Senin, 14 Januari 2019

CINTA ITU MEMBAHAGIAKAN. KATA SIAPA ?

oleh : Adenovit Rachmawan 
Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak menginginkan kebahagiaan. Semua tindak-tanduk aktifitas yang dilakukan manusia sudah pasti akan berorientasi pada satu tujuan, yaitu kebahagiaan. Lalu apakah makna kebahagiaan itu sendiri ?. Arisoteles memberikan pengertian menarik tentang ini. Menurutnya, kebahagiaan adalah good feeling (perasaan senang), having fun (besenang-senang),  having a good time (mempunyai waktu yang baik), atau sesuatu yang membuat pengalaman yang menyenangkan. Nah, hari-hari ini nih banyak diantara kita ketika sedang mencari kebahagiaan, selalu saja diidentikkan dengan pasangan (khususnya yang muda-mudi nih, heuheu), yang seakan-akan pasangan adalah segala-galanya, dan jomblo adalah status mengerikan yang sebisa mungkin harus dihindari, yang selama ini jomblo seakan-akan menjadi orang yang terkucilkan dalam sebuah tatanan masyarakat. Untung saja tak ada hukuman pasung bagi para jomblo. Huahaha. “Jomblo itu berat, kamu tak akan kuat, biar aku saja. heueheu”. Realitas seperti itu sudah tak bisa lagi dihindarkan lagi hari-hari ini. Realitas yang memberikan sebuah kesan bahwa “punya pasangan berarti bahagia, tidak punya pasangan berarti tak bahagia”. Maka jangan heran jika pada saat ini, manusia (anak muda) semakin menyempitkan makna kebahagian dengan hanya membubuhkan pasangan sebagai sumber kebahagian. Pun juga sebaliknya, bahwa sumber kesedihan orang terletak hanya dari seorang pasangan. Seakan sangat sulit menemukan kebahagian hidup selain mengenai pasangan. Realitas yang membuat saya semakin bertanya-tanya dengan kualitas hidup di zaman modern. Sebercanda itukah cinta ?. ecieeeee.

Biografi Siingkat Imam Al Ghazali

Sosok pribadi Imam AL Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad al Ghazali, dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia pada tahun 450 H atau 1058 M. ayahnya adalah seorang pemintal wool yang selalu memintal dan menjualnya sendri di kota itu.[1] al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikan setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali. Kedua anank didik itu disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis,mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.  Imam al-Ghazali seal kecil dikenal sebagai pecinta  ilmu pengetahuan dan penggandrung pencari kebenaran  yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa.
Di masa anak-anak imam al-Ghazali belajar kepada Ahwaad bin Muhammad ar-Radzikani di Thus, kemudian belajar kepada Abi Nasr al-Ismaili di Jurjani dan akhirnya ia kembali ke Thus lagi. Pada kali yang lain diceritakan bahwa dalam perjjalanan pulangnya ia dihadang sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhan-kebutuhan yang mereka bawa. Para pembegal tersebut merebut tas al-Ghazali yang berisi buku-buku filsafat dan pengetahuan yang ia senangi. Kemudian al-Ghazali berharap  agar sudi mengembalikan tasnya, karena ia ingin mendapatkan berbagai macam pengetahuan yang terdapat pada buku-buku itu. kawanan perampok itu merasa iba hati dan kasihan kepadanya, akhirnya merekaa mengembalikan kitab-kitab itu kepadanya.

Olah Rasa Mendekat Kepada Sang Gusti

Oleh : Adenovit Rachmawan 
Aku berjalan tertunduk lesu di bawah gerimis kencang saat itu. berjalan dengan membawa keresahan luar biasa saat semua yang aku impikan gagal begitu saja di hari itu. aku mengutuk semua yang ada, mengutuk diriku sendiri, usahaku, waktuku, bahkan aku lantang berkata bahwa Tuhan sudah tak adil pada diriku. Kalut yang berujung pada tak bisa menerima dengan segala hal yang ada. aku hanya merunduk saja, membiarkan kepalaku dihujam rintik air gerimis. “Hantam saja”, gumamku waktu itu.
                Seolah sebuah antitesa luar biasa, dibawah langit suram saat aku berjalan sambil komat-kamit yang berisikan umpatan yang tak henti, aku melihat sesuatu yang kemudian membuatku tertegun, berhenti dalam melangkah dan terisak malu bercampur kagum. Di sebuah lorong, jalan menuju tempat aku pulang, dibalik jendela yang sedikit tertutup tirai, aku melilhat seorang yang aku sendiri mengira adalah malaikat pembawa kabar gembira. Badanku mendadak kaku. Hanya ingin melihat sejenak saja pada dia, saat itu. dibalik jendela itu ada seorang gadis yang sedang mengaji merdu, sedang adiknya yang berada dalam pangkuannya serius menyimaknya dengan seksama. Aku tak menyangka, di dunia yang serba carut marut ini, masih ada panorama seindah ini. aku kira, di dunia ini dimana saat hujan semua sedang berlomba mencipta puisi, ini ada seorang yang dengan tenang membaca dengan indahnya. Gadis itu tiba-tiba melihatku, dan aku pun meluncur cepat meninggalkan tempatku berpijak. Aku tak sadar, bahwa bibirku yang sedari tadi mengumpat, kini terdiam dan berujung pada sebuah senyuman yang melegakan setiap orang yang melihatku.

