Rabu, 27 Maret 2013

Lunga ! Kaji. Sekarang juga bisa.



Tak perlu menunggu tahun ini.
Tingginya animo masyarakat yang ingin pergi haji/lunga kaji/naik haji ke Mekkah menimbulkan sejumlah keterpendingan (ketertundaan) yang harus dilakukan oleh pemerintah, karena keterbatasan kuota yang tersedia dibandingkan jumlah pendaftar naik haji dari tahun ke tahun. Bahkan untuk 10 (sepuluh) tahun yang akan datang pun sebagian kuota telah terpenuhi. Untuk wilayah Jatim saja berlaku daftar tahun sekarang (2011), berangkat tahun 2021.
Dan sejumlah keterpendingan itu tentunya menimbulkan dana tertahan bertahun-tahun di bank, yang memungkinkan bank mengelola untuk aktivitas perbankkan yang ada (misalnya kredit-kredit (KPR dll) di masyarakat melalui BPR, bank thithil, lembaga finance) dan macet serta sulit mengembalikannya. Namun yang terpenting adalah memicu peredaran rente/riba/duit bunga berbunga yang semakin tak terkendali dan menimbulkan sejumlah kredit macet di masyarakat saat ini. Hal ini cukup beralasan, karena uang yang terlanjur masuk dalam pendaftaran ongkos naik haji (ONH) sangat sulit ditarik kembali oleh pemiliknya sekalipun dengan berbagai macam alasannya.
 Animo yang demikian besar untuk naik haji/lunga kaji menunjukkan, bahwa setiap orang ingin mulia di hadapan Tuhannya. Dan salah satunya adalah menjadi seorang haji/kaji. Namun selama itukah untuk mendapatkan kemuliaan yang dicita-citakan ? Padahal  kalau bisa sekarang, mengapa harus menunggu besok, apalagi 10 (sepuluh) tahun yang akan datang ?
            Keterpendingan sebenarnya bukan idealisme bagi setiap calon jamaah haji (CJH), karena kalau bisa sekarang mengapa harus tahun ini, apalagi 10 (sepuluh) tahun yang akan datang ? Namun kebijakan kuota pengunjung Mekkah al-Mukarromah yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi memang harus diberlakukan, karena keterbatasan fasilitas dan tempat (terutama) di Mekkah itu sendiri, walaupun kebijakan itu tentu ”merugikan” bagi CJH yang mengalami ketertundaan cita-citanya mendapat kemuliaan yang diinginkan yaitu menjadi haji yang mabrur yang tiada balasannya kecuali surga.
            Kalau menilik sejumlah keterpendingan pemberangkatan dari pembayaran ONH yang ada, mungkin Tuhan belum berkenan menerima para tamuNya, karena dianggap belum memenuhi syarat-syarat tamu Tuhan yang menjadi haji mabrur, sehingga untuk itu (haji para CJH melalui ONH) harus dipending terlebih dulu. Demikiankah ? Hanya Tuhanlah yang maha mengetahuinya. Namun demikian ada sedikit celah penerang yang bisa memberikan informasi, salah satunya yaitu melalui istilah naik haji dan lunga kaji.

