Senin, 14 Oktober 2013

Renung Senja #9

May..

Gegap gempita takbir membahana. Bersuara di setiap lisan kaum muslimin yang memancar di setiap speaker langgar dan masjid. Lantunan puja-puji kepada Allah atas nikmat sejarah, nikmat pelajaran hidup yang dicontohkan Nabiyullah Ibrahim dan putranya Isma’il alaissalam. Senja yang indah, penuh barakah. Dan seperti sebelum-sebelumnya, aku selalu merasa kesepian disaat orang-orang merayakan  nikmatnya lebaran.

May..
 
Ingin rasanya menengok altar sejarah walau sejenak saja. Dimana nabiyullah Ibrahim menjadi tonggak ke-tauhidan, puncak tawakkal dari tawakkal, puncak kesabaran dari kesabaran. Kesejatian tauhid adalah ketika Ibrahim alaissalam berani tegak untuk menganggap siapa dan apa sebagai Tuhannya, sebagai sesembahannya. Ibrahim alaihissalam tidak dilahirkan dengan warisan tauhid, warisan ajaran. Ia dilahirkan di tengah kaum yang memuja berhala. Ah, Bapak para Nabi ini begitu luar biasa, ampuh, dalam pencarian akan Tuhannya yang sejati. 

Pun akhirnya, ia menemukan siapa sesungguhnya Tuhannya setelah beberapa kali ‘batal’ menuhankan matahari, bintang, dan bulan. Maka, tauhid Ibrahim alaissalam adalah ketauhidan murni, sejati, hakiki, yang tak mampu diobrak-abrik dengan apapun, oleh siapapun. 

Dan apakah aku boleh murtad ‘sementara’ waktu untuk menemukan kembali siapa Tuhanku? Hahaha. Lelucon apakah ini. 

May...

Pak Ibrahim alaihisalam—terlepas dari sifat kenaabiaanya—kok begitu tawakkalnya tatkala Tuhan suruh ia menyembelih putra kasihnya, putra tersayangnya. Lho..ini lelucon yang paling lucu. Ya Allah, Kau uji hambaMu dengan harta namun Kau siapkan hambaMu dengan bahagia. Hikmahnya adalah, siapa saja anda, profesor, doktor, tukang pijat, tukang sapu, tukang parkir, jika dengan rendah hati memberikan harta paling berharga dalam hidupnya, ia sudah lulus, naik derajat kemanusiaannya ke tingkat derajat ‘kenabian’. 

May...

Ismail alaihissalah adalah lanscap seorang putra dari tingkat keshalehan yang paling shaleh. Ia meramu perintah ayahandanya dengan cinta kasih kepada Tuhannya. Ismail alaihissalam merupakan postulasi ketakwaan yang tiada banding, tiada kira—dengan segala proses usianya yang masih belita—ada nuansa kebahagiaan jika setiap orang tua menghendaki putranya diberikan karunia takwa sebagaimana Ismail alaissalam. 

May... 

Menoleh sejenak yuk. Tentang kita, tentang aku dan kamu. Ingatkah tatkala hari raya idul adha pernah menjadi hari spesial, menjadi hari permulaan, menjadi hari perkenalan. Menghabiskan waktu ditengah guyuran hujan, bertatap dalam waktu yang lama, bersanding sebentar namun menyisakan kenangan yang entah apakah kau masih mengingatnya atau tidak. CANGAR. 

May...

Komitmen ini masih panjang dan mungkin saja tak berujung. Kita masih menyisakan tanggung jawab moral kepada mereka yang sudah berjasa kepada kita. Bapak, Ibu dan semuanya. Sedang, disini aku hanya bisa berpasrah hati, mencoba mengikat kembali tali kasih yang semakin hari tiada bertepi. Mungkin tak berujung, tak bermuara. 

May...

Ayo bersama-sama menyanggul asmara dalam kedekatan hati yang murni, hati yang bersih, hati yang jujur. Bahwa di ruang rindu kita kan pasti bertemu. Insya Allah. 

Malang, 10 Dzulhijjah 1434/ malam idhul adha.