Seorang
penjual mematok harga lombok dengan seratus ribu per kgnya. Padahal harga
aslinya Cuma lima puluh ribu perkg. Itulah politik. Seorang mahasiswa
menghasilkan suatu penelitian, makalah, atau apalah namanya dengan mengutip
secara kasar saya mengatakan dengan “memplagiat” , itulah politik. Membaca
Al-Qur’an dengan niatan agar dipuji dan dianggap orang alim itu juga politik.
Kalau kita artikan secara universal, makna politik begitu banyak dan luas.
Spesifikasi maknanya begitu mengena dan tajam. Agaknya kita harus menggugat
kepada pusat bahasa.
Paradigma
masyarakat dewasa ini agaknya sudah paham dalam memaknai apa itu politik.
Politik dianggap panggung kebohongan dan penipuan. Sampai pada sebuah anggapan,
bahwa kyai yang ikut kontes dalam suara politik, maka sudah dianggap tidak suci
dan aura kekyaiannya luntur. Ah..sudah dewasa ternyata pola pikir masyarakat
kita sekarang.
Padahal
politik jika diartikan secara literatur menurut definisinya adalah seni tentang kenegaraan
yang dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana
Imbungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang
meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya
kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan/ lembaga yaitu
pemerintah.
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan
upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat
politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Bukan karena
definisinyalah masyarakat menganggap politik itu buruk, tapi karena pelaku
politik itulah yang membuat pandangan masyarakat menjadi kontra dengan arti
sesunguhnya.
18
Maret 2011