BAB I
PENDUHULUAN
1.1
Latar belakang
Perhatian dan pengamatan terhadap anak-anak
oleh para filsuf sebenarnya sudah ada sejak abad ke-5 Sebelum Masehi. Hal ini
dapat dibuktikan apabila secara teliti mempelajari pendapat-pendapat antara
lain : Plato (427-347SM). Orang yang pertama kali menyusun pendidikan secara
teratur, Aristoteles (384-322 SM). Orang yang menghendaki pendidikan agar
kehidupan nasional sehingga ia menitikberatkan perkembangan pada individu.
Socrates (469-322 SM) ia adalah sebagai peletak pada abad-abad itu di Yunani
dan Romawi. Walaupun mereka masih menganggap antara anak-anak dan orang dewasa
sama dan tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Akan tetapi setidak-tidaknya perhatian dan
anggapan anak-anak itu, menunjukkan bukti adanya pemikiran tentang perkembangan
anak pada zaman itu. Pemikiran dan pendapat para filsuf terhadap anak pada
waktu itu masih menyatu dengan filsafat (induk segala ilmu), dan belum
merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri.
Baru pada akhir abad ke-18 psikologi
pekembangan menyusul sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri. Lahirnya ilmu ini
diawali dengan timbulnya aliran Philantrupinisme, suatu paham yang mencintai
sesama manusia terutama terhadap anak-anak. Pendiri aliran ini adalah Johan
Berdhard Basedow (1723-1970 Jerman). Ini adalah sejarah singkat psikologi
perkembangan yang akhirnya berdiri sendiri sebagai disiplin suatu ilmu.
Secara khusus jika kita membicarakan tentang perkembangan
maka kita tidak bisa terlepas dari perkembangan Sosioemosional siswa. Kenapa
siswa? Karena siswa atau anak-anak adalah sebagai objek dari perkembangan
psycho—Fisik itu sendiri.
Selanjutnya, pembahasan mengenai
perkembangan ranah-ranah pada bagian ini akan penyusun fokuskan pada
proses-proses perkembangan perkembangan
Sosioemosional yang dipandang memiliki keterkaitan langsung
dengan perkembangan anak.
1.2 Rumusan masalah
Ø Apakah yang dimaksud
dengan perkembangan sosioemosional pada siswa?
Ø Apakah yang dimaksud
dengan perkembangan sosial dan moral siswa?
Ø Bagaimanakah bentuk
interaksi sosial anak?
Ø Apakah faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan sosial dan moral anak?
Ø Bagaimana pengaruh
perkembangan sosial dan moral terhadap tingkah laku anak?
Ø Bagaimana
kaitannya perkembangan kognitif terkait
dengan proses belajar anak?
1.3 Tujuan
Ø Mengetahui penjelasan
perkembangan sosioemosional yang terjadi pada anak/siswa?
Ø Mengetahui penjelasan
perkembangan sosial dan moral anak.
Ø Mengetahui
macam-macam bentuk interaksi sosial pada anak.
Ø Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial dan moral anak.
Ø Mengetahui pengaruh
dari perkembangan sosial dan moral terhadap anak.
Ø Mengetahui hubungan
atau kaitan antara perkembangan kognitif terhadap proses belajar anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Sosio-emosional
Menurut dramawan italia abad ke-20, Ugo Betti, saat anak
mengatakan “aku”, maka yang mereka maksudkan adalkah sesuatu yang unik, tidak
bercampur dengan yang lain. Psikologi sering menyebut “aku” ini sebagai “diri”
(self). Ada dua aspek penting dari diri ini, harga diri dan identitas diri.
Harga diri adalah pandangan keseluruhan tentang individu
tentang dirinya sendiri. Penghargaan diri ini kadang juga dinamakan martabat
diri atau gambaran diri. Misalnya anak dengan penghargaan diri yang tinggi
mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai seseorang, tetapi sebagai
seseorang yang baik.
Ahli psikoterapi Carl Rogers(1961) mengatakan bahwa sebab
utama seseorang mempunyai penghargaan
diri yang rendah (atau rendah diri)) oleh karena mereka tidak didukung oleh
dukungan emosional dan penerimaan lingkungan disekitarnya.Carl Rogers
mengatakan bahwa gejala seperti ini terjadi karena pada masa kecil anak sering
ditegur dengan teguran ucapan yang menyakitkan hati. Misalnya “kamu kok bodoh
sekali” atau “kamu keliru melakukan
itu”.