#Renung Senja 30

Sejauh ini tak ada pencapaian apa-apa dalam hidupku. Pencapaian itu penting, karena ia merupakan loncatan batas dimana seluruh puncak kemampuanmu terlihat. Bukankah Tuhan melimpahkan kelebihan pada setiap manusia? Maka, kelebihan yang Ia berikan haruslah dimanfaatkan, dicari bahkan dikelupas sedemikian rupa agar engkau tahu dimana sesungguhnya puncak tertinggi dari kualitasmu.

Emha bilang ‘ berdaaulatlah atas dirimu sendiri. Kamu jangan bergantung pada orang lain. Berdaulat artinya, carilah siapa sesungguhnya dirimu. Apa bakatmu. Bagaimana kecenderunganmu. Jadilah dirimu yang sebenar-benarnya dirimu. Jika kamu sudah mengerti dengan betul siapa dirimu, maka kamu akan berdaulat penuh atas dirimu. Orang lain tak akan mampu merebut kedaulatanmu.


Minggu, 11 November 2018

Fotografi Jurnalistik


Apa itu fotografi ?

Fotografi berasal dari kata “photography”. Photo = sinar dan grapy = tulisan, lukisan, cetakan. Fotografi menurut arti harfiyahnya adalah menggambar dengan sinar. Kalau dijabarkan lebih luas lagi, fotografi adalah media yang digunakan untuk menyampaikan gagasan, pikiran, ide, cerita, peristiwa dan lain sebagainya seperti halnya bahasa, tetapi berujud gambar.
Tujuan hakiki dari fotografi adalah komunikasi (menyampaikan pesan). Ia mempunyai nilai dokumentatif (mengungkap peristiwa penting yang mempunyai nilai sejarah), Informatif (mengungkapkan berbagai macam peristiwa yang diperlukan masyarakat), seni (keindahan), hiburan.
Jadi, fotografi merupakan sarana komunikasi yang praktis untuk menyatakan perasaan, pikiran ataupun pesan melalui hasil karya foto secara universal, layaknya disebut bahasa gambar. Bahasa gambar mempunyai fungsi yang sama seperti halnya dengan bahasa yang kita gunakan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan dengan maksud untuk dimengerti atau mendapatkan perhatian. Selanjutnya direspon dengan tindakan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Proses kerja dari fotografi ini menggunakan alat yang dinamakan kamera. Dari kamera itu akan diperoleh gambar dan cahaya yang dipantulkan oleh objek masuk ke lensa kemudian diteruskan ke bidang film atau disimpan dalam memory card (sehingga menghasilkan gambar.

Apa itu jurnalistik?

Jurnalistik adalah proses kegiatan meliput atau reportase, menulis, mengedit, memuat/menayangkan gambar atau tulisan dan menyebarluaskan peristiwa yang bernilai news (berita) dan view (pandangan) kepada khalayak melalui saluran media massa, cetak atau elektronik.

Apa itu foto jurnalistik?

Dari penjelasan mengenai fotografi dan jurnalistik di atas, tentu Anda sudah bisa menarik kesimpulan apa yang dimaksud dengan foto jurnalistik. Sedang orang yang melakukan tugas jurnalistik khusus di bidang fotografi disebut dengan wartawan foto atau fotografer. Ada juga fotografer lepas yang tidak memiliki media. Di luar negeri fotografer tanpa surat kabar ini dijuluki dengan paparazzi. Tugas utama fotografer ini tak jauh berbeda dengan reporter atau wartawan tulis. Hanya saja, alat yang dipakai untuk menjalankan tugasnya bukan pena ataupun tape recorder, melainkan kamera.
Hasil karya mereka umumnya merupakan perpaduan antara unsur teknik dan seni seperti halnya media komunikasi (cetak, broadcasting, audio visual) yang lainnya. Termasuk batasan-batasan tertentu yang harus dianut seperti kode etik jurnalistik. Agar hasil karya foto bermanfaat dan berhasil dengan baik, seorang fotografer harus memadukan unsur teknik foto, keindahan, komposisi warna, ide cerdas, moment, dan lain sebagainya. 
Foto jurnalistik pertama kali muncul ketika The Illustrated London News memuat gambar lukisan (hasil cukilan kayu) yang merupakan hasil reproduksi sebuah foto pada 30 Mei 1842. Waktu itu disebut sebagai drawing pictures. Gambar itu merupakan spotnews atau peristiwa langsung, tentang pembunuhan (penembakan) dengan pistol atas diri Ratu Victoria di dalam keretanya.
Karena belum ditemukannya cara membuat nada warna abu-abu atau halftones dalam surat kabar, maka sampai tahun 1896 gambar yang dimuat masih saja dibuat dari cukilan kayu. Baru 21 Januari 1897 koran Tribune New York benar-benar memuat foto di dalamnya. Ini dimungkinkan setelah ditemukan sistem penggunaan titik-titik (dots) yang kita kenal sekarangdengan sebutan raster untuk membuat warna halftones tadi.

