BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum menjelaskan tentang pengelolaan kelas
yang efektif dan dinamis, perlu kiranya kita mengetahui apa itu efektif dan
dinamis. Kata efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,
kesannya); manjur atau mujarab (tt obat); dapat membawa hasil; berhasil
guna (tt usaha, tindakan); mulai berlaku (tt undang-undang, peraturan).
Sedangkan definisi dari kata efektif yaitu suatu pencapaian tujuan secara tepat
atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan
cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.
Sedangkan kata dinamis adalah sesuatu yang
mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan dapat
menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamis juga berarti adanya
interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara
keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat
kelompok (group spirit) terus-menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu
kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang
bersangkutan dapat berubah
Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang
sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Aspek yang paling sering
didiskusikan oleh penulis profesional dan oleh para pengajar adalah juga
pengelolaan kelas. Mengapa demikian? Jawabnya sederhana. Pengelolaan kelas
merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak
didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka
dapat belajar.
Pengelolaan kelas yang dinamis dan efisien merupakan
salah satu kunci dari profesionalisme seorang guru, yang juga merupakan syarat
pengajaran yang efektif. Guru dituntut agar bisa mengelola dan memberikan
lingkungan yang kondusif untuk terciptanya pembelajaran yang efektif bagi
siswanya. Kemampuan ini menggambarkan ketrampilan guru dalam merancang, menata,
dan mengatur kurikulum, menjabarkannya ke dalam prosedur pengajaran dan sumber
-sumber belajar, serta menata lingkungan belajar yang merangsang untuk
tercapainya suasana pengajaran yang efektif dan efisien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, dapat kita rumuskan beberapa masalah, yaitu:
1.
Apa saja masalah-masalah yang timbul dalam pengelolaan kelas dan bagaimana
pemecahannya?
2. Bagaimana pengelolaan
kelas yang efektif?
3.
Bagaimana pengelolaan kelas yang dinamis?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, kita dapat mengetahui beberapa tujuan masalahnya, yaitu:
1.
Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pengelolaan kelas dan
pemecahannya
2. Mengetahui pengelolaan
kelas yang efektif
3.
Mengetahui pengelolaan kelas yang dinamis
BAB II
PEMBAHASAN
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara
kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam
proses belajar mengajar. Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai jika guru
mampu siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif
merupakan persyaratan mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan secara
kreatif dan terarah guna mencapai tujuan pengajaran dan juga untuk
mempertahankan ketertiban kelas sesuai dengan kurikulum dan perkembangan murid.
Mengajar pada prinsipnya
membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian
bahwa mengajar merupakan suatu usaha pengorganisasian lingkungan dalam
hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajar yang menimbulkan proses
belajar.
Dari kutipan di atas
mengandung makna bahwa gurulah yang mengatur mengawasi dan mengelola kelas agar
tercapainya proses belajar mengajar yang berarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Syarifudin Nurdin, bahwa
guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar, memiliki
posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran karena fungsi utama
guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Di samping itu pula guru
bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa
menyenangkan untuk belajar dan lingkungan yang baik adalah yang bersifat
menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan
dalam mencapai tujuannya.
Dari beberapa keterangan
di atas telah menunjukan betapa pentingnya suatu pengelolaan kelas yang baik
agar tercapainya proses belajar mengajar yang akhirnya berdampak baik terhadap
pencapaian prestasi belajar mengajar siswa atau anak didik. Karena dorongan
itulah maka perlu adanya suatu penelitian yang mengamati tentang usaha apa yang
akan dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas maka dalam penelitian ini
penulis mencoba mengamati guru dalam mengelola kelas agar tercapainya proses
belajar mengajar.
2.1 Masalah Pengelolaan Kelas dan Pemecahannya
Belajar merupakan kegiatan yang bersifat universal dan
multidimensional. Dikatakan universal karena belajar bisa dilakukan siapapun,
kapan pun, dan dimana pun. Karena itu, bisa saja siswa merasa tidak butuh
dengan proses pembelajaran yang terjadi dalam ruangan terkontrol atau
lingkungan terkendali. Waktu belajar bisa saja bukan waktu yang dikehendaki
anak.
Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Tindakan
kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat
hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih
strategi penanggulangan yang tepat pula. Masalah individu muncul karena dalam
individu ada kebutuhan ingin diterima kelompok dan ingin menncapai harga diri.
Apabila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat lagi dipenuhi melalui cara-cara
yang lumrah yang dapat diterima masyarakat, maka individu yang bersangkutan
akan berusaha mencapainya dengan cara lain. Dengan kata lain individu akan
berbuat tidak baik.
Rudolf
Drekurs dan Pearl Cassel dalam Ahmad Rohani (2004:125) membedakan empat kelompok
masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa semua tingkah
laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk
diterima kelompok dan ingin menncapai harga diri. Penggolongannya yaitu sebagai berikut:
1. Tingkah laku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membantu
di kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat
pertolongan ekstra (pasif).
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan, misalnya selalu mendekat atau
kehilangan kendali emosional-marah-marah, menangis (aktif), atau selalu lupa
pada aturan-aturan penting di kelas (pasif).
3. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain, misalnya mencaci maki,
memukul, menggigit, dan lain sebagainya (kelompok ini tampaknya kebanyakan
dalam bentuk aktif/pasif).
4. Peragaan ketidakmampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk
mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi
bagiannya.
Menurut Maman Rahman, dari keempat tindakan
individu di atas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf Dreikurs akan
mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak
usia sekolah yaitu:
1. Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk
menjadi super star di kelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh
vitalitas dan sepenuh hati.
2. Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang di wujudkan dalam bentuk
membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.
3. Pola pasif konstruktif yaitu pola yag menunjukkan pada satu bentuk tingkah
laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan
perhatian.
4. Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan
(sifat malas) dan keras kepala.
Sebagai menduga, Drinkers menyarankan apabila
seorang guru merasa terganggu oleh perbuatan seorang peserta didik, maka
kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap attention-getting
(perhatian orang lain). Bila guru merasa dikalahkan atau terancam, maka
kemungkinan peserta didik yang bersangkutan ada pada tahap power seeking
(menunjukkan kekuatan). Bila guru merasa tersinggung atau terluka hati, maka
kemungkinan pelakunya ada pada tahap revenge-seeking (menyakiti orang
lain). Dan akhirnya, bila guru merasa benar-benar tidak mampu berbuat apa-apa
lagi dalam menghadapi ulah peserta didik, maka kemungkinan yang dihadapinya
adalah perasaan ketidakmampuan.
Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas
yang berhubungan dengan perilaku siswa, seperti:
1.
Kurangnya kesatuan antar siswa karena perbedaan
gender (jenis kelamin), rasa tidak senang, atau persaingan tidak sehat. Tidak
ada standar perilaku dalam bekerja kelompokmisalnya ribut, bercakap-cakap pergi
kesana-kemari, dan sebagainya.
2. Terkadang timbul reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya ribut,
bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh, dan sebagainya.
3. Kelas mentolerir kekeliruan-kekeliruan temannya, ialah menerima dan
mendorong perilaku siswa yang keliru.
4. Mudah mereaksi negatif/terganggu, misalnya bila didatangi monitor,
tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebgainya.
5. Moral rendah, permusuhan, sikap agresif, misalnya dalam lembaga dengan
alat-alat belajar kurang, kekurangan uang, dan sebagainya.
6. Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti
tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi baru, dan sebagainya.
2.2
Usaha
Preventif ( pencegahan ) Masalah
yang Timbul Dalam
Pengelolaan Kelas
Menurut Piet Sahertian dan Ida Aleida
Suhertian (1992: 106) pengelolaan kelas sangat erat hubungannya dengan
keberhasilan dalam situasi belajar-mengajar. Untuk guru diharapkan terampil
untuk menciptakan dan memaklumi kondisi belajar yang optimal dengan cara
mendisiplinkan dan melakukan kegiatan remedial.
