Senin, 18 Mei 2015

PENGELOLAAN KELAS YANG EFEKTIF DAN DINAMIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebelum menjelaskan tentang pengelolaan kelas yang efektif dan dinamis, perlu kiranya kita mengetahui apa itu efektif dan dinamis. Kata efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya);  manjur atau mujarab (tt obat); dapat membawa hasil; berhasil guna (tt usaha, tindakan);  mulai berlaku (tt undang-undang, peraturan). Sedangkan definisi dari kata efektif yaitu suatu pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.
Sedangkan kata dinamis adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamis juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (group spirit) terus-menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah
Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Aspek yang paling sering didiskusikan oleh penulis profesional dan oleh para pengajar adalah juga pengelolaan kelas. Mengapa demikian? Jawabnya sederhana. Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar.

Pengelolaan kelas yang dinamis dan efisien merupakan salah satu kunci dari profesionalisme seorang guru, yang juga merupakan syarat pengajaran yang efektif. Guru dituntut agar bisa mengelola dan memberikan lingkungan yang kondusif untuk terciptanya pembelajaran yang efektif bagi siswanya. Kemampuan ini menggambarkan ketrampilan guru dalam merancang, menata, dan mengatur kurikulum, menjabarkannya ke dalam prosedur pengajaran dan sumber -sumber belajar, serta menata lingkungan belajar yang merangsang untuk tercapainya suasana pengajaran yang efektif dan efisien.
           
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat kita rumuskan beberapa masalah, yaitu:
1.      Apa saja masalah-masalah yang timbul dalam pengelolaan kelas dan bagaimana pemecahannya?
2.      Bagaimana pengelolaan kelas yang efektif?
3.      Bagaimana pengelolaan kelas yang dinamis?

1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, kita dapat mengetahui beberapa tujuan masalahnya, yaitu:
1.      Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pengelolaan kelas dan pemecahannya
2.      Mengetahui pengelolaan kelas yang efektif
3.      Mengetahui pengelolaan kelas yang dinamis




BAB II
PEMBAHASAN
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai jika guru mampu siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan persyaratan mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan secara kreatif dan terarah guna mencapai tujuan pengajaran dan juga untuk mempertahankan ketertiban kelas sesuai dengan kurikulum dan perkembangan murid.
Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha pengorganisasian lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajar yang menimbulkan proses belajar.
Dari kutipan di atas mengandung makna bahwa gurulah yang mengatur mengawasi dan mengelola kelas agar tercapainya proses belajar mengajar yang berarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Syarifudin Nurdin, bahwa guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar, memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Di samping itu pula guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuannya.
Dari beberapa keterangan di atas telah menunjukan betapa pentingnya suatu pengelolaan kelas yang baik agar tercapainya proses belajar mengajar yang akhirnya berdampak baik terhadap pencapaian prestasi belajar mengajar siswa atau anak didik. Karena dorongan itulah maka perlu adanya suatu penelitian yang mengamati tentang usaha apa yang akan dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas maka dalam penelitian ini penulis mencoba mengamati guru dalam mengelola kelas agar tercapainya proses belajar mengajar.

