Rabu, 29 Februari 2012

Suratku untuk Bapak Imam Suprayogo



Assalamu’alaikum Wr Wb
            Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai karunia, nikmat, rahmad kepada kita selaku hambaNya sehinggga bisa melakukan aktivitas, menemukan ilmu dimana pun kita berada, menghirup nafas rezki yang tiada henti-hentinya mengalir di sekeliling kita untuk mencapai satu ucapan syukur kepada Tuhan sang pencipta.
            Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada manusia mulia, manusia agung, pemegang tonggak peradaban terbesar dalam sejarah dunia. nabi akhiruz zaman, raja dari para nabi( mulukan nabiyya), seorang lelaki penggenggam hujan. Dialah Muhammad SAW, yang telah mengantarkan manusia dari kubangan dosa menuju kolam intan permata nan cahaya, yaitu Islam.
Bapak Rektor yang terhormat…..
            Ijinkan mahasiswa Bapak ini menyampaikan satu dua kata untuk menyampaikan sesuatu, curhat, testimony, komunikasi dengan Bapak walau hanya sebatas corat-coret dengan tulisan yang sederhana ini. Tentunya, komunikasi yang baik harus dimulai dengan etika yang baik, tata karma yang sopan, andap ashor kata orang jawa untuk memulai suatu perbincangan antara murid dengan guru, ksatria dengan brahmana, santri dengan ustadz, maupun mahasiswa dengan rektornya. Titik temu untuk bisa menemukan etika yang baik kiranya bisa dimulai dengan satu pemahaman utuh bahwa kita adalah manusia, bukan yang lain. Kita sering dihadapkan pada kenyataan sosial tentang hubungan antar manusia yang selalu salah paham dalam memahami pemikiran, maksud hati, dan keinginan untuk menyampaikan sesuatu hanya karena kita merasa paling benar diantara yang lain, paling unggul, paling pintar, paling dewasa, menang pengalaman dan lain-lain. Nah, disini saya sebagai mahasiswa Bapak apapun yang saya katakan, entah solusi maupun kritik tolong anggaplah saya ini sebagai manusia, yang segala sesuatu tidak bisa terlepas dari salah, khilaf, dan dosa. Kiranya bapak juga demikian, tanggalkan dulu jabatan, pengalaman, prestisiusitas, njenengan dulu agar kita bisa saling memahami, saling instropeksi diri, bisa embat-embatan hati satu sama lain. Karena jaman sekarang, orang sudah tidak berani menjadi manusia, mereka beraninya menjadi bupati, gubernur, presiden, dan lain-lain. Mereka belum berani menjadi manusia seutuhnya. Kebanggaan dan keberanian mereka satu-satunya adalah menjadi manusia struktural. Maka, dengan ini saya dan anda mari menjadi manusia seutuhnya. Saya mohon dengan hati yang lapang, bapak benar-benar mau sedikit mendengar keluh kesah, cerewet saya yang selama ini saya pendam untuk bapak Imam yang terhormat.     
Bapak Imam yang tak pernah lelah berjuang…..
            Dulu, ketika awal saya menjadi maba, satu hal yang saya catat di memorandum saya adalah bahwa seorang pemimpin sejati pasti mempunyai trik-trik, ilmu politik praktis, demi kelangsungan mempertahankan system yang akan diterapkan pada pola kepemimpinannya. Namun, formula itu belum saya temukan. Baru saya temukan ketika saya mendengarkan langsung pidato bapak tentang empat pilar yang luar biasa dan terkenal di kampus ini yaitu, kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu dan kematangan professional. Empat formula itu akan bereksplorasi menjadi kekuatan batin, memompa semangat kemanusiaan, membentuk karakter kepribadian yang berorentasi menjadi manusia ulul albab. Konsep dasar ini benar-benar anda ‘plokamirkan’ dalam setiap pidato, ceramah, khutbah dimana saja. Tidak cukup dengan itu, pengejawentaahan yang nyata dalam bentuk yang lebih kongkrit muncul seiringan dengan gagasan anda itu.Yaitu, ma’had sebagai wilayah srategis untuk membentuk kepribadian ‘akhlakis’, agamis, namun tetap kritis dalam membaca wacana-wacana global tentang sosial. Inilah yang membuat saya sedikit terinspirasi dan termotivasi untuk selalu menemukan kesejatian diri, dan selalu mengambil ilmu dari Bapak.
Bapak Imam yang selalu di rahmati Allah….
