicarakan hukum-hukum huruf, kata, kalimat, dan bagaimana bunyi akhir dari sebuah kata. Adapun sharf membicarakan perubahan bentuk suatu kata kerja dari bentuk masa lalu, masa sekarang dan yang akan datang, bentuk perintah, perubahan bentuk kata kerja ke kata benda turunan, dan juga perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku dari perbuatan tersebut.
Definisi tata bahasa adalah sarana untuk dapat menggunakan bahasa dengan benar dalam berkomunikasi, sesuai susunan gramatika bahasa itu sendiri. Sedangakan defiinisi tarakib adalah aturan-aturan yang mengatur penggunaan bahasa Arab yang digunakan sebagai media untuk memahami kalimat.
B.       Problem Pembelajaran Tarakib
Di antara problem-problem yang dihadapi saat berlangsungnya pembelajaran tarakib adalah:
1.    Guru menitikberatkan perhatian pada kaidah tarakib untuk menghafal dan memahami isi bacaan. Pengajaran tarakib membutuhkan waktu yang panjang dan sangat lama dalam proses pembelajarannya, sehingga mengabaikan pembelajaran lain yang tidak kalah pentingnya.
2.    Siswa yang sering dituntut hafalan syair-syair atau matan tentang ilmu nahwu/sharf tetapi mereka tidak paham dari makna dan penjelasan syair yang diihafal tersebut. Oleh karena itu, jika memang diajarkan dalam bentuk lagu dan menghafalkan syair dengan tujuan untuk menarik siswa dan untuk mengingat dengan mudah, maka guru harus menjelaskan secara detail makna dan isi dari syair yang dipelajari, agar siswa paham dan mengerti makna yang terkandung di dalamnya.
3.    Pembelajaran tarakib diajarkan tidak utuh dan parsial, terkesan terpisah-pisah serta mengalami penyempitan dan membatasi diri dalam wilayah garapannya, sebatas menyajikan contoh-contoh tanpa dikaji secara kritis.
4.    Pembelajaran tarakib sering lebih berorientasi untuk menjelaskan keadaan yang tidak memasuki wilayah substantif, menjelaskan keadaan rafa’, nasab, mubtada’, fail, maf’ul bih, naibuk fail dengan mengabaikan implikasi makna yang menyertainya. Juga tidak memperhatikan konsekuensi makna yang mengikuti dan ada dalam masing-masing pola.
5.    Pola hubungan guru dan murid dalam pembelajaran tarakib terkadang terlihat kaku, guru hanya menyajikan contoh kemudian peserta didik dituntut dan diberi tugas membuat contoh serupa. Guru jarang mengetahui kekuatan dan kelemahan sisw adalam pembelajarannya.
6.    Buku ajar tarakib yang di dapat terkadang materinnya tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Seperti materi yang terlalu panjang, monoton, dan jauh dari nilai-nilai humanis, sehingga menjadi beban bagi siswa.
7.    Pembelajaran tarakib tidak disandingkan lagi dengan disiplin ilmu lain, seperti ilmu al-Qur’an, atau ilmu bahasa, psikologi, dan humaniora.

C.      Fungsi Pembelajaran Tarakib
Di antara fungsi pembelajaran tarakib adalah sebagai berikut:
a)      Untuk memperbaiki uslub-uslub dari kesalahan-kesalahan secara nahwiyah.
b)      Untuk membantu siswa dalam mencetuskan apa yang diiniginkan oleh uslub-uslub ynag mempunyai perbedaan yang sangat tipis.
c)      Pengembangan materi kebahasaan agar mudah dipahami.
d)     Membangun bi;ah lughawiyah yang benar.
e)      Menjaga hubungan antara struktur kalimat dengan keindahan maknanya.
f)       Meminimalisir keambiguan dan kelemahan makna dalam memahami sebuah ‘ibarat arabiyah.
g)      Membekali siswa dengan kemampuan kebahasaan khususnya kemampuan tarakib untuk mengetahui kesalahan struktur kalimat.
h)      Untuk penyusunan kalimat yang tepat dalam pembuatan kalimat sempurna.
D.      Model Pembelajaran Tarakib
Ada tiga model pembelajaran tarakib, model ini dikenal dengan metode qiyasi (deduktif), metode istiqraiy (induktif), dan metode al-mu’dilah (an-nash al-araby). Adapun penjelasannya adalah:
1.      Metode qiyasy (deduktif)
Thariqah qiyasy adalah thariqoh yang diadopsi dari thoriqoh terdahulu yang meliputi tiga langkah pengaplikasiannya yaitu guru mempermudah pembelajaran qawaid dengan menyebutkan qaidah-qaidah atau ta’rif dari unsur yang umum lalu ke yang khusus dengan mendatangkan sebagian contoh-contoh yang kemudian dengan contoh itu siswa disuruh berlatih, untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap apa yang sudah dijelaskan mengenai qawaid tersebut. Namun stressing dari metode ini adalah mendatangkan hal-hal (qaidah) yang umum lalu kemudian dibawa ke hal-hal yang sifatnya juz’iah dengan memberi contoh langsung dari qawaid yang dimaksudkan.