Naik Haji       
Naik merupakan aktivitas seseorang dari tempat/kelas/strata/tingkat yang rendah ke tempat/kelas/strata/grade yang lebih tinggi. Demikian juga jarang sekali orang yang memaknai naik haji, sebagai sebuah kenaikan ke strata/tingkat yang lebih tinggi atau naik ke kelas yang lebih tinggi. Haji merupakan bagian dari rukun islam tertinggi yang ke-lima.
            Idealismenya seorang haji adalah orang yang ideologinya hanya menghamba kepada Tuhan (syahadat); terdepan (menjadi imam) dalam mendirikan/mengadopsi/menggunakan sistem shalat dalam seluruh aktivitas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam)nya (mendirikan/aqimish shalat mencegah kerusakan dan kemungkaran); mampu mengendalikan (puasa/shiyam) dan mendistribusikan (lung-lung, weh-weh, memberi)  seluruh potensi kemampuannya ke dalam beragam sektor kehidupan (perdagangan/bai'un (modal, barang, jasa) , pertemanan/khullatun, pertolongan (pinjaman/pelunasan hutang) /syafa'ah); telah sedang akan mampu mengelola dan menyalurkan (lung-lung, weh-weh, memberi) zakat (shadaqah, infaq, pemberian, fai)nya sabagai bagian kecil dari potensi kemampuannya kepada yang berhak fakir, miskin, amil, gharim, muallaf, riqob, sabilillah dan ibnu sabil (seperti person-person tercantum dalam kata shadaqah, infaq dll); baru kemudian mendaftarkan wisuda sarjana haji ke Mekkah karena aktivitas lung-lung, weh-weh, memberi yang telah optimal dijalankannya, sehingga telah ka-aji/kaji di lingkungannya dan layak menjadi haji.
 Demikiankah  para CJH dan para haji itu saat ini ? Belum, dimana hal ini ditunjukkan secara jelas oleh indikatornya yaitu renten/riba semakin berkembang dan tidak semakin hilang. Bahkan oleh bank yang berlabel syariah sekalipun. Padahal Tuhan telah jelas memberikan solusi bagi peredaran riba yang merajalela yaitu melalui sedekah yang subur dimana-mana. Namun yang terjadi adalah banyaknya juru tagih (debt collector) bank/lembaga kredit/koperasi yang beredar dimana-mana menjadi centhengnya dan sedikit sekali orang/lembaga (termasuk pemerintah) yang melakukan pembelaan dengan sedekahnya bagi terhutang yang masih kesulitan untuk membayar cicilan yang disepakati.
“Hai orang-orang yang beriman nafkahkan hartamu dari apa yang Aku rizqikan kepadamu sebelum datang kepadamu satu masa yang tidak ada di dalamnya perdagangan, pemberdayaan kerja/pertemanan dan pertolongan (mati pen.). Dan orang-orang yang mendustakan (kafir terhadap adanya  perdagangan, pemberdayaan kerja/pertemanan dan pertolongan) termasuk dalam golongan orang-orang yang dzalim (QS.2:255)
Allah menghapuskan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan barang siapa kufur, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir dan membikin dosa/kesalahan  (QS.276).
           
Person-person dalam shadaqah di atas yang terdiri dari beberapa kelompok masyarakat antara lain; fakir (orang yang tak memiliki penghasilan dan pekerjaan seperti pengangguran), miskin (orang yang memiliki pekerjaan dan penghasilan , namun tidak mencukupi), amil (orang yang mendapat mandat mengambil dan mendistribusikan shadaqah/zakat yang dihimpun), muallaf (orang yang bertaubat), riqab (orang yang ingin memerdekakan dari perbudakan menjadi orang mandiri/usaha mandiri),  gharimin (orang yang mempunyai utang dan kesulitan untuk melunasinya seperti orang yang terlilit rente bank thithil hingga bank konvensional), sabilillah (orang yang sedang menjalankan tugas kemasyarakatan seperti pendidik), ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan misalnya musafir, pelajar, mahasiswa)

Sesungguhnya shadaqah itu bagi orang-orang yang faqir, orang-orang miskin, orang-orang yang membagikan, orang-orang yang hatinya tertambat menjadi hamba Tuhan, budak yang ingin merdeka, orang-orang yang punya utang, orang-orang yang berjuang di jalan Tuhan, dan orang-orang yang bersafar (QS.10:60)”.

“Mereka bertanya tentang untuk siapa infaq itu. Dan apa-apa yang diinfaqkan dari sesuatu yang baik untuk kedua orang tuanya, kerabatnya, para yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan. Dan apa yang baik yang engkau lakukan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (QS.2:215)

Dengan demikian menuju naik haji seharusnya setiap person menjalani lelaku yang terdapat rukun Islam sebelumnya. Jadi bila seseorang ingin naik haji, sebagaimana terungkap di atas maka tahapan yang harus ditempuh adalah pertama syahadat dahulu, kedua mendirikan shalat, ketiga menunaikan zakat, keempat melaksanakan puasa, baru kelima naik haji.
  