2.1    Masalah Pengelolaan Kelas dan Pemecahannya
Belajar merupakan kegiatan yang bersifat universal dan multidimensional. Dikatakan universal karena belajar bisa dilakukan siapapun, kapan pun, dan dimana pun. Karena itu, bisa saja siswa merasa tidak butuh dengan proses pembelajaran yang terjadi dalam ruangan terkontrol atau lingkungan terkendali. Waktu belajar bisa saja bukan waktu yang dikehendaki anak.
Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Tindakan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula. Masalah individu muncul karena dalam individu ada kebutuhan ingin diterima kelompok dan ingin menncapai harga diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat lagi dipenuhi melalui cara-cara yang lumrah yang dapat diterima masyarakat, maka individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara lain. Dengan kata lain individu akan berbuat tidak baik.
            Rudolf Drekurs dan Pearl Cassel dalam Ahmad Rohani (2004:125) membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan ingin menncapai harga diri. Penggolongannya yaitu sebagai berikut:
1.      Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membantu di kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra (pasif).
2.      Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan, misalnya selalu mendekat atau kehilangan kendali emosional-marah-marah, menangis (aktif), atau selalu lupa pada aturan-aturan penting di kelas (pasif).
3.      Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain, misalnya mencaci maki, memukul, menggigit, dan lain sebagainya (kelompok ini tampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif/pasif).
4.      Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
Menurut Maman Rahman, dari keempat tindakan individu di atas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak usia sekolah yaitu:
1.      Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi super star di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
2.      Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang di wujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
3.      Pola pasif konstruktif yaitu pola yag menunjukkan pada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian.
4.      Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.
Sebagai menduga, Drinkers menyarankan apabila seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan seorang peserta didik, maka kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap attention-getting (perhatian orang lain). Bila guru merasa dikalahkan atau terancam, maka kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap power seeking (menunjukkan kekuatan). Bila guru merasa tersinggung atau terluka hati, maka kemungkinan pelakunya ada pada tahap revenge-seeking (menyakiti orang lain). Dan akhirnya, bila guru merasa benar-benar tidak mampu berbuat apa-apa lagi dalam menghadapi ulah peserta didik, maka kemungkinan yang dihadapinya adalah perasaan ketidakmampuan.
Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan perilaku siswa, seperti:
1.      Kurangnya kesatuan antar siswa karena perbedaan gender (jenis kelamin), rasa tidak senang, atau persaingan tidak sehat. Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompokmisalnya ribut, bercakap-cakap pergi kesana-kemari, dan sebagainya.
2.      Terkadang timbul reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut, bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh, dan sebagainya.
3.      Kelas mentolerir kekeliruan-kekeliruan temannya, ialah menerima dan mendorong perilaku siswa yang keliru.
4.      Mudah mereaksi negatif/terganggu, misalnya bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebgainya.
5.      Moral rendah, permusuhan, sikap agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar kurang, kekurangan uang, dan sebagainya.
6.      Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.

2.2              Usaha  Preventif  ( pencegahan ) Masalah yang Timbul Dalam
      Pengelolaan Kelas
Menurut Piet Sahertian dan Ida Aleida Suhertian (1992: 106) pengelolaan kelas sangat erat hubungannya dengan keberhasilan dalam situasi belajar-mengajar. Untuk guru diharapkan terampil untuk menciptakan dan memaklumi kondisi belajar yang optimal dengan cara mendisiplinkan dan melakukan kegiatan remedial.
Dengan demikian tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses pembelajaran berlangsung aktif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan pencegahan yaitu, dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
Dimensi pencegahan dapat berupa tindakan guru, dalam mengatur peralatan, lingkungan belajar dan lingkungan sosio-emosional.
1.      Kondisi dan situasi pembelajaran
a)        Kondisi fisik
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil perbuatan belajar.lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya proses belajar. Lingkungan fisik yang dimaksud akan meliputi hal-hal di bawah ini:
        i.            Ruangan tempat berlangsungnya proses pembelajaran
Ruangan belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara yang satu dengan yang lain pada saat melakukan akrifitas belajar.
      ii.            Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dimana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik.
    iii.            Ventalasi dan pengaturan cahaya
Ventalasi harus menjamin kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventalasi yang baik, sehingga semua peserta didik dapat menghirup udara yang segar.

    iv.            Pengaturan penyimpanan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan  dan akan dipergunakan bagi kepentingan  kegiatan belajar.