Adapun langkah aplikatif bagi seorang guru jika ingin menerapkan metode qiyasy adalah sebagai berikut:
a.       Guru masuk kelas dan memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu.
b.      Guru melanjutkan dengan menjelaskan kaidah-kaidah nahwu.
c.       Pelajaran dilanjutkan dengan siswa memahami serta menghafal tentang kaidah-kaidah nahwu.
d.      Kemudian guru memberikan contoh-contoh atau teks yang berkaitan dengan kaidah.
e.       Guru memberikan kesimpulan pelajaran.
f.       Seyelah dianggap cukup, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan.
Contoh metode qiyasy:
            Contoh ini adalah contoh susunan mubtada’-khobar, guru menjelaskan contoh tersebut dan menyuruh siswa untuk memperhatikan isim  yang ada di awal kalimat yang bergaris bawah tersebut, dan guru menjelaskan bahwa kalimat yang ada di awal kalimat tersebut adalah mubtada’, sedangkan kalimat yang setelahnya adalah khabar.
            Perlu diingat bahwa qawaid termasuk di dalamnya tarakib bukan merupakan tujuan utama dalam proses pembelajarannya, melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan “Al-qawaid laisat ghayah wa innama hiya wasilah li al-wusul ila al-ghayah”. Dalam pengajaran struktur diajarkan secara implisist karena tujuannya adalah untuk mendukung kemahiran berbahasa. Maka yang perlu dipahami adalah misalnya struktur jumlah ismiyah itu dimulai dari mana, dan hingga batas mana kemampuan yang ingin dicapainya.
            Memang secara teori, struktur dapat diajarkan melalui pendekatan deduktif yaitu mulai dari kaidah baru kemudian memberi contoh-contoh. Tapi contoh-contoh inilah yang nantinya dilatihkan. Karena itu contoh yang ditampilkan harus menggunakan bahasa yang komunikatif bukan bahasa profokatif. Pendekatan yang lain adalah pendekatan indukatif yang dimulai dengan memberi contoh-contoh baru, kemudian siswa diminta untuk memberi kesimpulan kaidahnya.
            Adapun pembelajaran dengan model struktur implisit untuk mencapai kemahiran berbahasa ini dapat menggunakan beberapa media antara lain:
1.      Qawalib yakni dengan cara mengganti satu kata, tetapi strukturnya masih sama, misalnya:
2.      Tahwil yakni mengubah bentuk, misalnya dari jumlah ismiyah menjadi jumlah fi’liyah atau sebaliknya, dari mubtada’ muqaddam menjadi mubtada’ muakhar dan seterusnya, misalnya:
Setiap metode pasti ada kelebihan dan kelemahan masing-masing, untuk metode qiyasi ini kelebihannya adalah sebagai berikut:
a.       Tujuannya lebih spesifik
b.      Aplikasinya mudah dan cepat
c.       Memudahkan siswa dalam pemahaman dengan cepat
d.      Menjaga lisan dari kesalahan dengan contoh-contoh yang pernah diajarkan
e.       Tidak menekankan adanya adanya hafalan
Adapun untuk kekurangan atau kelemahan dari metode qiyasi ini adalah sebagai berikut :
a.       Pemahaman siswa cepat luntur karena tidak dihafalkan
b.      Adanya ketergantungan kepada orang lain
c.       Lemahnya dari sisi keaktifan berfikir dan mengemukakan pendapat.
d.      Kesulitan dalam qowaid yang bersifat juz’iah
2. Model istiqraiy
        Model istiqraiy ini kebalikan dari metode qiyasi. Metode ini mengajarkan dari hal-hal yang berbentuk juz’iyah ke bentuk yang lebih umum, maksudnya adalah pembelajaran tarakib mendatangkan contoh-contohnya terlebih dahulu kemudian diikuti dengan qawaid pada umumnya seperti yang ada dalam kitab al-nahwu al-wadlifi, karena menurut metode ini pembelajaran qawaid kurang mendapatkan hasil  yang maksimal kecuali dengan banyak memberikan latihan kepada siswa dari bab yang telah diberikan oleh guru.
            Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a.       Guru memulai pelajaran dengan menentukan tema pelajaran.
b.      Guru memberikan contoh-contoh kalimat atau teks yang berhubungan dengan tema.
c.       Siswa secara bergantian diminta untuk membaca contoh-contoh atau teks yang diberikan oleh guru.
d.      Setelah dianggap cukup, guru mulai menjelaskan kaidah-kaidah nahwu yang terdapat dalam contoh atau teks yang berkaitan tentang tema.
e.       Dari contoh-contoh atau teks, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan atau rangkuman tentang kaidah-kaidah nahwu.
f.       Siswa diminta untuk mengerjakan latihan-latihan.
Adapun metode istiqraiy mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari metode istiqraiy ini adalah sebagai berikut:
a.       Metode ini merupakan metode yang baik untuk menemukan tujuan dari qawaid nahwu.
b.      Metode ini mampu menyimpulkan kaidah yang umum dengan cepat.
c.       Memberikan makna jelas dan mudah praktiknya.
d.      Pemberian contoh dengan uslub-uslub yang mudah dipahami.
e.       Bisa meningkatkan motivasi tersendiri bagi guru.