Lunga! Kaji
Lunga! Kaji merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang diartikan secara umum dengan makna pergi haji (tindak haji), .Namun jarang sekali yang memaknai lunga ! kaji, sebagai lafal dan kalimat perintah dari kata kerja bahasa Jawa lung  yang artinya memberi dan mendapat khiran huruf a (ao bhs. Jawa)  berbunyi lungo ! yang berarti memberilah ! , maka kaji/keaji/ kajen  (dimuliakan/mendapat kemuliaan). Lunga dalam bahasa Jawa salah satunya berarti weweha (memberilah). 
Sangat dalam makna pernyataan Lunga! Kaji di atas, namun masih dimengerti pada tataran makna harfiah pergi saja dan belum pada makna lelaku distribusi potensi kepada setiap anggota masyarakat di sekitar calon jamaah haji.  Padahal untuk itu sejatinya untuk menjadi kaji syaratnya sangat mudah  yaitu lunga !  Lung-lung (memberi) kepada yang berhak dan berkenan  menerima dan membutuhkan pemberian (lungan) tidak perlu menunggu waktu yang lama, sekarang pun bisa. Jadi untuk kaji/keaji/kajen, sekarang pun bisa dan tidak harus menunggu tahun ini, apalagi 10 tahun yang akan datang.
            Dalam aktivitas lung-lung tidak ada pembatasan apa dan berapa yang harus dilungkan. Apapun dan berapapun bukan menjadi pembatas aktivitas ini, bisa uang, beras, barang, pekerjaan, modal, pinjaman, sarana prasarana, pelunasan hutang dan lain-lain. Sedikit dan banyak bukan menjadi ukuran untuk melakukan pemberian.  Setidaknya setara dengan kemampuan orang yang melakukan pemberian. Sedikit boleh. Banyak  pun apalagi lebih boleh. Namun tentunya kepada yang tepat untuk mendapatkan pemberiannya, sebagaimana tersebut pada ayat al-Qur'an di atas. Terutama tetangga yang lebih dekat dengan pemberi. Setidaknya 40 (empat puluh) rumah tetangga di sekitar pemberi.
Untuk itu seorang CJH memang seharusnya orang yang benar-benar kaya segalanya baik moral maupun material.  Dan menjadi pemimpin masyarakatnya yang berpegang pada tali Allah, menjadi khalifah dalam khilafah/pemerintahan bagi masyarakat sekitarnya,setidaknya ketua satu RT dalam wilayahnya misalnya, jadi setidaknya diri dan keluarganya serta 40 (empat puluh) rumah tetangga di sekitarnya, menjadi hamba Tuhan yang beriman dan bertaqwa. Haji/kaji adalah orang yang sudah menjalankan aktifitas lung lung/ weh weh bagi siapapun yang membutuhkannya. Sehingga dia aji/mulia di masyarakatnya, walaupun belum haji ke Mekkah. sehingga pada masanya baru kemudian wisuda haji  ke Mekkah setelah optimal lung lungnya. Menjadi haji adalah menjadi waliullah yang menguasai suatu wilayah disebut waliul-amri (pemimpin (ketua/lurah/camat/bupati/gubernur/presiden/raja) pemerintahan (RT, RW, kelurahan, kabupaten, propinsi, negara, kerajaan), sekaligus waliud-din yang menguasai tatanan masyarakat, adab, dan budaya dalam kehidupan suatu masyarakat.Untuk itu gerakkan  Lunga!   bakal/akan Kaji. 
Pembimbing = wali
Pembimbing sering digunakan untuk memaknai kata wali. Untuk itu seorang pembimbing haji seharusnya adalah seorang wali. Dan seorang wali adalah seorang pemimpin/pengayom/ pendidik/tempat bergantung bagi masyarakatnya. Dengan demikian tidak terlalu salah, bila seorang haji adalah orang yang kaji dalam masyarakatnya. Orang telah kaji  lunga/pergi ke Mekkah dan tentunya telah menjadi pelaku  lunga! / memberilah !, sehingga masyarakat dan dirinya sendiri yang bisa menilai kelayakannya disebut kaji. Jadi Menjadi haji adalah menjadi waliullah yang menguasai suatu wilayah disebut waliul-amri, sekaligus waliud-din yang menguasai tatanan masyarakat, adab, dan budaya dalam kehidupan suatu masyarakat.
Kalau menilik dari idealisme naik haji dan lunga kaji  di atas, maka setiap para pembimbing manasik haji seharusnya menjadi orang-orang yang memimpin suatu wilayah kewalian setidaknya 40 (empat puluh) tetangga di sekitarnya , minimal 1(satu RT, apalagi kalau jamaah bimbingannya setiap tahun 100-400 orang, maka banyak orang yang ideal mendapat manfaat dari seorang pembimbing manasik haji ).
Untuk itulah seharusnya upaya para pembimbing (pembimbing lho !!) untuk naik  tangga ke haji  yaitu melewati tahap salah satunya adalah aktivitas memberi-memberi /lung-lung/aweh-aweh antara lain; zakat, shadaqah, infaq, aatal mall. Namun bila yang terjadi saat ini banyak pembimbing manasik haji yang belum masuk dalam idealisme yang demikian, tentunya kembali lagi pada pembimbing itu dalam memahami agamanya dalam aplikasi tuntunan itu ke dalam kehidupannya sehari-hari apakah mereka pelaku lung-lung  itu atau bukan.