Bagaimana menghasilkan foto jurnalistik yang menarik?

Sejak itulah pemuatan gambar di surat kabar menjadi semakin tambah banyak dan mulailah redaksi memperhatikan apa sebenarnya yang sangat menarik dari sebuah foto yang patut untuk dimuat. Termasuk juga mempertimbangkan perlunya mengadakan tugas khusus bagi wartawannya hanya untuk pekerjaan memotret saja. Artinya hanya untuk mencari gambar saja. Spesialisasi ini juga banyak diberlakukan di dunia persuratkabaran yang maju. Sesudah ada spesialisasi itu maka para pakar atau jumhur jurnalis mulai memperhatikan apa sebenarnya yang sangat menarik dari dari sebuah foto yang patut untuk dimuat.
Dari hasil pengamatan mereka disimpulkan bahwa gambar/foto jurnalistik yang menarik itu harus mempunyai tiga aspek utama :

1.   Punya daya tarik visual (eye catching)

2.    Punya isi atau arti (meaning) dan

3.    Punya daya tarik emosional (impact)

Foto yang bagus adalah yang dapat menyampaikan pesan kepada yang melihatnya. Apakah itu sedih, riang, lucu, tragis, artistik atau yang menumbuhkan emosi lain. Jadi, karya fotonya tidak hanya sekedar pendukung tulisan berita saja. Meski demikian, sebuah foto yang baik, dapat menciptakan berita yang baik. Tetapi, sebuah berita yang sebenarnya menarik, menjadi kurang menarik kalau tidak disertai dengan foto.
Namanya saja foto-berita, maka norma-norma atau nilai-nilai berita (tulis) yang menarikpun juga dituntut dari sebuah foto berita, seperti :
1.    Sifatnya menarik (interesting)
2.    Lain dari biasa (different)
3.    Satu-satunya (exclusive)
4.    Peristiwanya dekat dengan pembaca
5.    Dampaknya luas
6.    Mengandung ketegangan (suspense)
7.    Menyangkut masalah seks, humor, konflik, dll.
Dari pedoman itulah para jurnalis-foto memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang tersirat dalam kriteria itu. Untuk menjadi jurnalis-foto profesional, wartawan perlu memperhatikan hal-hal tersebut. selain itu harus memperdalam pengetahuan dan pengalamannya. Seorang wartawan foto dituntut tahu benar tentang kamera dan proses fotografi, tahu pula memanfaatkan kesempatan serta harus cekatan. Wartawan foto mesti mengombinasikan kerja mata, otak dan hati dalam tugasnya.
Guru yang baik adalah pengalaman, karena itu apabila ingin menjadi wartawan foto yang baik harus tekun belajar dan banyak praktik lapangan. Karena ini pekerjaan praktis, maka tidak bisa hanya dibayangkan di atas meja.  (*)