Sedangkan kekurangan atau kelemahan dari metode istiqraiy ini adalah sebagai berikut:
a.       Lambat dalam memperoleh informasi karakteristik siswa.
b.      Tidak efisien karena kebanyakan contoh-contoh yang diberikan oleh guru.
c.       Contoh yang diberikan biasanya parsial, sering terpisah tidak sesuai dengan tingkatan siswa.
3.                  Model al-mu’dilah (an-nash al araby)
            Ini merupakan metode baru yang merupakan pengembangan daripada dua metode sebelumnya, oleh sebab itu disebut al mu’dilah karena metode pembelajaran nahwu dengan menggunakan metode yang bersambung tidak berpisah. Yang dimaksud dengan model bersambung di sini adalah potongan bacaan dari satu topik teks bacaan yang dibaca siswa, kemudian ditunjukkan beberapa jumlah dan beberapa hal yang dianggap spesifik kemudian setelah itu mengambil kesimpulan tentang kaidahnya dan yang terakhir ditambah dengan praktik yang berupa latihan.
E.       Strategi Pembelajaran Tarakib
Strategi pembelajaran tarakib pada masing-masing tingkatan adalah sebagai berikut:
1)        Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat dasar (Mubtadi’)
Tujuan yang ingin dicapai pada tingkatan ini adalah agar siswa mampu membedakan antara isim dengan fi’il dan huruf.
Langkah-langkahnya adalah:
a.       Siapkan kertas latihan, model yang digunakan dapat berupa bacaan yang di dalamnya terdapat kata-kata yang ingin di pelajari.
b.      Mintalah masing-masing siswa untuk mengerjakan latihan tersebut.
c.       Mintalah siswa untuk berkelompok dua-dua dan mendiskusikan hasil kerja masing-masing.
d.      Mintalah pada masing-masing kelompok untuk menyampaikan (presentasi) hasil kerja mereka.
e.       Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
f.       Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok tersebut agar tidak terjadi kesalahan.
2)        Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat menengah (Mutawassith)
Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat menengah ini bias menggunakan small group presentation, strategi ini dapat digunakan untuk mengajarkan qawaid, misalnya untuk latihan menyusun kalimat dengan bentuk yang sudah ditentukan, seperti membuat jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a.       Siapkan kertas yang berisi potongan-potongan kata.
b.      Bagilah siswa dalam kelompok-kelompok kecil (3-5 orang).
c.       Mintalah masing-masing kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang disusun dari kata-kata tersebut.
d.      Mintalah masing-masing kelompok untuk menyampaikna hasilnya di depan kelas.
e.       Berikan kesempatan pada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
f.       Berikan klarifikasi terhadap kerja kelompok tersebut dengan memberikan tambahan penjelasan tentang struktur kalimat yang telah mereka pelajari.
3)        Strategi pembelajaran pada tingkat lanjut (Mutaqaddim)
Pada tingkatan ini dapat menggunakan stragtegi yang disebut dengan chart short. Strategi ini menggunakan media kartu (kertas yang di potong-potong).
Langkan-langkahnya adalah:
a.    Siapkan kertas yang telah dituliskan dengan kalimat dengan struktur yang berbeda-beda.
b.    Bagikan kartu-kartu tersebut kepada para siswa secara acak.
c.    Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan kategori kalimat yang yang ada dalam kartu masing-masing.
d.   Mintalah masing-masing siswa kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang serupa tersebut dalam kertas maupun dalam bentuk file.
e.    Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya di depan kelas.
f.     Berikan kesempatan pada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
g.    Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja kelompok tersebut.
F.       Langkah-langkah Pembelajaran Tarakib
Adapun langkah-langkah pembelajaran tarakib secara umum adalah:
Ø Dimulai dengan identifikasi problem yang ada, kemudian mengadakan pretest lebih dahulu, hal ini sangat baik untuk mengetahui kemampuan membaca atau kemampuan menulis, mengukur sejauh mana kemampuan siswa.
Ø Membantu siswa untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini sebaiknya guru memperhatikan sisi ungkapannya yakni hubungan antara makna dan uslubnya, kemudian setelah itu diberikan pemahaman dan istilahnya baik dengan cara analisis atau menyebutkan kaidahnya.
Ø Memperbanyak latihan. Pada langkah ini seorang guru harus memperhatikan latihan-latihan pekerjaan yang dikerjakan siswa.
Ø Solusi individual. Dalam hal ini mencakup problem-problem individu siswa, guru dapat memberikan tugas tarakib yang bervariasi kepada siswa, maka dari sini dapat diketahui mana kesalahan yang lebih dominan pada siswa.
Ø Demonstrasi. Kegiatan demonstrasi ini dapat dilaksanakan setelah siswa mampu memahami tarakib dengan baik. Demonstrasi dapat dilaksanakan dengan permainan ataupun dengan latihan-latihan yang mendalam.