Dengan demikian tindakan pengelolaan kelas
adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka penyediaan kondisi yang
optimal agar proses pembelajaran berlangsung aktif. Tindakan guru tersebut
dapat berupa tindakan pencegahan yaitu, dengan jalan menyediakan kondisi baik
fisik maupun kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik
rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan yang menyimpang dan
merusak kondisi optimal bagi proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
Dimensi pencegahan dapat berupa tindakan guru,
dalam mengatur peralatan, lingkungan belajar dan lingkungan sosio-emosional.
1. Kondisi dan situasi pembelajaran
a)
Kondisi fisik
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil
perbuatan belajar.lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat
minimal mendukung meningkatnya proses belajar. Lingkungan fisik yang dimaksud
akan meliputi hal-hal di bawah ini:
i.
Ruangan tempat berlangsungnya proses
pembelajaran
Ruangan belajar harus memungkinkan semua
bergerak leluasa tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara yang satu
dengan yang lain pada saat melakukan akrifitas belajar.
ii.
Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting
adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dimana dengan demikian guru
sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik.
iii.
Ventalasi dan pengaturan cahaya
Ventalasi harus menjamin kesehatan peserta
didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari
masuk, udara sehat dengan ventalasi yang baik, sehingga semua peserta didik
dapat menghirup udara yang segar.
iv.
Pengaturan penyimpanan barang-barang
Barang-barang hendaknya disimpan pada tempat
khusus yang mudah dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan kegiatan belajar.
b)
Kondisi sosial-emosional
Suasana sosio-emosional dalam kelas akan mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap proses pembelajaran, kegairahan peserta didik merupakan
efektifitas tercapainya tujuan pengajaran.
i.
Tipe kepemimpinan
Peranan guru, tipe kepemimponan guru atau
administrasi akanmewarnai suasana emosional didalam kelas. Tipe kepemimpinan
yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap peserya didik yang
apatis. Tapi dipihak lain juga akan menumbuhkan sikap yang agresif. Kedua sikap
pesrta didik yaitu apatis dan agressif ini dapat merupakan sumber problem
pengelolaan, baik yang sifatnya individual maupun kelompok kelas sebagai keseluruhan. Dengan tipe kepemimpinan yang
otoriter peserta didik hanya akan aktif jika ada guru dan jika guru tidak
mengawasi maka semua aktifitas menjadi menurun. Aktifitas proses pembelajaran
sangat tergantung pada guru dan menuntut banyak perhatian guru.
ii.
Sikap guru
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang
melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan
suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat diperbaiki. Kalau
guru terpaksa membenci, maka bencilah tingkah lakunya yang buruk itu, bukan
membenci peserta didik.
iii.
Suara guru
Suara guru walaupun bukan faktor besar tetapi
turut mempunyai pengaruh dalam belajar. Suara yang melengking tinggi atau
senantiasa tinggi atau demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta
didik secara jelas dan jarak yang agak jauh akan membosankan dan pelajaran
tidak akan diperhatikan .
Suara
yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara yang penuh
kedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk lebih berani mengajukan
pertanyaan, mencoba sendiri, melakukan percobaan terarah dan sebagainya.
iv.
Pembinaan report
Pembinaan
hubungan baik dengan peserta didik dalam pengelolaan sangat penting, dengan
hubungan baik guru peserta didik diharapkan senantiasa gembira, penuh gairah
dan semangat, bersikap optimistik, serta
realistik dalam kegiatan belajar yang sedang dilakukan.
c)
Kondisi organizational
Kegiatan organizational dilakukan baik
ditingkat kelas maupun ditingkat sekolah akan dapat mencegah masalah
pengelolaan kelas. Dengan demikian masalah-masalah yang ada dapat
dikomunikasikan dengan seluruh peserta didik secara terbuka.
