Anda pastinya puya berbagai macam persepsi mengapa
seniman dalam satu sisi tertentu mempunyai kesamaan performan yang biasa kita
sebut gondrong. Gondrong bagi seniman, budayawan, preman, bahkan sebagian
ustadz agaknya lebih menyiapkan idetitas gondrong sebagai seni, lantas jika
yang diperbincanngkan adalah seni, tidak akan timbul satu kesepakatan untuk
mencemoh, menghina, mencari sisi negative dari sebuah gondrong karena itu
adalah seni. Setiap kepala terserah mengartikan, memberi definisi seni menurut
ideology pribadi. Karena seni itu tiada batas yang mengikat, tidak pernah
teridentivikasi dengan mutlak bahwa seni harus demikian dan demikian. Dia
merupakan kreativitas, potret penggalian rasa, selera untuk dinikmati demi
menangkap suatu keindahan yang terpendam. Dia bukan ibadah mahdhah, yang harus
tersistem dengan paket yang telah ditentukan. Jika shalat lima waktu mencapai
17 rakaat dalam sehari, jangan anda tambah dengan dua kali lipat bilangannya,
mentang-mentang fisik anda prima, kuat, tahan banting, dan seorang olahragawan.
Maka, Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, seni bisa
dilihat dalam intisari ekspresi dari kreativitas
manusia. Seni juga dapat diartikan dengan sesuatu yang diciptakan manusia yang
mengandung unsur keindahan. Tidak ada batas yang mengikat untuk sebuah selera
makan, keindahan performan, kepuasan jiwa, demi mengobati kehausan diri akan
nikmat Tuhan yang tiada henti.
Seni juga mempunyai satu medium untuk dicerna di hadapan
public. Ada sudut-sudut batasan jika seni harus di sosialkan di hadapan
masyarakat luas, di segment kehidupan yang penuh nilai-nilai, norma, adat,
agama, politik, budaya, maupun pada garis sentral di hadapan Tuhan sang pencipta.
Seni bisa menjadi cercaan sekaligus pujian. Bahwa, jika eksploitasi seksual
mejadi daya tarik untuk mejadikan itu seni, maka seni sudah kehilangan ruhnya
sebagai disiplin limu yang memangku etika, estetika, dan saintika.
Etika itu adab, toto
kromo, andab ashor, moral, akhlak. Etika itu macam banykanya, system sosial
mengakar di kehidupan kita bahwa jika anda melawan orang tua itu namanya suul
adab. langganan tiap tahun naik haji, sedang sebelah rumah, tetangga anda
sakit, kelaparan butuh makan itu sudah ketimpangan moral. Mencuri buah kelapa
dikurung 7 tahun karena perut sudah tak terisi beberapa hari, sedang
menggerogoti uang rakyat tiap tahun, bermilyar-milyar, triliyunan rupiah, masih
bisa bernafas cukup 2 tahun di penjara. Ironis sekaligus miris. Itu namanya
etika. Etika tidak mengajarkan kepandaian akal dan kecemerlangan fikiran, ia
memandu kita akan kemaslahatan, kepantasan berperilaku, dan kesadaran untuk
berlaku sesuai adat dan norma.