b)        Kondisi sosial-emosional
Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap proses pembelajaran, kegairahan peserta didik merupakan efektifitas tercapainya tujuan pengajaran.
        i.            Tipe kepemimpinan
Peranan guru, tipe kepemimponan guru atau administrasi akanmewarnai suasana emosional didalam kelas. Tipe kepemimpinan yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap peserya didik yang apatis. Tapi dipihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif. Kedua sikap pesrta didik yaitu apatis dan agressif ini dapat merupakan sumber problem pengelolaan, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai  keseluruhan. Dengan tipe kepemimpinan yang otoriter peserta didik hanya akan aktif jika ada guru dan jika guru tidak mengawasi maka semua aktifitas menjadi menurun. Aktifitas proses pembelajaran sangat tergantung pada guru dan menuntut banyak perhatian guru.
      ii.            Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat diperbaiki. Kalau guru terpaksa membenci, maka bencilah tingkah lakunya yang buruk itu, bukan membenci peserta didik.
    iii.            Suara guru
Suara guru walaupun bukan faktor besar tetapi turut mempunyai pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik secara jelas dan jarak yang agak jauh akan membosankan dan pelajaran tidak akan diperhatikan .
                        Suara yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh kedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk lebih berani mengajukan pertanyaan, mencoba sendiri, melakukan percobaan terarah dan sebagainya.
    iv.        Pembinaan report
               Pembinaan hubungan baik dengan peserta didik dalam pengelolaan sangat penting, dengan hubungan baik guru peserta didik diharapkan senantiasa gembira, penuh gairah dan semangat, bersikap optimistik, serta  realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukan.

c)      Kondisi organizational
Kegiatan organizational dilakukan baik ditingkat kelas maupun ditingkat sekolah akan dapat mencegah masalah pengelolaan kelas. Dengan demikian masalah-masalah yang ada dapat dikomunikasikan dengan seluruh peserta didik secara terbuka.

2.3         Pengelolaan Kelas yang Efektif
Bila kelas diberikan batasan sebagai sekelompok orang yang belajar bersama yang mendapatkan pengajaran dari guru, maka didalamnya terdapat orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dengan karakteristik mereka masing-masing yang berbeda dari yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini perlu guru pahami agar mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Menurut Made Pidarta, untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan guru.
2)      Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok.
3)      Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-individu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana pelajar.
4)      Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-amggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka dikelas dikala belajar.
5)      Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat ketrampilan guru mengelola kelas secara kelompok, makin puas murid-murid dikelas.
6)      Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah mauupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.
Ditambahkannya lagi, bahwa organisasi kelas tidak hanya berfungsi sebagai dasar terciptanya interaksi guru dan siswa, tetapi juga menambah terciptanya efektivitas, yaitu interaksi yang bersifat kelompok. Dari hasil riset telah disimpulkan beberapa variabel masalah yang perlu diperhatikan untuk membuat iklim kelas yang efektif dan sehat, yaitu :
a.       Bila situasi kelas memungkinkan anak-anak belajar secara maksimal, fungsi kelompok harus diminimalkan.
b.      Manajemen kelas harus memberi fasilitas untuk mengembangkan kesatuan dan kerja sama.
c.       Anggota-anggota kelompok harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memeri efek kepada hubungan dan kondisi belajar.
d.      Anggota-anggota kelompok harus dibimbing dalam menyelesaikan kebimbangan, ketegangan, dan perasaan tertekan.
e.       Perlu diciptakan persahabatan dan kepercayaan yang kuat antar siswa.
Figur seorang guru yang baik adalah guru yang selalu memperhatikan siswa, selalu terbuka, selalu tanggap terhadap keluhan siswa, selalu mau mendengarkan saran dan kritikan siswa, dan sebagainya. itulah guru yang disenangi murid, yang selalu dirindukan, didambakan siswa. Guru yang memiliki ciri demikian biasanya kurang menemui kesulitan dalam mengelola kelas.
Thomas Gordon mengatakan bahwa hubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Keterbukaan, sehingga baik guru maupun siswa saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain.
2.      Tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3.      Saling ketergantungan, antara satu dengan yang lain.
4.      Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreativitasnya, dan kepribadiannya.
5.      Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.