Sumber : Jawa Pos Radar Jombang 

Mengenal Berita dan Cara Menyusunnya


Pengertian Berita

Dalam dunia jurnalistik ada pomeo klasik yang sangat terkenal. "Anjing menggigit orang bukanlah berita. Tapi. kolau orang menggigit anjing, baru sebuah berita." (Charles A Dahana, 1882). Maksud dari pomeo di atas, bahwa yang namanya berita dalam jurnalistik, bukan hanya sekedar informasi atau peristiwa biasa, melainkan harus mempunyai nilai dan sifat "lebih". Masing-masing penerbitan biasanya memiliki ukuran tersendiri dalam menentukan layak tidaknya sebuah berita yang dipilih dan dimuat di medianya.
Jawa Pos misalnya, mensyaratkan 13 kriteria (rukun iman) sebuah berita yang dianggap menarik. Kesebelas kriteria itu adalah:
1.   Aktual: sesuatu yang sedang (hangat) dibicarakan orang.
2.   Eksklusif: hanya sebagian orang yang mengetahui.
3.   Dramatik: kejadiannya sangat menarik. Misalnya. tragis.
4.   Tokoh: orang yang punya pengaruh besar.
5.   Baru: peristiwanya baru pertama kali terjadi.
6.   Informatif: sarat akan informasi.
7.   Unik: peristiwa aneh, lucu, jenaka, ringan berisi.
8.   Magnitude: kedekatan/getaran emosi dengan pembaca.
9.   Progsimity: kedekatan jarak dengan pembaca.
10. Trend: sesuatu yang sedang digandrungi masyarakat.
11. Misi: punya tujuan tertentu.
12. Sensasi: sesuatu yang berbau bombastis.
13. Kontroversial: ada pertentangan.
Kriteria di atas, tentunya bisa ditambah atau dikurangi, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing media. Untuk menentukan berita itu layak atau tidak, seorang redaktur akan menilainya dari 13 sisi di atas. Karena itu, bila Anda membaca Jawa Pos, maka kriteria 13 ini bisa dijadikan alat ukur, mengapa sebuah berita itu diturunkan. Tetapi, apakah sebuah berita yang sudah memenuhi 12 rukun iman berita itu pasti dimuat? Jawabnya adalah belum tentu. Yang menyebabkan berita itu tidak dimuat antara lain:
1. Datanya kurang akurat.
2. Faktor keamanan.
3. Penulisan beritanya sepihak.
4. Bertentangan dengan 13 kriteria di atas.
5. Terbatasnya halaman, misalnya karena banyak iklan.
6. Enggel yang diangkat kalah menarik dengan berita yang lain, dsb.
Untuk memperoleh sebuah berita yang baik dan akurat, tak bisa dilepaskan dengan kemampuan dan kecakapan wartawannya. Untuk itu, seorang wartawan harus memilik SDM yang mumpuni. Baik dari segi intelektual. ketahanan mental dan fisik, serta kepekaan perasaan yang tajam.
Dengan kata lain, seorang wartawan harus memiliki pengetahuan yang luas, punya kepekaan yang tajam terhadap segala kejadian, energik, punya ingatan kuat, pandai bergaul, mampu menempatkan dan menyesuaikan diri serta banyak relasi. Selain itu, juga harus memiliki keberanian. percaya diri, keteguhan iman serta menanggung risiko dari segala ancaman luar.

Syarat Berita
Saat terjun di lapangan, seorang waratawan harus memperoleh jawaban dari sebuah pertanyaan yang merupakan syarat berita. Syarat berita tersebut dikenal dengan istilah 5 W dan 1 H.
1. What: apa yang terjadi?
2. Who: siapa yang tersangkut?
3. When: kapan terjadinya?
4. Where: dimana kejadiannya?
5. Why: mengapa hal itu terjadi?
6. How: bagaimana kejadiannya? Akibatnya?

Selain itu, ada juga yang menambahi dengan pertanyaan what next? Yaitu, bagaimana kelanjutan dari sebuah peristiwa atau kejadian itu. Jawaban dari pertanyaan itu yong harus dikejar oleh seorang wartawan. Kalau misalnya datanya tak bisa didapatkan hari itu atau dari peristiwa itu masih ada data rentetan terkait yang masih belum terpublikasikan, maka berita itu bisa di-running hari berikutnya.
Untuk menguraikan jawaban dari pertanyaan di atas, harus jelas dan detail. Misalnya. untuk pertanyaan "siapa" —apalagi menulis profil— maka jangan sampai salah tulis. Di antaranya nama, gelar, tanggal lahir, pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Kalau perlu, sumber berita disuruh menulis sendiri namanya atau kita minta kartu namanya.
Data-data tambahan seperti di atas, juga sangat berguna untuk menambah tulisan yang kita sajikan agar tak tampak kering. Termasuk performance, gaya, sikap, latar belakang pendidikan, keluarga atau pribadinya. Tambahan data sekunder untuk lebih menghidupkan berita yang kita sajikan itu lebih dikenal dengan colour news.

Sumber Berita

Dari mana saja kita bisa mendapatkan sebuah berita? Tentu saja ada sumbernya. Bisa dari apa yang kita ketahui atau kita rasakan sendiri atau dari orang lain. Terutama menyangkut berbagai fenomena yang terjadi di jagat bumi ini, atau bahkan di luar angkasa. Baik berupa kondisi riil (peristiwa), konsep, gagasan (pemikiran), kasus, putusan hukum, ancaman, dan lain sebagainya.
Biasanya. sebuah berita didapatkan dari seseorang yang melihat, mendengar, terlibat, atau merasakan sesuatu yang layak untuk diberitakan. Baik orang tersebut memiliki kaitan langsung terhadap tugas dan tanggung jawab akan kejadian yang akan dibuat berita maupun tidak.
Yang perlu juga diketahui, bahwa sumber berita tidak harus dari orang, melainkan bisa dari buku-buku perpustakaan, data statistik, grafik, pengumuman, brosur, dan lain-lain. Seorang wartawan yang menulis berita hanya berdasarkan apa yang dilihat dan dirasakan, maka berita tersebut akan terasa kering.
Untuk itu, sebuah berita akan lebih terasa lengkap dan memenuhi syarat jika ditambah dengan berbagai data pendukung. Misalnya dengan tambahan konfirmasi dari yang terlibat langsung dengan berita itu, atau orang yang terlibat secara tidak langsung, dari lawannya, para pakar, data kepustakaan, atau yang lainnya.