2.3
Pengelolaan Kelas yang Efektif
Bila kelas diberikan
batasan sebagai sekelompok orang yang belajar bersama yang mendapatkan
pengajaran dari guru, maka didalamnya terdapat orang-orang yang melakukan
kegiatan belajar dengan karakteristik mereka masing-masing yang berbeda dari
yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini perlu guru
pahami agar mudah dalam melakukan pengelolaan kelas secara efektif. Menurut
Made Pidarta, untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1)
Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu yang
dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan guru.
2) Dalam situasi kelas, guru
bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau
kelompok.
3) Kelompok mempunyai perilaku
sendiri yang berbeda dengan perilaku-perilaku masing-masing individu dalam
kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-individu dalam hal bagaimana
mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana pelajar.
4) Kelompok kelas menyisipkan
pengaruhnya kepada anggota-amggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh
usaha guru dalam membimbing mereka dikelas dikala belajar.
5) Praktik guru waktu belajar
cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat ketrampilan
guru mengelola kelas secara kelompok, makin puas murid-murid dikelas.
6)
Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh
cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah mauupun bagi
mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.
Ditambahkannya lagi, bahwa
organisasi kelas tidak hanya berfungsi sebagai dasar terciptanya interaksi guru
dan siswa, tetapi juga menambah terciptanya efektivitas, yaitu interaksi yang
bersifat kelompok. Dari hasil riset telah disimpulkan beberapa variabel masalah
yang perlu diperhatikan untuk membuat iklim kelas yang efektif dan sehat, yaitu
:
a.
Bila situasi kelas memungkinkan anak-anak belajar secara maksimal, fungsi
kelompok harus diminimalkan.
b. Manajemen kelas harus
memberi fasilitas untuk mengembangkan kesatuan dan kerja sama.
c. Anggota-anggota kelompok
harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memeri
efek kepada hubungan dan kondisi belajar.
d. Anggota-anggota kelompok
harus dibimbing dalam menyelesaikan kebimbangan, ketegangan, dan perasaan tertekan.
e.
Perlu diciptakan persahabatan dan kepercayaan yang kuat antar siswa.
Figur seorang guru yang
baik adalah guru yang selalu memperhatikan siswa, selalu terbuka, selalu
tanggap terhadap keluhan siswa, selalu mau mendengarkan saran dan kritikan
siswa, dan sebagainya. itulah guru yang disenangi murid, yang selalu
dirindukan, didambakan siswa. Guru yang memiliki ciri demikian biasanya kurang
menemui kesulitan dalam mengelola kelas.
Thomas Gordon mengatakan
bahwa hubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Keterbukaan, sehingga baik guru maupun siswa saling bersikap jujur dan
membuka diri satu sama lain.
2. Tanggap bilamana seseorang
tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3. Saling ketergantungan,
antara satu dengan yang lain.
4. Kebebasan, yang
memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya,
kreativitasnya, dan kepribadiannya.
5. Saling memenuhi kebutuhan,
sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.
2.4 Pengelolaan Kelas yang Dinamis
Tujuan umum pengelolaan
kelas adalah menyediakan dan mengggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam
kegiatan belajar dan mengajar hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya
adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar,
menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta
membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Oleh karena itu guru
bertanggung jawab untuk memelihara kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk
belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial
didalam kelas. Adapun pengelolaan kelas yang dinamis dapat dilakukan oleh guru
sebagai berikut :
1)
Memahami berbagai Jenis Kelas
Kelas harus dirancang dan
dikelola dengan seksama agar memberi hasil yang maksimal. Pendekatan atas
pengelolaan kelas sangat tergantung pada kemampuan, pengetahuan, sikap guru
terhadap proses pembelajaran, dan hubungan siswa yang mereka ciptakan. Ada
empat jenis kelas yang dapat kita amati yaitu sebagai berikut :
a. Jenis kelas yang selalu
gaduh
Guru harus bergelut
sepanjang hari untuk menguasai kelas, tetapi tidak berhasil sepenuhnya.