2.4    Pengelolaan Kelas yang Dinamis
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan mengggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Oleh karena itu guru bertanggung jawab untuk memelihara kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial didalam kelas. Adapun pengelolaan kelas yang dinamis dapat dilakukan oleh guru sebagai berikut :

1)      Memahami berbagai Jenis Kelas
Kelas harus dirancang dan dikelola dengan seksama agar memberi hasil yang maksimal. Pendekatan atas pengelolaan kelas sangat tergantung pada kemampuan, pengetahuan, sikap guru terhadap proses pembelajaran, dan hubungan siswa yang mereka ciptakan. Ada empat jenis kelas yang dapat kita amati yaitu sebagai berikut :
a. Jenis kelas yang selalu gaduh
Guru harus bergelut sepanjang hari untuk menguasai kelas, tetapi tidak berhasil sepenuhnya. Petunjuk dan ancaman sering diabaikan, dan hukuman tampaknya tidak efektif.

b. Jenis kelas yang termasuk gaduh, tetapi suasananya lebih positif.
Guru mencoba untuk membuat sekolah tempat yang menyenangkan bagi siswanya dengan memperkenalkan permainan dan kegiatan yang menyenangkan, membaca cerita serta menyelenggarakan kegiatan kesenian dan pameran kerajinan siswa. Akan tetapi, jenis kelas ini juga masih menimbulkan masalah. Banyak siswa kurang memberi perhatian di kelas dan tugas-tugas sekolah tidak diselesaikan dengan baik atau tugas tersebut dikerjakan secara acak-acakan. Hal ini dapat terjadi walaupun guru memberi kegiatan akademik yang minimal dan mencoba semaksimal mungkin agar kegiatan akademik tersebut menyenangkan.

c. Jenis kelas yang tenang dan disiplin.
Guru telah menciptakan banyak aturan maupun meminta agar aturan tersebut dipenuhi. Pelanggaran langsung dicatat dan diikuti dengan peringatan tegas, dan bila perlu disertai dengan hukuman.

d. Jenis kelas yang menggelinding dengan sendirinya.
Guru menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan tidak untuk menegakkan disiplin. Siswa mengikuti pelajaran dan menyelesaikan tugas dengan kemauannya sendiri tanpa harus dipelototi oleh guru. Siswa yang tampak terlibat dalam tugas pekerjaan saling berinteraksi sehingga suara muncul dan beberapa tempat secara bersamaan. Akan tetapi, suara tersebut dapat dikendalikan dan para siswa menjadi giat serta tidak saling mengganggu.


2)      Belajar bersama dengan kelompok
Belajar bersama dalam kelompok merupakan salah satu ciri khas proses pembelajaran berbasis kompetensi. Melalui kegiatan interaksi dan komunikasi, siswa menjadi aktif belajar sehingga belajar mereka menjadi efektif. Kerja sama dalam kelompok dapat dikaitkan dengan nilai sehingga kerjasama siswa makin intensif dan siswa dapat mencapai kompetensinya.
Belajar bersama dalam kelompok adalah suatu cara yang dipakai untuk menyelenggarakan pembelajaran dalam bentuk kelompok belajar yang lebih kecil. Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dan diusahakan agar terdiri atas siswa yang heterogen dalam hal kemampuan intelektual, jenis kelamin dan latar belakang budayanya. Melalui metodenya, belajar bersama secara kooperatif akan menanamkan nilai dan membentuk hati nurani siswa.