Macam dan Jenis Berita

Sebelum menulis sebuah berita, seorang wartawan biasanya menentukan terlebih dahulu, berita macam apa yang akan ditulis. Selama ini, dikenal ada tiga macam berita.
1. Hard news: berita berat, serius (analisis, politik, ekonomi).
2. Soft news: berita ringan, menggelitik, tidak membuat pembaca tegang.
3. Feature: berita kisah, human interest, sering dijuluki berita boks.
Sedang jenis penulisan berita yang dikenal dalam dunia jurnalistik ada beberapa macam, antara lain:
1. Straight news: berita langsung, apa adanya, ditulis secara singkat dan lugas. Sebagian besar halaman depan surat kabar berisi berita jenis ini.
2. Depth news: berita mendalam, dikembangkan dengan pendalaman hal-hal yang ada di bawah suatu permukaan.
3. Investigation news: berita yang dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari berbagai sumber.
4. Interpretative news: berita yang dikembangkan dengan pendapat atau penilaian penulisnya/repopter.
5. Opinion news: berita mengenai pendapat seseorang, biasanya pendapat para cendekiawan, tokoh, ahli, atau pejabat, mengenai suatu hal, peristiwa, kondisi poleksosbud hankam, dan sebagainya.
Berita hard news dan soft news biasanya ditulis secara langsung (straight news). Untuk menulis berita feature diperlukan kreativitas tersendiri bogi wartawan. Kreatif dalam arti menimbulkan sesuatu yang baru dengan menghubung-hubungkan beberapa variabel faktor kejadian yang sebelumnya tidak pernah ada hubungannya. Seringkali dalam penulisannya juga dimasukkan unsur-unsur sastra sebagai pemanis kalimat.

Struktur Berita

Untuk menyusun berita atau artikel, maka terlebih dahulu penulis mengetahui tahapan persiapan menulis berita:
1. Pahami masalah
2. Kumpulkan bahan
3. Seleksi bahan
4. Tentukan tema pokok/enggel
5. Tentukan urutan logis (judul, lead, badan berita dan penutup (ending).
Judul mengandung pengertian-pengertian 2-5 kata yang disajikan secara ringkas serta mengasosiasikan dengan sesuatu yang langsung bisa diingat pembaca. Lead adalah dua kalimat hingga tiga kalimat yang mengintisarikan berita sehingga dengan membaca lead, pembaca tertarik untuk terus membacanya.
Badan berita atau tubuh berita, adalah berisi sajian secara lengkap dari bahan yang akan ditulis. Sedangkan ending atau penutup, berisi beberapa kalimat yang menyimpulkan dari berita.

Menyusun Berita

Setelah kita mendapatkan data dari sumber berita dan menentukan jenis berita yang akan kita tulis, maka langkah selanjutnya adalah menyusun berita. Ada tiga jenis cara menyusun berita yang selama ini kita kenal.
1. Piramida terbalik, meletakkan inti berita (terpenting) di bagian awal. Semakin akhir, nilai beritanya semakin tidak penting.
2. Piramida konvensional (biasa), menyusun berita dengan memulai bagian yang tidak penting. Isi pokok (terpenting) di bagian akhir atau berlawanan dengan jenis piramida terbalik.
3. Pararel (beraturan), menyusun berita tanpa klimaks, datar, merata. Biasanya untuk memberitakan pengumuman-pengumuman. Semua isinya dianggap penting. Di antara tiga jenis cara menyusun berita itu yang paling sering digunakan oleh media massa dewasa ini adalah jenis piramida terbalik. Tujuannya untuk memudahkan pembaca menikmati inti berita secara cepat. Sebab, tidak semua pembaca mempunyai waktu yang cukup guna membaca berita. Selain itu. space yang tersedia di media cukup terbatas. Kalau berita yang ditulis wartawan misalnya melebihi space  yang tersedia, maka redaktur tak terlalu kesulitan untuk memotong bagian akhir berita yang nilai datanya tidak terlalu penting.
Dalam menyusun tulisan berita, yang perlu kita pikirkan dulu adalah menentukan lead (kepala atau teras berita). Yaitu, isi terpenting yang bisa mewakili makna dari berita yang akan kita paparkan. Dengan membaca lead orang sudah bisa membaca hngkasan seluruh berita. Di sini lead harus bisa menimbulkan daya getar bagi pembaca. Baru kalau seluruh data yang kita peroleh tersusun menjadi sebuah berita, selanjutnya kita bisa menentukan judul.
Namun. ini bukan berarti kita dilarang menentukan judul berita lebih dulu. Kalau kita mendapatkan gambaran judul yang menarik lebih dulu (sebelum berita ditulis), maka akan lebih baik judul berita kita tulis paling awal. Karena penulisan judul juga akan membantu redaktur menentukan alternatif judul yang akan ditampilkan di medianya.
Paling tidak, ada empat struktur atau kerangka dalam menyusun sebuah berita. Yaitu. judul, lead, tubuh berita dan penutup (ekor berita). Judul dan lead sudah jelas sebagaimana dipaparkan di atas. Sedang yang dimaksud tubuh berita adalah paparan atau penjabaran lead secara detail yang menyangkut 5 W + 1 H. secara ringkas dan padat berdasarkan fakta atau data yang ada. Sedang penutup/ekor berita adalah tambahan yang melengkapi, tetapi tidak selamanya penting untuk dibaca.
Itulah struktur/kerangka berita yang pokok. Berita panjang atau pendek seperti apapun tetap mempunyai judul, lead, tubuh dan ekor berita. Selain itu, yang tak kalah pentingnya, dalam menyusun berita yang baik adalah memperhatikan susunan kalimat dan ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Misalnya, kalimatnya tidak bertele-tele, melainkan harus padat, lugas dan efektif. Begitu juga dalam menulis nama seseorang, tempat, jabatan atau data berupa angka, hendaknya diperhatikan secara seksama.