Mabrur tidak ke Mekkah
Pada satu kisah diceritakan bahwa ada seseorang/CJH hendak pergi haji ke Mekkah. Di perjalanan dia merasakan lapar yang sangat, tiba-tiba mencium bau daging yang sedang dibakar. Bertambah pula hasratnya untuk menemukan sumber bau sedap daging yang dibakar. Hingga akhirnya dia menemukan seorang perempuan bersama anak-anaknya sedang menunggui daging yang dibakarnya matang. Kemudian CJH ini mendekati perempuan itu dan hendak membeli sebagian daging yang dibakarnya. 
Namun ...perempuan itu menolak menjual maupun memberikannya dengan mengatakan,"daging ini halal bagi kami, namun haram bagi tuan".
Sang CJH pun bertanya,"Mengapa engkau melarangku untuk membeli dan memberikannya kepadaku. Aku lapar. butuh makanan yang aku makan."
"Ya, kami mengetahui kalau tuan lapar dan butuh makanan. Namun daging ini haram dimakan tuan, tapi halal bagi kami. Kami kelaparan dan tidak ada uang atau barang yang bisa kami gunakan untuk membeli atau menukar dengan makanan yang halal. Dan tidak ada orang yang datang memberi kami santunan. Ketahuilah tuan! daging ini adalah daging bangkai keledai di jalan yang saya ambil sebagian untuk mengganjal perut kami sementara, agar tidak mati kelaparan.  Karena itu saya mengatakan," daging ini halal bagi kami, namun haram bagi tuan". jawab perempuan itu dengan menjelaskan duduk perkaranya.
Mendengar penuturan perempuan itu, maka CJH itu langsung tersentuh hatinya, kemudian memberikan bekal yang dibawanya dari rumah menuju ke Mekkah kepada perempuan itu.
Dan akhirnya pada kisah itu diceritakan bahwa kurang lebih 600000 orang jamaah haji di Mekkah yang diberitakan para malaikat telah tertolak (mardud) hajinya. Kemudian menjadi mabrur karena perilaku CJH yang gagal berangkat di atas. Wallaahu a'lam.

