Suatu kali, aku mengantarkan seorang kawan ke sebuah
kantor instansi di perguruan tinggi ternama di Malang. Maksud dan tujuan kawanku
ke kantor institusi tersebut adalah meminta hak serta ngurusi administrasi
yang berkaitan dengan proses beasiswanya di salah satu perguruan tinggi. Ini
adalah kali kedua dia datang ke kantor instansi tersebut setelah kali yang
pertama dia ditolak dan diusir dari tempat itu. Tentunya, ketika kawanku ini
memberanikan diri untuk datang lagi dia sudah menyiapkan mental, kejernihan
akal, dan sedikit srategi agar tidak
mengalami kali kedua seperti yang pertama dia alami pada waktu sebelumnya.
Ketika kami sampai
di kantor aku katakan kepadanya “Bleh, opo kowe siap?engko awakmu
diusir maneh. “Ah..santae, sing penting aku maju dulu” ujarnya acuh.
Sepertinya sudah mantap dia. Apapun hasilnya, diterima, ditolak, diusir kali
ketiga, bahkan diblack list nama agaknya dia sudah tak peduli. Kebutuhan yang
bersifat pragmatis sudah tak bisa ditunda lagi, harus segera direalisasikan.
Idealis tak dibutuhkan saat ini.