Petunjuk dan ancaman sering diabaikan, dan hukuman tampaknya tidak efektif.
b. Jenis kelas yang termasuk
gaduh, tetapi suasananya lebih positif.
Guru mencoba untuk membuat
sekolah tempat yang menyenangkan bagi siswanya dengan memperkenalkan permainan
dan kegiatan yang menyenangkan, membaca cerita serta menyelenggarakan kegiatan
kesenian dan pameran kerajinan siswa. Akan tetapi, jenis kelas ini juga masih
menimbulkan masalah. Banyak siswa kurang memberi perhatian di kelas dan
tugas-tugas sekolah tidak diselesaikan dengan baik atau tugas tersebut
dikerjakan secara acak-acakan. Hal ini dapat terjadi walaupun guru memberi
kegiatan akademik yang minimal dan mencoba semaksimal mungkin agar kegiatan
akademik tersebut menyenangkan.
c. Jenis kelas yang tenang dan disiplin.
Guru telah menciptakan
banyak aturan maupun meminta agar aturan tersebut dipenuhi. Pelanggaran
langsung dicatat dan diikuti dengan peringatan tegas, dan bila perlu disertai
dengan hukuman.
d. Jenis kelas yang
menggelinding dengan sendirinya.
Guru menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk mengajar dan tidak untuk menegakkan disiplin. Siswa mengikuti
pelajaran dan menyelesaikan tugas dengan kemauannya sendiri tanpa harus
dipelototi oleh guru. Siswa yang tampak terlibat dalam tugas pekerjaan saling
berinteraksi sehingga suara muncul dan beberapa tempat secara bersamaan. Akan
tetapi, suara tersebut dapat dikendalikan dan para siswa menjadi giat serta
tidak saling mengganggu.
2)
Belajar bersama dengan kelompok
Belajar bersama dalam
kelompok merupakan salah satu ciri khas proses pembelajaran berbasis
kompetensi. Melalui kegiatan interaksi dan komunikasi, siswa menjadi aktif
belajar sehingga belajar mereka menjadi efektif. Kerja sama dalam kelompok
dapat dikaitkan dengan nilai sehingga kerjasama siswa makin intensif dan siswa
dapat mencapai kompetensinya.
Belajar bersama dalam
kelompok adalah suatu cara yang dipakai untuk menyelenggarakan pembelajaran
dalam bentuk kelompok belajar yang lebih kecil. Siswa dalam satu kelas dibagi
menjadi beberapa kelompok dan diusahakan agar terdiri atas siswa yang heterogen
dalam hal kemampuan intelektual, jenis kelamin dan latar belakang budayanya.
Melalui metodenya, belajar bersama secara kooperatif akan menanamkan nilai dan
membentuk hati nurani siswa.
3)
Mengadakan analisis sosial
Sekolah merupakan unit
pendidikan yang ingin mengembangkan seluruh potensi siswa serta sarana untuk
mendidik siswa menuju pembentukan diri sebagai insan yang berpribadi, utuh,
cerdas dan beriman kepada Tuhan. Dengan demikian, sekolah juga dapat menjadi
sarana bagaimana ia mampu untuk menjadi manusia yang berguna tidak hanya bagi
dirinya sendiri, namun juga bagi sesama dan lingkungannya, bahkan bagi bangsa
dan negaranya. Namun, idealisme tersebut masih jauh dari kenyataan. Dalam
realitas sehari-hari tidak sulit ditemukan bahwa proses pendidikan hanya
terfokus pada perolehan nilai yang tinggi atau prestasi yang tinggi.
Ujung-ujungnya adalah agar dapat diterima di jenjang pendidikan lebih tinggi
yang terbaik, di perguruan tinggi terbaik, dan akhirnya mampu bersaing untuk
merebut pekerjaan yang paling menjanjikan secara finansial.