Penulisan Berita yang Aman

Bagaimana dengan penulisan berita yang baik dan aman? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang wartawan saat menulis berita, baik menyangkut data maupun teknik penulisannya.
1. Akurat. Penulisan beritanya harus benar sesuai dengan aslinya. Baik itu menyangkut data maupun cara penulisannya. Misalnya nama pelaku, jabatan, tempat kejadian, ejaannya, dan lain sebagainya. Sebagai penjabaran akurasi, maka muncul formula 5W + H (What, Who, When, Where, Why dan How).
2. Imbang. Berita adalah laporan yang objektif, termasuk tidak memihak kepentingan kelompok tertentu. Sifat berimbang ini perlu dijaga agar berita tidak menyesatkan pembaca dan tidak digugat oleh pihak yang merasa dirinya dirugikan.
3. Objektif. Berita harus merupakan laporan faktual tentang suatu peristiwa seperti apa adanya, tetapi tentu saja sejauh hal ini dimungkinkan. Sebab, wartawan pun memiliki keterbatasan. Untuk mengejar objektifitas ini kemudian muncul laporan komprehensif dan laporan investigatif.
Ada pula yang mengistilahkan penulisan berita yang aman harus mengandung unsur ABC. Yaitu accurate (akurat, cermat), balance (imbang) dan clarity (jelas, murni). Demikian gambaran singkat soal berita dan cara penulisannya. Namun, yang patut diperhatikan, bahwa semua yang kami paparkan di atas bukan merupakan sesuatu yang baku melainkan bisa ditambah atau dikurangi. Di antara faktor penyebabnya karena perkembangan ilmu, teknologi, budaya, dan masih banyak lagi. Termasuk style dan misi media juga ikut mempengaruhi. (*)

Sumber : Sulthon, Wartawan Jawa Pos Radar Jombang (Disampaikan pada tanggal 17 Februari 2018 dalam workshop jurnalistik di SMP Al Furqan MQ) 

Apa Sih Jurnalistik Itu?

Pengertian Jurnalistik
Jurnalistik berasal dari kata ‘’journal’’ atau ‘’dujour’’ yang berarti catatan harian segala berita atau warta yang termuat dalam lembaran yang tercetak. Dalam kamus Bahasa Inggris ‘’journal’’ diartikan sebagai majalah, surat kabar dan buku catatan harian. Sedangkan ‘’journalistic’’ diartikan kewartawanan.
Karena kemajuan teknologi dan ditemukannya mesin percetakan surat kabar dengan sistem silinder (rotasi), maka muncullah istilah ‘’pers’’. Selanjutnya, banyak orang mengidentikkan ‘’jurnalistik’’ dengan ‘’pers’’ yang dalam Bahasa Inggris (press) berarti mesin cetak, mencetak, orang-orang yang terlibat dalam pengumpulan, penulisan atau produksi berita.
Selain itu, ada beberapa pandangan lain dari beberapa pakar maupun praktisi pers mengenai pengertian jurnalistik. Di antaranya jurnalistik adalah:
·         Semacam karang mengarang yang pada pokoknya memberi pekabaran pada masyarakat dengan secepat-cepatnya agar tersiar seluas-luasnya. (Adinegoro)
·         Semua usaha yang berkaitan dengan urusan berita serta komentar-komentar tentang suatu kejadian hingga sampai kepada publik. (Fraser Bond)
·         Penulisan tentang hal-hal yang tidak diketahui banyak orang. (Leslie Stephens)
·         Pengiriman informasi dari suatu tempat ke tempat lain dengan benar, seksama dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir dan selalu dapat dibuktikan. (Eric Hodgins)
·         Segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan. (Soemanang)
·         Aktivitas mengumpulkan berita dari hari ke hari dan menyiarkannya ke publik. (David Wainswright)

