Setiap orang dengan cara berfikirnya yang matang, sensivitas
hatinya yang bekerja acapkali mendapat firasat dalam gerak langkahnya.
Terlepas, bagaimana ia mengaktualisasikan firasatnya dalam lakon hidup yang ia
jalankan.
Kayaknya, nanti pada usia 25 keatas, banyak sekali momentum ‘berat’
yang harus diperjuangkan, direnungkan, dibicarakan dengan serius, dirasakan
betul-betul, agar hidup ini semakin matang dalam berproses. Hidup sekali, maka
harus berarti.
Kayaknya, harus benar-benar slulup untuk mencari sahabat sejati.
Yang siap bergandeng tangan, berpeluk kasih dan cinta agar apa-apa yang
bergobar dalam dada bisa direndam, bisa saling mengelus satu sama lain.
melengkapi hasrat pengetahuan, dinamika cinta, kelaparan hidup, kesabaran,
momong anak, tetangga, masyarakat, hingga bangsa dan Negara.
Spiritual harus selalu tatag. Bismillah dengan kehendaknya. Urusan
kodrat salah dan lupa menjadi keasyikan tersendiri untuk selalu bisa ngroso,
ngrogoh sukmo bahwa kebenaran mutlak hanya berasal dari Tuhan. Manusia hanya
menginterpretasikan ke dalam wilayah dan nilai-nilai kemaslahatan.
Berpijak pada tiga tingkat kebenaran. Benere dewe, benere wong
akeh, benere gusti Allah.
Mumpung diciptakan sebagai manusia, berolah kekuatan untuk
mendapatkan kebahagiaan tanpa batas. Meningkat dari kebagaiaan materi pada
kebahagian cahaya, nur, jasadi rohani.
Memanusiakan keharmonisan, men-sastrakan estetika, menggali
peradaban mulia dan nyata. Membuka hijab mata akan sinar, pendaran-pendaran
hidayah Allah di setiap sendi kehidupan.
Semua yang akan tersibak, mana mungkin terpahat dengan
detail-detail bahasa yang akan disampaikan. Ia absurd, namun jelas. Ia samar,
tapi menyimpan sinar kepastian. Bersenandung syair, yang setiap mentrum, diksi,
pola kalimat yang diucap dan ditulis terasimilas dengan pengetahuan ilahiyah. Ladunni.
Maka, jalan yang ditempuh mengharuskan untuk eling lan waspada. Menjaga
lisan, karena ludah dan bau mulut yang keluar tunduk pada idu geni. Akal, hati,
menyatu dalam sukma ilmu sangkan paraning dumadi. Ubun-ubun berpendar-pendar
membikin saluran-saluran, frekuensi, gelombang akan hadirnya wahyu sejati. Sang
hyang jamus kalimasada. Semua bingung harus berlindung dan meminta saran kepada
siapa. Tidak ada kepemimpinan di negeri ini, yang ada hanya orang yang punya
kuasa. Siapa yang berkuasa bukan berarti memimpin, dan siapapun yang memimpin
ia pasti berkuasa.
Berbondong-bondonglah manusia meneriakkan Tuhan di alam sadarnya. Ia
mengiba, berusaha nyicil cinta, melakukan kebaikan-kebaikan, berharap uluran
kasih Allah, rahmad Allah.
Malang, 3
AGustus 2013