3)      Mengadakan analisis sosial
Sekolah merupakan unit pendidikan yang ingin mengembangkan seluruh potensi siswa serta sarana untuk mendidik siswa menuju pembentukan diri sebagai insan yang berpribadi, utuh, cerdas dan beriman kepada Tuhan. Dengan demikian, sekolah juga dapat menjadi sarana bagaimana ia mampu untuk menjadi manusia yang berguna tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga bagi sesama dan lingkungannya, bahkan bagi bangsa dan negaranya. Namun, idealisme tersebut masih jauh dari kenyataan. Dalam realitas sehari-hari tidak sulit ditemukan bahwa proses pendidikan hanya terfokus pada perolehan nilai yang tinggi atau prestasi yang tinggi. Ujung-ujungnya adalah agar dapat diterima di jenjang pendidikan lebih tinggi yang terbaik, di perguruan tinggi terbaik, dan akhirnya mampu bersaing untuk merebut pekerjaan yang paling menjanjikan secara finansial.
Seharusnya pendidikan dan pengajaran mengajak siswa untuk berpikir dan berwawasan lebih luas, misalnya siswa diajak untuk peka dan tanggap terhadap masalah-masalah berat yang bersifat global dan nasional yang mengancam kemanusiaan. Kepekaan dan kemampuan menanggapi situasi seperti itu dapat dilakukan dengan melakukan penelitian atas masalah global, nasional ataupun lokal disekitar lingkungan tempat tinggalnya. Kegiatan penelitian dirancang oleh guru dan dipikirkan secara sungguh-sungguh sehingga melalui penelitian tersebut para siswa membentuk atau mengubah sikap terhadap dirinya sendiri, lingkungan, sesama dan dunia, serta terdorong mereka untuk menjadi pelaku perubahan sosial yang konsisten dengan nilai-nilai kehidupan.

4)      Mengefektifkan papan tulis
Hampir semua sekolah menggunakan papan tulis, tetapi ada yang sudah ada menggunakan white board. Namun, bagaimana menggunakan papan tulis secara berdaya guna dan menarik?. Istilah belajar aktif sering sudah sering kali didengar oleh sebagian besar guru, juga dikalangan murid. Titik pusat proses pembelajaran yang sehat dan berhasil guna terletak pada murid. Peran utama guru untuk memaksimalkan proses pembelajaran siswa tergantung pada rancangan pembelajaran, termasuk pilihan piranti penunjang yang akan diperlukan. Piranti di sini termasuk segala macam alat dan benda yang diharapkan menunjang keberhasilan pembelajaran siswa. Secara tradisional, guru kelas lebih sering memanfaatkan papan tulis di kelasnya hanya bagisatu orang siswa pada satu kesempatan untuk satu jenis soal atau kegiatan. Sesungguhnya papan tulis memiliki banyak peluang pemakaian baik ditinjau dari aspek waktu maupun ruang. Aspek waktu jangan hanya hanya diartikan bahwa pesan tulisan bahan ajar tidak boleh dihapus dalam jangka waktu tertentu sebagaimana terjadi. Maksudnya, pada saat yang sama papan tulis dapat dimafaatkan untuk berbagai kepentingan. Dari aspek ruang, papan tulis dapat dibagi menjadi beberapa kolom besar dan memiliki mobilitas yang memadai. Jumlah kolom disesuaikan dengan lebar papan tulis dan jenis kegiatan yang sedang berlangsung.

5)      Mengefektifkan tempat duduk siswa

Pengaturan posisi tempat duduk siswa di kelas tidaklah netral. Pengaturan Sangat berpengaruh bagi para siswa, interaksi antar meraka, dan interaksi dengan guru. Hal ini berarti bahwa pengaturan posisi tempat duduk siswa memberi dampak dalam proses pembelajaran. Agar pengaturan posisi tempat duduk siswa menjadi efektif dan mendukung proses pembelajaran menuju kompetensi perlulah dipahami syarat-syarat pengaturannya. Inilah gambar beberapa pola pengaturan tempat duduk yang dapat digunakan oleh guru, sebagai berikut:
1)      Mengembangkan Pemetaan Bahan
Siswa yang cerdas akan dengan mudah melakukan visualisasi atas masalah, apa yang dibaca, hasil, pertanyaan, pembicaraan, dan sebagainya. Pemetaan adalah kemampuan seseorang untuk mencari yang inti, bagian ( sub ), sebab, akibat dan sebagainya.

