Kamis, 29 September 2011

Persepsi tentang politik

Seorang penjual mematok harga lombok dengan seratus ribu per kgnya. Padahal harga aslinya Cuma lima puluh ribu perkg. Itulah politik. Seorang mahasiswa menghasilkan suatu penelitian, makalah, atau apalah namanya dengan mengutip secara kasar saya mengatakan dengan “memplagiat” , itulah politik. Membaca Al-Qur’an dengan niatan agar dipuji dan dianggap orang alim itu juga politik. Kalau kita artikan secara universal, makna politik begitu banyak dan luas. Spesifikasi maknanya begitu mengena dan tajam. Agaknya kita harus menggugat kepada pusat bahasa.
Paradigma masyarakat dewasa ini agaknya sudah paham dalam memaknai apa itu politik. Politik dianggap panggung kebohongan dan penipuan. Sampai pada sebuah anggapan, bahwa kyai yang ikut kontes dalam suara politik, maka sudah dianggap tidak suci dan aura kekyaiannya luntur. Ah..sudah dewasa ternyata pola pikir masyarakat kita sekarang.
Padahal politik jika diartikan secara literatur menurut definisinya adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana Imbungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan/ lembaga yaitu pemerintah.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Bukan karena definisinyalah masyarakat menganggap politik itu buruk, tapi karena pelaku politik itulah yang membuat pandangan masyarakat menjadi kontra dengan arti sesunguhnya.
18 Maret 2011