Bagi banyak murid, perasaan rendah diri bisa datang dan juga
bisa pergi. Namun, bagi beberapa murid, perasaan itu tetap bertahan dan muncul
sebagai problem bagi dirinya dan jiwanya. Rasa rendah diri yang menetap dan
berlebihan mungkin diakibatkkan oleh prestasi yang buruk, depresi, gangguan
makan, dan tindak kejahatan (Harter,1999). Keseriusan problem ini akan
tergantung bukan hanya kepada sifat dari rasa rendah diri si murid, tapi pada
kondisi lainnya. Saat perasaan ini diiringi dengan kesulitan dimasa transisi
sekolah (seperti transisi ke sekolah menengah) atau problem keluarga
(perceraian), maka problem si murid bisa semakin berat.
Para peneliti telah menemukan bahwa perasaan harga diri
murid berubah saat mereka berkembang. Dalam satu study, baik anak itu laki-laki
maupun perempuan punya rasa harga diri tinggi saat masih kanak-kanak tapi
kemudian menurun pada masa awal remaja. Penghargaan diri anak gadis turun dua
kali lebih besar dari anak laki-laki pada masa remaja.
Beberapa
alasan yang diduga menjadi penyebab menurunnya rasa harga diri dikalangan anak
laki-laki dan perempuan adalah akibat gejolak selama perubahan fisik dan
pubertas, meningkatnya tuntutan untuk berprestasi, ataupun minimnya dukungan
sekolah, masyarakat ataupun orang tua.
Intinya penghargaan diri juga disebut martabat diri dan gambaran diri
ataupun pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri.
2.2 Makna
Perkembangan Sosial
Dan Moral Anak
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan
tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan
kerja sama.
Pada awal
manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari
berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain
telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal
manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan
arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar
suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan
bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan
hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari
tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana.
Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan
dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti
bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan
sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri
lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri,
mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan
kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
2.2.1 Bentuk
– Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan
dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai
menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau
sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses
perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2.
Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)
maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa
frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit,
menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi
agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika
orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin
memingkat.
3.
Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.
Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata
ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu
didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu
persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin
baik.
6.
Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini
mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga
tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa,
meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu
sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
9.
Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan
dirinya.
2.2.2 Faktor
– faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan
kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika
berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2.
Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan
fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan
menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional,
disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak
memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka
dimasa yang akan datang.
5.
Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak
hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan
emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh
karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial anak.
2.2.3 Pengaruh
Perkembangan Sosial Dan
Moral terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya
dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering
mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain.
Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada
yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh
ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan
orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering
menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan
keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat,
diantaranya berupa :
1.
Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.
Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai
pendapat orang lain dalam
penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan
serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang
dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat
bergaul dengan baik.
2.3 Arti Penting Perkembangan Kognitif Bagi Proses Belajar
Siswa
2.3.1 Makna dan Manfaat Keterkaitannya
Antara
proses perkembangan dengan proses belajar mengajar yang dikelola para guru
terdapat “benang merah” yang mengikat kedua proses tersebut. Sehingga hampir
tak ada proses perkembangan siswa baik jasmani maupun rohaninya yang sama
sekali terlepas dari proses belajar mengajar sebagai pengejawantahan proses
pendidikan. Apabila fisik dan mental sudah matang, pancaindra sudah siap
menerima stimulus-stimulus dari lingkungan, berarti kesanggupan siswa pun sudah
tiba.
Program pengajaran disekolah yang baik adalah yang mampu memberikan dukungan besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Pengetahuan mengenai proses perkembangan dengan segala aspeknya itu sangat banyak manfaatnya, antara lain :
Program pengajaran disekolah yang baik adalah yang mampu memberikan dukungan besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Pengetahuan mengenai proses perkembangan dengan segala aspeknya itu sangat banyak manfaatnya, antara lain :
1. Guru dapat memberikan layanan bantuan dan bimbingan yang tepat
kepada para siswa, relevan dengan tingkat perkembangannya.
