Menikah. Bagiku bukan hanya sebatas ikatan silaturahmi keluarga,
juga ikatan suami istri yang hanya ngurusin anak, hubungan biologis, maupun
‘sebatas’ tuntutan usia serta kelangsungan atas keturunan. Bukan pula karena
suatu dorongan, hasrat seks yang tidak tersalurkan. Sangat sempit memaknai
perempuan hanya dalam batas ke-biologisannya. Walau tidak menampik, salah satu
keindahan perempuan nyatanya memang terlihat dalam wadagnya, parasnya,
tubuhnya, materi jasadnya.
Menikah. Bagiku sangat picis hanya dimaknai sebatas ikatan
horizontal antar laki-laki dan perempuan. Kohesi materi jasad yang tidak
berumur panjang. Kebahagiaan sementara yang dipasung ruang dan waktu. Dinamika
cinta sesaat yang tidak ter-prasasti dalam tinta sejarah yang itu sesungguhnya
dicatat oleh Tuhan, bukan manusia. pernikahan adalah gaung langit yang
menggetarkan asry, maka dari itu Tuhan memberi jaminan kebahagiaan yang disebut
mawaddah warahmah. Malaikat tidak akan pernah memiliki kebahagiaan
seperti demikian, karena mereka tidak pernah menikah seumur hidupnya, sepanjang
ia diciptakan oleh Tuhan.
Menikah. Sebuah ikatan, lembaga, instansi, untuk menciptakan
‘peradaban’ mulia, peradaban tentang kemanusiaan, tali asih, cinta yang
sederhana namun memikat dan indah. Salah seorang kawan berkata ‘ pacaran itu
enak, indah. Tapi kalau sudah menikah ndak enak, ndak indah’ . lho, kok bisa.
Soalnya, pacaran itu enak, karena banyak setannya. Kalau sudah menikah,
setannya nggak ada, jadi kurang indah. Aku ingin tertawa. Paradoksal. Keindahan
syetan ternyata lebih nikmat daripada keindahan yang diciptakan Tuhan.
Di dalam diri perempuan, dalam hatinya, perasaannya, cara
berfikirnya, penataan mentalnya, naluri keibuannya, bukankah itu sebuah
keindahan mutlak yang tidak bisa ditawar. Hanya kita saja yang terlalu asyik
dengan mengeksploitasi seksualitasnya, biologisnya, sebagai kenikmatan indrawi.
Sudrun..sudrun.. tolong mbah Sudrun.
Pernikahan yang dilandasi cinta
kasih ikhlas, tulus, apa adanya akan menciptakan kebahagiaan material yang akan
meningkat pada level kebahagiaan yang bersifat cahaya. Nur. Sang suami atau
istri akan saling melengkapi jasadi, rohaninya, satu sama lain. Itulah sakinah.
Malang, 1 Agustus 2013