Seharusnya pendidikan dan
pengajaran mengajak siswa untuk berpikir dan berwawasan lebih luas, misalnya
siswa diajak untuk peka dan tanggap terhadap masalah-masalah berat yang
bersifat global dan nasional yang mengancam kemanusiaan. Kepekaan dan kemampuan
menanggapi situasi seperti itu dapat dilakukan dengan melakukan penelitian atas
masalah global, nasional ataupun lokal disekitar lingkungan tempat tinggalnya.
Kegiatan penelitian dirancang oleh guru dan dipikirkan secara sungguh-sungguh
sehingga melalui penelitian tersebut para siswa membentuk atau mengubah sikap
terhadap dirinya sendiri, lingkungan, sesama dan dunia, serta terdorong mereka
untuk menjadi pelaku perubahan sosial yang konsisten dengan nilai-nilai
kehidupan.
4)
Mengefektifkan papan tulis
Hampir semua sekolah
menggunakan papan tulis, tetapi ada yang sudah ada menggunakan white board.
Namun, bagaimana menggunakan papan tulis secara berdaya guna dan menarik?.
Istilah belajar aktif sering sudah sering kali didengar oleh sebagian besar
guru, juga dikalangan murid. Titik pusat proses pembelajaran yang sehat dan
berhasil guna terletak pada murid. Peran utama guru untuk memaksimalkan proses
pembelajaran siswa tergantung pada rancangan pembelajaran, termasuk pilihan
piranti penunjang yang akan diperlukan. Piranti di sini termasuk segala macam
alat dan benda yang diharapkan menunjang keberhasilan pembelajaran siswa. Secara
tradisional, guru kelas lebih sering memanfaatkan papan tulis di kelasnya hanya
bagisatu orang siswa pada satu kesempatan untuk satu jenis soal atau kegiatan.
Sesungguhnya papan tulis memiliki banyak peluang pemakaian baik ditinjau dari
aspek waktu maupun ruang. Aspek waktu jangan hanya hanya diartikan bahwa pesan
tulisan bahan ajar tidak boleh dihapus dalam jangka waktu tertentu sebagaimana
terjadi. Maksudnya, pada saat yang sama papan tulis dapat dimafaatkan untuk
berbagai kepentingan. Dari aspek ruang, papan tulis dapat dibagi menjadi
beberapa kolom besar dan memiliki mobilitas yang memadai. Jumlah kolom
disesuaikan dengan lebar papan tulis dan jenis kegiatan yang sedang
berlangsung.
5)
Mengefektifkan tempat duduk siswa
Pengaturan posisi tempat
duduk siswa di kelas tidaklah netral. Pengaturan Sangat berpengaruh bagi para
siswa, interaksi antar meraka, dan interaksi dengan guru. Hal ini berarti bahwa
pengaturan posisi tempat duduk siswa memberi dampak dalam proses pembelajaran.
Agar pengaturan posisi tempat duduk siswa menjadi efektif dan mendukung proses
pembelajaran menuju kompetensi perlulah dipahami syarat-syarat pengaturannya.
Inilah gambar beberapa pola pengaturan tempat duduk yang dapat digunakan oleh
guru, sebagai berikut:
1)
Mengembangkan Pemetaan Bahan
Siswa yang cerdas akan
dengan mudah melakukan visualisasi atas masalah, apa yang dibaca, hasil,
pertanyaan, pembicaraan, dan sebagainya. Pemetaan adalah kemampuan seseorang
untuk mencari yang inti, bagian ( sub ), sebab, akibat dan sebagainya.
2)
Mengembangkan kemampuan bertanya
Sejak zaman Sócrates,
teknik tanya-jawab telah menjadi salah satu teknik yang efektif dalam
pendidikan. Meski demikian, tidak semua guru menguasai teknik tanya-jawab yang
baik. Bertanya atau mengajukan pertanyaan merupakan salah satu fungÃs pokok
bahasa selain fungÃs lain seperti menyatakan pendapat, perasaan, mengajukan
alasan, mempertegas pendapat dan sebagainya. Banyak siswa mengalami kesulitan
untuk bertanya. Banyak siswa lebih senang menunggu untuk menjawab pertanyaan
daripada memperatanyakan sesuatu. Ketika seseorang mampu mempertanyakan dan
menemukan jawaban untuk dirinya sendiri, maka pada dasarnya ia telah memahami
masalahnya secara lebih mendalam.