2)      Mengembangkan kemampuan bertanya
Sejak zaman Sócrates, teknik tanya-jawab telah menjadi salah satu teknik yang efektif dalam pendidikan. Meski demikian, tidak semua guru menguasai teknik tanya-jawab yang baik. Bertanya atau mengajukan pertanyaan merupakan salah satu fungís pokok bahasa selain fungís lain seperti menyatakan pendapat, perasaan, mengajukan alasan, mempertegas pendapat dan sebagainya. Banyak siswa mengalami kesulitan untuk bertanya. Banyak siswa lebih senang menunggu untuk menjawab pertanyaan daripada memperatanyakan sesuatu. Ketika seseorang mampu mempertanyakan dan menemukan jawaban untuk dirinya sendiri, maka pada dasarnya ia telah memahami masalahnya secara lebih mendalam.

3)      Memanfaatkan perpustakaan sekolah
Dahulu guru dianggap satu-satunya sumber informasi bagi siswanya. Tidak aneh bahwa dalam kurun waktu tertentu posisi guru sangat terhormat, dikagumi dan diingini oleh banyak orang. Selain terhormat dan mendapat gaji tetap, guru dikagumi karena dialah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan bagi siswa; yang lain tidak bisa kecuali guru; yang lain tidak mampu, hanya guru yang mampu. Guru menjadi segala-galanya.
Posisi guru seperti digambarkan tersebut ternyata tidak berjalan lama. Kemajuan zaman dengan perkembangan teknologi dan informasi telah memberi dampak bahwa ilmu pengetahuan dapat diperoleh tidak hanya melalui guru, tetapi dapat juga melalui media massa, buku, televisi, radio dan media elektronik lainnya. Muncullah banyak autodidak, ahli yang mumpuni dalam bidangnya tanpa diajar oleh guru. Mereka membaca dan mempelajari berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan melalui sumber belajar yang lain, misalnya buku-buku di perpustakaan. Banyak guru tidak menyadari pertimbangan diadakannya perpustakaan di sekolah.

4)      Mengatasi masalah disiplin
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang disiplin. Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin biasanya ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati peraturan dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal), pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal). Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School” (1999).


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa:

Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan perilaku siswa, seperti: Kurangnya kesatuan antar siswa karena perbedaan gender (jenis kelamin), kelas mentolerir kekeliruan teman-temannya, adanya reaksi negatif antar kelompok, dsb.
Oleh karena itu, upaya tindakan pencegahan yang dilakukan oleh guru yaitu, dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar.
Utnuk mengelola kelas yang efektif, seorang guru harus memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kelas, seperti halnya, situasi dan kondisi kelas dan juga pola komunikasi dalam kelas.
Untuk menciptakan kelas yang dinamis, seorang guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut: memahami berbagai jenis kelas, belajar secara kelompok, mengadakan analisis sosial, mengefektifkan papan tulis, mengefektifkan tempat duduk, dsb.


DAFTAR PUSTAKA

J.J. Hasibuan, Dip. Ed., dan Moedjiono, 1988, Proses Belajar Mengajar, Remaja Karya, Bandung.
Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Moh. Uzer Usman, 1992, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, 2009, Strategi Belajar Mengajar, PT Refika Aditama, Bandung.
H. Martinis Yamin, dan Maisah, 2009, Manajemen Pembelajaran Kelas, Gaung Persada, Jakarta.
Abdul Majid, 2007, Perencanaan Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Cece Wijaya dan A. Tabroni Rusyan, 1994, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung.
D. N. Adjai Robinson, 1988, Asas-Asas Praktik Mengajar, Bhratara, Jakarta.
Supriono S. dan Achmad Sapari, 2001, Manajemem Berbasis Sekolah, SIC, Jatim