            Tidak mungkin seorang pemimpin itu mengeberi kepentingan mahasiswa untuk kepentingan dirinya. Saya yakin itu. Maksudnya, pola system yang diterapkan di kampus tentunya mempunyai dasar, latar belakang pemikiran, histografis letak, untuk menciptakan budaya akademis progresif untuk kemajuan bersama. Tidak hanya untuk kampus, tapi juga untuk masyarakat, agama, bangsa dan Negara. Maka, dalam penerapan system yang ada, seharusnya mahasiswa selalu diikutsertakan, di ajak rembuk untuk menciptakan kebijakan dan aturan yang ada. Realita yang ada, banyak faktor mis komunikasi antar birokrasi dan elemen mahasiswa dalam memahami kepentingan-kepentingan yang ada. Mahasiswa seakan dikomodiskan sebagai pelengkap, objek pelaku system tanpa mereka mengetahui mengapa harus ikut aturan itu. Misalnya, kasus dekat-dekat kemarin-mahasiswa demo tentang SPP, yang berujung pada kasus yang lebih besar dan tidak terduga. Bapak dituduh korupsi dana Negara untuk pembangunan masjid ulul albab. Saya kira, kesalahan fatal Bapak dengan elemen jajaran birokrasi adalah meniadakan peran mahasiswa dalam menentukan aturan, rembuk bersama, untuk menemukan kesepakatan-kesepakatan yang bijak dan cerdas antara birokrator dan mahasiswa. Wahai Bapak, ajaklah kami selaku mahasiswa untuk bisa urun pendapat dan gagasan untuk menentukan langkah dimana kami yang selalu menjadi objek pelaku aturan. Jangan menunggu didemo baru kami bisa mengajukan gagasan atau tuntutan.. Itu salah sesungguhnya.
Bapak Imam yang bersahaja…..
            Kalau boleh jujur, kepemimpinan Bapak dalam kaca mata subjektif saya sangat luar biasa, dimata sebagian mahasiswa, karyawan, dosen maupun di lingkup luas nasional. H.R. Taufiqurrochman dalam bukunya Imam al-jami’ah menulis bahwa banyak sekali tokoh-tokoh termuka yang menaruh simpati  atas kesuksesan Bapak dalam membangun kampus ini. Muhammad Maftuh Bayuni Menteri Agama menilai bahwa anda adalah tokoh yang intens, total, dan tidak mengorbankan satu untuk lainnya. Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc Menteri Pendidikan Nasional juga megungkapkan hal yang sama. Prof. Dr. Yahya Muhaimin Menteri Pendidikan Nasional kabinet persatuan, Prof. Komaruddin Hidayat, Ph.d Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sampai dengan Basri Zain, MA, Ph.D ketua pusat studi tarbiyah ulul albab UIN Maliki Malang. Semua sangat apresiasi terhadap cirri khas, gaya, retorika kepemimpinan anda. Namun, ada yang janggal dalam buku Imam Al-jami’ah karangan H.R Taufiqurrochman tersebut, yaitu tidak adanya statement dari mahasiswa terhadap Bapak. Yang ‘dipajang’ hanyalah statement orang-orang yang mempunyai prestisius besar dengan menempati posisi srategis dalam birokrasi maupun kepemerintahan. Bapak boleh berbangga, tetapi jangan lupakan bahwa sesungguhnya penilaian yang sejati, jujur, objektif, mempunyai supremasi hukum, adalah penilaian mahasiswa. Bukan orang-orang ‘besar’ seperti yang telah diungkapkan. Karena pelaku utama dari aturan-aturan yang diterapkan adalah mahasiswa. Mahasiswa bukanlah objek, tapi mereka adalah subjek. Otoritas tertinggi secara hukum, subtansi, filosofi, social development adalah mereka. Rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, kajur, wakil kajur, kamahasiswaan, karyawaan, adalah buruh dan pemimpinnya adalah mahasiswa. Jajaran birokrasi hanyalah orang yang dibayar untuk menemani mahasiswa belajar, mencari ilmu, mandiri dan lain-lain. Jangan semena-mena dan sombong dengan jabatan akademik dengan meniadakan peran mahasiswa dalam berkontribusi untuk kampusnya. Wahai Bapak, elus kepala kami dengan kasih sayang layaknya orang tua kepada anaknya. Tidak hanya secara struktural, namun lebih kepada romantisme hubungan kultural.
Wahai Bapak Imam yang selalu sabar….
         Napak tilas perjuangan Bapak saya yakin akan dikenang oleh siapa saja yang mau menghargai akan sebuah perjuangan. Saya ingat satu cita-cita luhur Bapak untuk kampus ini kedepan, yaitu menjadikan kampus ini unggul, unggul, dan unggul. Keunggulan itu diperkuat dengan banyaknya jajaran birokrasi, pemimpin fakultas, maupun universitas yang hafal Al qur’an. Sebagai mahasiswa, sungguh itu adalah cita-cita luhur nan luar biasa. Beberapa bulan ke depan, Bapak sudah tidak memimpin kammpus ini, tapi Bapak sudah meninggalkan warisan cita-cita, mimpi dan impian untuk kampus, mahasiswa, dan semuanya untuk depannya.
            Sekali lagi apapun yang saya ungkapakan, terimalah saya sebagai manusia yang penuh salah dan dosa. Trima kasih Pak mau membaca surat sederhana ini. Semoga Rahmad Allah selalu menaungi kita dalam melakkukan aktivitas sehari-hari. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr Wb