3)
Memanfaatkan perpustakaan sekolah
Dahulu guru dianggap
satu-satunya sumber informasi bagi siswanya. Tidak aneh bahwa dalam kurun waktu
tertentu posisi guru sangat terhormat, dikagumi dan diingini oleh banyak orang.
Selain terhormat dan mendapat gaji tetap, guru dikagumi karena dialah
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan bagi siswa; yang lain tidak bisa kecuali
guru; yang lain tidak mampu, hanya guru yang mampu. Guru menjadi
segala-galanya.
Posisi guru seperti
digambarkan tersebut ternyata tidak berjalan lama. Kemajuan zaman dengan
perkembangan teknologi dan informasi telah memberi dampak bahwa ilmu
pengetahuan dapat diperoleh tidak hanya melalui guru, tetapi dapat juga melalui
media massa, buku, televisi, radio dan media elektronik lainnya. Muncullah
banyak autodidak, ahli yang mumpuni dalam bidangnya tanpa diajar oleh guru.
Mereka membaca dan mempelajari berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan melalui
sumber belajar yang lain, misalnya buku-buku di perpustakaan. Banyak guru tidak
menyadari pertimbangan diadakannya perpustakaan di sekolah.
4)
Mengatasi masalah disiplin
Dalam kehidupan
sehari-hari sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang
memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang disiplin.
Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang selalu
hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma
yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin
biasanya ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat mentaati peraturan
dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal),
pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal).
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari
berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap
siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib
yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai
aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut
disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan
lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah.
Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar
tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan
norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut
Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a
code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti
aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan
waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah
kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai
konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam
bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan
perlakuan psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana
diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous
School” (1999).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat kita simpulkan bahwa:
Menurut Made Pidarta, masalah-masalah pengelolaan kelas
yang berhubungan dengan perilaku siswa, seperti: Kurangnya kesatuan antar siswa
karena perbedaan gender (jenis kelamin), kelas mentolerir kekeliruan
teman-temannya, adanya reaksi negatif antar kelompok, dsb.
Oleh karena itu, upaya tindakan pencegahan yang dilakukan
oleh guru yaitu, dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun kondisi
sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa kenyamanan dan
keamanan untuk belajar.
Utnuk mengelola kelas yang efektif, seorang guru harus
memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kelas, seperti halnya, situasi
dan kondisi kelas dan juga pola komunikasi dalam kelas.
Untuk menciptakan kelas yang dinamis, seorang guru harus
melakukan hal-hal sebagai berikut: memahami berbagai jenis kelas, belajar
secara kelompok, mengadakan analisis sosial, mengefektifkan papan tulis,
mengefektifkan tempat duduk, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
J.J. Hasibuan, Dip. Ed., dan Moedjiono, 1988, Proses Belajar Mengajar,
Remaja Karya, Bandung.
Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006, Strategi Belajar Mengajar,
Rineka Cipta, Jakarta.
Moh. Uzer Usman, 1992, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, 2009, Strategi Belajar Mengajar,
PT Refika Aditama, Bandung.
H. Martinis Yamin, dan Maisah, 2009, Manajemen Pembelajaran Kelas,
Gaung Persada, Jakarta.
Abdul Majid, 2007, Perencanaan Pembelajaran, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Cece Wijaya dan A. Tabroni Rusyan, 1994, Kemampuan Dasar Guru dalam
Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung.
D. N. Adjai Robinson, 1988, Asas-Asas Praktik Mengajar, Bhratara,
Jakarta.
Supriono S. dan Achmad Sapari, 2001, Manajemem Berbasis Sekolah,
SIC, Jatim