2. Guru dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya
kesulitan belajar siswa tertentu, lalu segera mengambil langkah yang tepat
untuk menanggulanginya.
3. Guru dapat mempertimbangkan waktu yang tepat untuk memulai
aktivitas proses belajar mengajar bidang studi tertentu.
4. Guru dapat menemukan dan
menetapkan tujuan-tujuan pengajaran (TIU dan TIK) materi pelajaran atau pokok
bahasan pengajaran tertentu.
Salah satu kesulitan pokok
yang dialami para guru dalam semua jenjang pendidikan adalah menghayati makna
yang dalam mengenai hubungan perkembangan khususnya ranah kognitif dengan
proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya.
Ranah psikologi siswa yang
terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak
ini, dalam perspektif psikologi kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali
ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor
(karsa). Organ otak sebagai markas fungsi kognitif bukan hanya menjadikan
penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga menara pengontrol, aktivitas
persaan dan perbuatan. Sebagai pengontrol otak selalu bekerja siang dan malam.
Sekali kita kehilangan fungsi-fungsi kognitif karena kerusakan berat pada otak,
martabat kita hanya berbeda sedikit dengan hewan.
Demikian pula halnya orang yang
menyalahgunakan kelebihan kemampuan otak untuk hal-hal yang merugikan kelompok
lain apalagi menghancurkan kehidupan mereka, martabat orang tersebut tak lebih
dari martabat hewan atau mungkin lebih rendah lagi. Itulah sebabnya, pendidikan
dan engajaran perlu diupayakan sedemikian rupa agar ranah kognitif para siswa
dapat berfungsi secara positif dan bertanggung jawab.
Di antara temuan-temuan riset yang menonjol yakni otak, otak adalah sumber dan menara pengontrol bagi seluruh kegiatan kehidupan ranah-ranah psikologis manusia. Otak tidak hanya berpikir dengan kesadaran, tetapi juga berpikir dengan ketidaksadaran. Pemikiran tidak sadar (unconscious thinking) sering tejadi pada diri kita. Ketika kita tidur misalnya, kita bermimpi, dan mimpi adalah sebuah bentuk berpikir dengan gambar-gambar tanpa kita sadari. Alhasil ranah kognitif yang dikendalikan oleh otak kita itu memang karunia Tuhan yang luar biasa, dibandingkan dengan oargan-organ tubuh lainnya.
Di antara temuan-temuan riset yang menonjol yakni otak, otak adalah sumber dan menara pengontrol bagi seluruh kegiatan kehidupan ranah-ranah psikologis manusia. Otak tidak hanya berpikir dengan kesadaran, tetapi juga berpikir dengan ketidaksadaran. Pemikiran tidak sadar (unconscious thinking) sering tejadi pada diri kita. Ketika kita tidur misalnya, kita bermimpi, dan mimpi adalah sebuah bentuk berpikir dengan gambar-gambar tanpa kita sadari. Alhasil ranah kognitif yang dikendalikan oleh otak kita itu memang karunia Tuhan yang luar biasa, dibandingkan dengan oargan-organ tubuh lainnya.
Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Selanjutnya, tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faidah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa berpikir juga sulit bagi siswa untuk menangkap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang ia ikuti, termasuk materi pelajaran agama.
2.3.2 Faedah Pengembangan Ranah Kognitif Siswa
Diatas
sudah dipaparkan kelebihan-kelebihan fungsi ranah kognitif, khususnya bagi
siswa yang sedang belajar mengembangkan seluruh potensi psikologisnya, baik
yang berdimensi afektif maupun psikomotor. Oleh karenanya, upaya
pengembangan kognitif siswa secara terarah, baik oleh orang tua maupun guru,
sangat penting. Upaya pengembangan fungsi ranah kognitif akan berdampak positif
bukan hanya terhadap ranah kognitif sendiri, melainkan juga terhadap ranah
efektif dan psikomotor. Seperti yang akan diuraikan lebih lanjut:
1.
Mengembangkan kecakapan
kognitif
Ada
dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembagkan secara khususnya
oleh guru, yakni : a) strategi belajar memahami isi materi pelajaran, b)
strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta
menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.
