Jumat, 23 September 2011

SKS (Sistem Kebut Semalam)


Ada fenomena menarik dikalangan civitas mahasiswa ketika akan menghadapi UTS atau UAS. Fenomena ini agaknya sudah menjadi suatu budaya yang sudah menjalar dan mengakar disetiap diri mahasiswa. sampai mengakar dan menjalarnya fenomena ini, menyebabkan satu pandangan merata bahwa setiap mahasiswa pasti tidak bisa terlepas dari budaya ini, walaupun sedikit dari mereka ada juga yang tidak terpengaruh dari budaya yang ada. Sesungguhnya pola fikir manusia sedikit banyak terpengaruh dari lingkungan dan budaya disekitarnnya. Anak kecil jika dibesarkan dilingkungan preman, maka sifat dan tingkah lakunya akan seperti preman. Seekor anak srigala jika dibesarkan oleh kambing sebagai induknya, maka ia akan mengikuti sebagaimana tingkah laku seekor kambing, walaupun srigala adalah hewan yang buas dan garang. Ini adalah fenomena, yang tidak semua orang menyadari dan merasakannya. Hanya orang yang bermadzhab sosialis yang dapat merasakan dan menyadari gejala ini.
Nah, fenomena yang terjadi ketika mahasiswa menghadapi UTS atau UAS adalah belajar ngotot dengan model dan metode yang saya anggap sebuah metode yang praktis dan efisien. Metode yang saya maksud adalah SKS (sistem kebut semalam) yang sudah mendapat acungan jempol dari berbagai kalangan dari mulai rektor sampai dosen. Metode ini sudah ditelaah dan dianalisis dengan berbagai teori yang ada. Konstruktivisme, behaviorisme, cybernetic, pendekan kognitif, afektifisme, dan lain-lain yang semua teori pembelajaran mencoba menganalisa metode baru yang bernama SKS ini.  Berbagai pandangan muncul, beragam definisi diartikan dan bermacam pro dan kontra diperdebatkan.
Menariknya lagi, sasaran objek yang diperbincangkan pun tidak ambil pusing terkait dengan masalah ini. Mereka enjoy-enjoy aja, menikmati suasana. Kembali pada masalah SKS, jadi mereka akan belajar ngoyo dan keras hanya ketika akan UAS. Waktu perkuliahan tidak dipergunakan dengan baik untuk belajar. Menghabiskan waktu hanya untuk ngopi di kedai terdekat. Membicarakan topik-topik basi, membincangkan tentang perempuan dan sekitarnya. Kadang di waktu yang senggang mereka beroprasi di wilayah keorganisasian, ikut andil dalam kegiatan sosial dan amal. Setidaknya ada sisi positif selain ngopi dan cangkru’an.
Belajar dalam prespektif mereka tidak hanya belajar ilmu. Tidak hanya mereview mata kuliah yang ber-“SKS”. Mereka mempelajari apa saja. Karena bagi mereka, apapun itu ilmu, dimanapun itu sekolahan, dan siapapun itu guru.
Maka dari itu SKS (sistem kebut semalam) ada sisi positif dan negatif disana yang harus di sinauni bersama. Jadi, SKS-kah model belajar anda?
Malang, 28 desember 2010