 Sarjana haji bukan sarjana manasik

CJH ibaratnya seperti seorang calon mahasiswa baru yang hendak memasuki perguruan tinggi untuk mendapatkan titel seorang sarjana, maka tidak cukup dengan hanya membayar uang masuk perguruan tinggi, kemudian menjadi sarjana. Di samping harus membayar ongkos masuk perguruan tinggi, dia mendapat keharusan mengikuti perkuliaan yang ada dan lulus, praktek kerja- praktek kerja sesuai dengan bidang yang diambil, menulis skripsi pada akhirnya dan lulus ujian skripsinya, baru kemudian sang calon mahasiswa mendapat gelar sarjana. Sehingga layak mengikuti prosesi wisuda sarjana.  Jadi Sarjana didapatkan bukan melalui sebuah prosesi wisuda sarjana saja, tetapi melalui proses-proses (ospek, kuliah, lulus, praktek kerja lapang, lulus, bikin skripsi, diuji, lulus) di atas.
Demikian juga seharusnya dengan gelar haji bukan  didapatkan melalui prosesi manasik haji saja seperti yang sering diselenggarakan para petugas pembimbing manasik haji, tetapi   dilaksanakan oleh seorang warganya  melalui tahapan-tahapan dalam rukun Islam di atas. Sarjana haji bukan sarjana manasik.
Sehingga dengan demikian Departemen Agama RI pun tidak kebingungan menyeleksi siapa-siapa yang telah layak berangkat haji, dan tidak perlu terjadi pemendingan yang sekian lama, karena masing-masing orang bisa menilai kelayakan dirinya untuk berangkat wisuda menjadi Sarjana Haji.
Demikian juga seharusnya pemerintah kerajaan Arab Saudi tak perlu kerepotan merubah situs-situs bersejarah yang ada.

Haji Hne H mung siji dudu H H H H HA HA Hi Hi Hi

Haji merupakan gelar yang sering terpampang di depan nama seseorang yang pada umumnya telah mengikuti prosesi ritual pergi ke Mekkah, namun apa jadinya bila gelar haji (H) dipampang di depan nama setiap orang yang pulang haji. Tentu menjadi  H H H H H H H Hi Hi Hi Hi Hi Fulan. Laksana orang tertawa atau keheranan Ha Ha Ha atau Ha ! H ! H !. Namun  tidak mungkin seseorang menempelkan H sebanyak di atas di depan namanya, karena tentu akan menggelikan dan ditertawakan.  Untuk itulah mengapa haji cukup dilakukan sekali saja. Walaupun mungkin bisa dikerjakan berkali-kali (dengan alasan menjadi pembimbing sekalipun, karena Hnya prosesi upacara pengukuhan H1 (satu/siji) saja), namun gelar yang terpampang Hnya h-nya satu saja. H. Bukan H H H H H atau Ha Ha Ha Ha atau Hi Hi Hi Hi.

PENUTUP
            Lunga ! kaji. Merupakan kalimat yang secara samar terungkapkan sebagai sebuah perintah kepada setiap orang untuk peduli menjaga keberimbangan kehidupan alam menutupi yang kurang dan mendistribusikan yang berlebih, sehingga menjadi sebuah sistem yang dinamis mengikuti qadha dan qadar/sunnatullah dan dinullah. Ini merupakan karunia pemahaman yang diberikan Tuhan kepada siapa saja hambaNya yang dikehendaki untuk membuka kembali pemahaman-pemahaman  dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam penghambaannya kepada Tuhan. Dengan pemahaman di atas untuk kaji tidak perlu menunggu tahun ini apalagi 10 (sepuluh) tahun yang akan datang. Sekarang pun kita bisa LUNGA! Dan ... Kaji.
Yen pingin kaji/keaji/diajeni mangka Lunga! Piro wae saiki uga sing mbok LUNG ke marang wong kang butuhake, mangka slirane yo bakal Kaji. Lan  PING piro wae slirane budhal lunga menyang Mekkah, mangka gelar hajinira hamung siji. Haji hane hamung siji. Dudu H H H H dadi kaya wong kang ngguyu lan nggeguyu Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha!!! (Kalau menginginkan dimulyakan, maka memberilah! Berapapun dan sekarang juga anda memberikannya kepada orang membutuhkannya, maka anda pasti mulya. Dan berapakalipun anda bepergian ke Mekkah untuk haji, maka gelar haji anda pun Hnya satu saja. Haji Hnya Hnya satu. Bukan H H H H sehingga seperti orang tertawa dan menertawakan   Ha Ha Ha Hi Hi !!!

Oleh MD. Abduh
Pondok Kuningan
Tawangsari Garum Blitar Jatim Indonesia 081358139029