Strategi adalah sebuah istilah populer dalam istilah psikologi kognitif, yang berarti prosedur mental yang berbentuk tatanan tahapan yang memerlukan alokasi upaya-upaya yang bersifat kognitif dan selalu dipengaruhi oleh piihan-pilihan kognitif atau pilihan-pilihan kebiasaan belajar (cognitive preferences) siswa. Pilihan kebiasaan belajar ini secara global terdiri atas : 1) menghafal prinsip-prinsip yang terkandun dalam materi, 2) mengaplikasikan prinsip-prinsip materi.
Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar (motif ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidak lulusan atau ketidak naikan. Aspirasi yang dimilikinya pun bukan ingin menguasai materi secara mendalam, melainkan sekadar asal lulus atau naik kelas. Sebaliknya, preferensi kognitif yang kedua biasanya timbul karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motif intrinsik), dalam arti siswa tersebut memang tertarik dan membutuhkan materi-materi yang disajikan gurunya.
Tugas guru dalam hal ini adalah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa menggunkan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam terhadap isi materi pelajaran. Guru juga diharapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus. Guru juga sangat diharapkan mampu menjelaskan nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi yang ia ajarkan, sehingga keyakinan para siswa terhadap faidah materi tersebut semakin tebal dan pada gilirannya kelak ia akan mengembangkan dan mengaplikasikan dalam situasi yang relevan.
Selanjutnya, guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah dengan menggukanakan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-kayakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.
2. Mengembangkan
kecakapan afektif
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif
tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif, tetapi juga menghasilkan
kecakapan ranah afektif. Sebagai contoh, seorang guru agama yang piawai dalam
mengembangkan kecakapan kognitif dengan cara tadi diatas, maka akan berdampak
positif terhadap ranah afektif para siswa.
Dalam
hal ini, pemahaman yang mendalam terhadap arti penting materi pelajaran agama
yang disajikan guru serta preferensi kognitif yang mementingkan aplikasi prinsip-prinsip
tadi akan meningkatkan kecakapan afektif ini, antara lain berupa kesadaran
beragama yang mantap.
Dampak positif lainnya adalah dimilikinya sikap mental keagamaan yang lebih tegas sesuai dengan tuntutan ajaran agama yang telah ia pahami dan yakini secara mendalam.
3. Mengembangkan kecakapan psikomotor
Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati, baik kuantitasnyamaupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, kecakapan psikomotor tidak telepas dari kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.
Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati, baik kuantitasnyamaupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, kecakapan psikomotor tidak telepas dari kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya.
Banyak
contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif itu berpengaruh besar terhadap
berkembangnya kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi baik (dalam
arti yang luas dan ideal) dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah tentu
akan lebih rajin beribadah shalat, puasa, dan mengaji. Dia juga tidak akan
segan-segan memberi pertolongan atau membantu kepada orang yang memerlukan.
Sebab, ia merasa memberi bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan
perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang
mendalam tehadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Perkembangan sosioemosional anak, anak itu ingin
dirinya itu mendapat penghargaan diri, martabat diri dan
gambaran diri ataupun pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya
sendiri.
2. Perkembangan
sosial dan moral
anak diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
-
Bentuk-bentuk tingkah laku sosial:
A.
Pembangkangan (Negativisme)
B.
Agresi (Agression)
C.
Berselisih (Bertengkar)
D.
Menggoda (Teasing)
E.
Persaingan (Rivaly)
F.
Kerja sama (Cooperation)
G.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant
behavior)
H.
Mementingkan diri sendiri
(selffishness)
I.
Simpati (Sympaty)
-
Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial Anak:
A.
Keluarga
B.
Kematangan
C.
Status sosial ekonomi
D.
Pendidikan
E.
Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
3. Peran penting perkembangan kognitif bagi proses belajar adalah
A.
Untuk mengembangkan kecakapan
kognitif
B.
Untuk mengembangkan kecakapan afektif
C.
Untuk mengembangkan kecakapan psikomotor ,
DAFTAR PUSTAKA
Hartinah
Sitti, 2008, Perkembangan Peserta Didik, Bandung : PT. Refika Aditama
Mustaqim,
Wahib Abdul, 1991, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sukmadinata
Syaodih Nana, 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya
Syah
Muhibbin, 2005, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung :
PT. Remaja Rosda Karya
Yusuf
Syamsu LN, 2006, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya