A.
Menyebut Musnad Ilaih
Al-Dzikr secara leksikal bermakna menyebut. Sedangkan dalam terminologi ilmu
balaghah Al-Dzikr adalah menyebut musnad ilaih. Al-Dzikr merupakan
kebalikan dari al-Hadzfu.
Contoh:
الأستاذ جاء. جوابا لمن
سأل: من جاء
Dalam praktek berbahasa Al-Dzikr mempunyai beberapa tujuan / faidah, yaitu:
1.
Al-Idhah wa al-tafriq (menjelaskan
dan membedakan)
Penyebutan musnad
ilaih pada suatu kalimat salah satunya bertujuan untuk menjelaskan subjek pada suatu nisbah. Jika
musnad ilaih itu tidak disebutkan maka tidak akan muncul kesan
kekhususannya.
Contoh:
محمدٌ محاضرٌ
sebagai jawaban dari
مَنِ
المحاضرُ؟
2.
Ghabawatul mukhathab (menganggap mukhâthab bodoh)
Mutakallim yang menganggap mukhathab tidak tahu apa-apa ia akan
menyebut musnad ilaih pada suatu kalimat yang ia ucapkan. Dengan
menyebut musnad ilaih,
mukhathab mengetahui fa’il, mubtada, atau fungsi-fungsi
lain yang termasuk
musnad ilaih. Demikian juga akan terhindar dari kesalahfahaman mukhathab pada
ungkapan yang dimaksud.
3.
Taladzdzudz (senang menyebutnya)
Seorang mutakallim
yang menyenangi sesuatu ia pasti akan banyak menyebutnya. Pepatah
mengatakan:
مَنْ
أَحَبَّ شَيْئاً كَثُرَ ذِكْرُهُ
(barang
siapa yang menyenangi sesuatu ia pasti akan banyak menyebutnya).
Jika mutakallim
menyenagi mukhathab ia pasti akan menyebutnya, dan tidak akan membuangnya.
B.
Membuang Musnad ilaih
Al-Hadzfu secara leksikal bermakna membuang. Sedangkan maksudnya dalam terminologi
ilmu balaghah adalah membuang musnad ilaih. Al-Hadzfu merupakan kebalikan dari al-Dzikru.
Dalam praktek berbahasa al-Hadzfu mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a.
Untuk meringkas atau karena sempitnya konteks kalimat.
Contoh:
قال لي: كيف أنت؟ قلت:
عليل
Pada dialog di atas terdapat kalimat yang padanya dibuang musnad
ilaih-nya, yaitu
pada kata عليل. Kalimat lengkapnya adalahأنا عليل
Dalam sebuah syi’ir terdapat suatu ungkapan
سهر
دائم وحزن طويل
Kalimat lengkap dari ungkapan tersebut adalah:
حالي
سهر دائم وحزن طويل
Kata yang dibuang pada kalimat di atas adalah musnad ilaih-nya,
yaitu.’حالى
b. Terpeliharanya lisan ketika menyebutnya, contoh:
و ما
أدراك ما هية – نار حامية
Pada ayat kedua terdapat lafazh yang dibuang, yaitu kata "هــي"
yang kedudukannya
sebagai musnad ilaih.
Kalimat lengkapnya adalah:
هي
نار حامية
c. Li al-hujnah (merasa jijik jika menyebutnya)
Jika seseorang merasa jiji menyebut sesuatu - apakah nama orang
atau benda - ia pasti tidak akan menyebutkannya atau mungkin menggantikannya
dengan kata-kata lain yang sebanding.
d. Li al-Ta’mîm (generalisasi)
Membuang musnad ilaih pada suatu kalimat juga mempunyai
tujuan untuk mengeneralkan pernyataan. Suatu pernyataan yang tidak disebut
subjeknya secara jelas akan menimbulkan kesan banya pesan itu berlaku untuk
umum (orang banyak).
e. Ikhfâu al-amri ‘an ghairi al-mukhâthab
Kadang-kadang seorang mutakallim ingin merahasiahkan musnad
ilaih kepada selain orang yang diajak bicara (mukhâthab). Untuk itu
ia membuang musnad ilaih, sehingga orang lain tidak mengetahui siapa
subjeknya.