·         Hal karang mengarang di surat kabar; kewartawanan; persuratkabaran. (WJS Poerwadarminto)

Bisa pula pengertian jurnalistik akan mengikuti arah kepentingan pelakunya. Misalnya dalam pandangan pengusaha, jurnalistik adalah bisnis berita. Atau dalam pandangan orang pesantren, jurnalistik berarti kegiatan dakwah dengan sarana komunikasi melalui media lisan, tulisan, atau visual.
Dalam perkembangannya, secara sederhana, jurnalistik dipahami sebagai proses kegiatan meliput (mencari), memuat dan menyebarluaskan peristiwa yang bernilai berita (news) dan pandangan (views) kepada khalayak melalui saluran media massa, cetak atau elektronik. Pelakunya disebut jurnalis atau wartawan.
Dari pengertian di atas, kita dapat memperoleh gambaran bagaimana mengelola atau menyusun sebuah konsep kerja jurnalistik. Yaitu, pertama, meliput dan membuat news dan view. Kegiatan ini menjadi tugas redaksi yang didalamnya ada wartawan. Kedua, menyebarluaskan kepada khalayak. Ini merupakan sisi komersial dari media dan menjadi tugas bagian pemasaran yang meliputi sirkulasi, iklan dan promosi.
Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis. Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang yaitu sebagai proses, teknik, dan ilmu.
  
·         Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
·         Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
·         Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri.
Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan. Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa.

Jurnalistik Islam

Jurnalistik Islam dapat dimaknai sebagai suatu proses meliput, mengolah dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam. Jurnalistik Islam, dapat juga dimaknai sebagai proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan nilai-nilai Islam.
Dedi Djamaluddin Malik memaknai jurnalistik Islam sebagai crusade journalism. Yaitu, jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam.
Dengan demikian, misi yang diemban adalah amar makruf nahi munkar seperti firman Allah yang berbunyi: ‘’Dan hendaklah ada sebagian di antara kamu sekelompok orang yang senantiasa mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf dan mencegah yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.’’ (QS 3:104). Jadi, jurnalistik Islam adalah upaya dakwah islamiyah.
Ciri khas jurnalistik Islam adalah menyebarluaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT, serta berusaha keras mempengaruhi khalayak agar berprilaku sesuai dengan ajaran Islam. Di samping itu, juga senantiasa mengindari gambar-gambar ataupun ungkapan-ungkapan yang tidak Islami, menjauhkan promosi kemaksiatan dan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam.
Mengingat jurnalistik Islam sebagai sarana dakwah, maka setiap wartawannya berkewajiban menjadikan Islam sebagai ‘’ideologi’’ dalam profesinya. Hal itu juga berlaku bagi jurnalis muslim yang bekerja pada media massa umum. Sebab, dakwah memang merupakan kewajiban yang melekat dalam diri setiap muslim. Karena profesinya di jurnalistik, maka misi dakwah yang diemban adalah bil qolam (melalui tulisan).
Selain mengacu pada etika jurnalistik umum, para jurnalis muslim harus terikat dengan nilai-nilai, norma dan etika Islam. Jurnalis muslim bukan hanya wartawan beragama Islam dan committed dengan ajaran agamanya, melainkan juga para cendikiawan muslim, ulama, mubalig dan umat Islam pada umumnya yang cakap menulis di media massa.

Dewasa ini, pers Islam dapat dikatakan kalah unggul dan kalah pamor oleh pers umum. Penyebabnya, antara lain karena lemahnya dukungan dana, manajemen yang kurang professional dan kurangnya kesadaran informasi dari umta Islam itu sendiri terhadap masalah-masalah keislaman.

Jurnalistik Islam dan peranan jurnalis muslim akan efektif jika ada media massa yang menjadi wadahnya, yakni pers Islam. Dimana para pengelolanya tidak netral dalam mengolah informasi, melainkan memihak pada kepentingan agama dan umat Islam.
Menurut pakar komunikasi Islam Jalaluddin Rahmat, setidaknya ada lima peranan yang bisa dilakukan oleh jurnalis Islam. Yaitu sebagai pendidik (muaddib), pelurus informasi (musaddid), pembaharu (mujaddid), pemersatu (muwahid) dan sebagai pejuang (mujahid). (*) 

Sumber : Sulton, Wartawan Jawa Pos Radar Jombang (disampaikan pada tanggal 17 Februari 2018 dalam workshop jurnalistik di SMP Al Furqan MQ)  


