Kamis, 24 November 2011

MENYEBUT DAN MEMBUANG MUSNAD ILAIH


A.    Menyebut Musnad Ilaih
Al-Dzikr secara leksikal bermakna menyebut. Sedangkan dalam terminologi ilmu balaghah Al-Dzikr adalah menyebut musnad ilaih. Al-Dzikr merupakan kebalikan dari al-Hadzfu.
Contoh:
الأستاذ جاء. جوابا لمن سأل: من جاء
Dalam praktek berbahasa Al-Dzikr mempunyai beberapa tujuan / faidah, yaitu:
1.      Al-Idhah wa al-tafriq (menjelaskan dan membedakan)
Penyebutan musnad ilaih pada suatu kalimat salah satunya bertujuan untuk menjelaskan subjek pada suatu nisbah. Jika musnad ilaih itu tidak disebutkan maka tidak akan muncul kesan kekhususannya.
Contoh:
محمدٌ محاضرٌ
sebagai jawaban dari
مَنِ المحاضرُ؟
2.      Ghabawatul mukhathab (menganggap mukhâthab bodoh)
Mutakallim yang menganggap mukhathab tidak tahu apa-apa ia akan menyebut musnad ilaih pada suatu kalimat yang ia ucapkan. Dengan menyebut musnad ilaih, mukhathab mengetahui fa’il, mubtada, atau fungsi-fungsi lain yang termasuk musnad ilaih. Demikian juga akan terhindar dari kesalahfahaman mukhathab pada ungkapan yang dimaksud.
3.      Taladzdzudz (senang menyebutnya)
Seorang mutakallim yang menyenangi sesuatu ia pasti akan banyak menyebutnya. Pepatah mengatakan:
مَنْ أَحَبَّ شَيْئاً كَثُرَ ذِكْرُهُ
 (barang siapa yang menyenangi sesuatu ia pasti akan banyak menyebutnya).
Jika mutakallim menyenagi mukhathab ia pasti akan menyebutnya, dan tidak akan membuangnya.


B.     Membuang Musnad ilaih
Al-Hadzfu secara leksikal bermakna membuang. Sedangkan maksudnya dalam terminologi ilmu balaghah adalah membuang musnad ilaih. Al-Hadzfu merupakan kebalikan dari al-Dzikru. Dalam praktek berbahasa al-Hadzfu mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a.       Untuk meringkas atau karena sempitnya konteks kalimat.
Contoh:
قال لي: كيف أنت؟ قلت: عليل
Pada dialog di atas terdapat kalimat yang padanya dibuang musnad ilaih-nya, yaitu pada kata عليل. Kalimat lengkapnya adalahأنا عليل
Dalam sebuah syi’ir terdapat suatu ungkapan
سهر دائم وحزن طويل
Kalimat lengkap dari ungkapan tersebut adalah:
حالي سهر دائم وحزن طويل
Kata yang dibuang pada kalimat di atas adalah musnad ilaih-nya, yaitu.’حالى
b. Terpeliharanya lisan ketika menyebutnya, contoh:
و ما أدراك ما هية – نار حامية
Pada ayat kedua terdapat lafazh yang dibuang, yaitu kata "هــي" yang kedudukannya sebagai musnad ilaih.
Kalimat lengkapnya adalah:
هي نار حامية
c. Li al-hujnah (merasa jijik jika menyebutnya)
Jika seseorang merasa jiji menyebut sesuatu - apakah nama orang atau benda - ia pasti tidak akan menyebutkannya atau mungkin menggantikannya dengan kata-kata lain yang sebanding.
d. Li al-Ta’mîm (generalisasi)
Membuang musnad ilaih pada suatu kalimat juga mempunyai tujuan untuk mengeneralkan pernyataan. Suatu pernyataan yang tidak disebut subjeknya secara jelas akan menimbulkan kesan banya pesan itu berlaku untuk umum (orang banyak).
e. Ikhfâu al-amri ‘an ghairi al-mukhâthab
Kadang-kadang seorang mutakallim ingin merahasiahkan musnad ilaih kepada selain orang yang diajak bicara (mukhâthab). Untuk itu ia membuang musnad ilaih, sehingga orang lain tidak mengetahui siapa subjeknya.