Minggu, 24 Januari 2016

URGENSI AL QUR’AN DAN SIKAP KITA TERHADAPNYA

1.1.       Latar Belakang
Memahami arti al-Qur’an merupakan langkah awal untuk lebih jauh memahami kandungan dan pentingnya bagi kehidupan. Maka, perlu dijelaskan  secara epistemologi arti dari al-Qur’an itu sendiri. Disamping itu, memahami arti kata juga merupakan jalan untuk memahami pentingnya al Qur’an dan sikap kita terhadapnya.
            al-Qur’an merupakan masdar yang maknanya sinonim dengan makna qira’ah (bacaan). Hal ini sebagaimana dipakai dalam ayat 17, 18 pada surat al-Qiyamah yang artinya “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu”.[1]
            Secara istilah para ahli ilmu kalam (teologi Islam) berpendapat bahwa al-Qur’an adalah kalimat-kalimat yang maha bijaksana yang azali yang tersusun dari huruf-huruf lafdhiyah, dzihniyah dan ruhiyah. Atau al-Qur’anitu adalah lafal yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW mulai dari awal surat al-Fatihah sampai dengan surah al-Nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan dan azali.
            Sedangkan ulama ushuliyyin , fuqaha’ dan ulama ahli bahasa berpendapat bahwa al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW mulai awal dari al-Fatihah sampai akhir surah al-Nas.[2]

ISLAM NUSANTARA, SEJARAH KEMUNCULAN DAN KONTROVERSINYA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Melihat sejarah kedatangan Islam di kepulauan Nusantara, yang masuk di tengah kehidupan masyarakat Indonesia saat itu sudah bukan “Islam Asli” seperti yang pertama berkembang di tanah arab. Islam yang datang adalah islam yang telah bertradisi local sesuai tradisi yang dianut para pembawanya.  Sebagaimana yang  diketahui, penyebar Islam yang pertama terdiri dari para pedagang yang berasal dari India selatan atau daerah pantai Malibar, pedagang Cina (Cempa), Persia, dan Arab sendiri. Mereka datang pertama kalinya ke Aceh bersama kepercayaan yang mereka pahami dari suatu aturan atau hokum-hukum Islam. Dengan demikian, Islam disini, di masyarakat yang pada awalnya merupakan jalinan perdagangan kemudian menyebar ke penjuru Indonesia adalah Islam yang telah menyesuaikan dengan keyakinan masyarakat local, karena pertimbangan sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.
Islam dan tradisi lokal bertemu, kemudian membentuk konstruk pemahaman yang baru. Baik dari nilai-nilai maupun dari mayarakat itu sendiri. Keduanya bertemu dengan masyarakat, baik secara kolektif maupun individual, tanpa bisa diklasifikasikan secara pasti mana yang berasal dari Islam dan mana yang produk lokal. Lama-lama tradisi itu berkembang, diwariskan dari generasi ke generasi dan ditransmisikan dari masa lalu ke masa kini. Dalam pewarisan itu sebenarnya tidak hanya terjadi secara pasif, tetapi juga dikonstruksikan sesuai dengan yang dipahami ahli waris dalam konteks sosial budaya dimana mereka berada. Pewarisan dan konstruksi ini terjadi melalui serangkaian tindakan yang ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma melalui pengulangan. Jadilah tradisi yang muncul kemudian berada di tengah kombinasi antara tradisi-tradisi pra-Hindu-Budha, tradisi zaman Hindu-Budha, dan tradisi Islam, yang disebutkan sudah tidak asli lagi. Dengan demikian berbicara tradisi Islam disini, tentunya berbicara tentang serangkaian ajaran atau doktrin  yang bercampur jadi satu dan terus berlangsung dari masa lalu sampai sekarang.

POLA ISLAMISASI DI JAWA




BAB I 
PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang
Jawa adalah salah satu pulau di antara 13.000 pulau di indonesia. Ia menjadi tempat berdomisili sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu pemerintah sudah sejak lama melaksanakan program transmigran yang dimaksudkan untuk pemerataan tingkat kepadatan penduduk di samping meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Jawa menjadi pusat perhatian keindonesiaan karena beberapa istilah yang berasal dari budaya, falsafah, dan bahasa jawa menjadi simbol bangsa. Beberapa pejabat pemerintah ikut andil dalam mempopulerkan istilah-istilah tersebut sehingga menjadi simbol bangsa itu. Istilah pancasila yang merupakan dasar negara berasal dari bahasa Jawa, begitu juga tulisan yang terpampang pada papan yang dicengkeram kaki burung Garuda, Bhinneka Tunggal Ika.[1]
Sejak zaman prasejarah penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar handal yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil yang dijual disana menarik para pedagang dan menjadi lintasan penting antara China dan India.[2]