Gara-gara kasus sholawat dalam program KHAZANAH yang ditayangkan
TRANS 7 diangkat ke facebook dan dapat tanggapan ramai, bakdal kuliah Subuh
para santri langsung berkerumun menonton televisi, menunggu program KHAZANAH
ditayangkan. Sewaktu KHAZANAH mulai tayang dengan pemaparan mukjizat Nabi
Muhammad Saw membelah bulan, para santri mengangguk-angguk meng-amin-i yang
diungkapkan KHAZANAH.
Pada saat menyinggung lambang BULAN dan BINTANG yang digunakan
sebagai lambang umat Islam, telinga para santri mulai menegang. Sebab dalam
narasi yang dibacakan perempuan yang ‘fasih’ berbahasa Arab itu, ditegaskan
bahwa lambang BULAN dan BINTANG itu awalnya digunakan oleh khilafah Turki
Usmani, yakni pada masa Sultan Muhammad II menaklukkan Konstantinopel. Selama
menaklukkan Konstantinopel itulah, orang Turki melihat lambang Dewa dan Dewi
Byzantium kuno, yaitu Apollo dan Artemis. Lalu lambang BULAN dan BINTANG dari
agama kuno itu dijadikan simbol kebesaran Turki Usmani oleh Sultan Muhammad II
yang akhirnya dianggap sebagai simbol Islam.
Bertolak dari latar sejarah agama pagan pemuja Apollo dan
Artemis itulah lambang BULAN dan BINTANG secara keliru dijadikan lambang Islam.
Padahal, Rasulullah tidak pernah memberi contoh lambang itu. Bendera yang
digunakan Rasulullah, hanya warna hitam, putih dan hijau. Jadi lambang BULAN
dan BINTANG yang digunakan umat Islam saat ini adalah tidak memiliki dasar
Keislaman sama sekali, karena BULAN dan BINTANG adalah lambang paganisme umat
kafirin.
“Jancok, ini sejarah goblok yang menggoblokkan umat,” sergah
Bahar Izzulhaqq, mahasiswa pasca sarjana arkeologi berkomentar,”Berani sekali
orang goblok-goblok ngarang sejarah tanpa dasar, sak karepe dewe. Itu merusak
ilmu pengetahuan. Itu menggoblokkan umat agar goblok seperti mereka.”
“Sabar Har, sabar,” tukas Dullah
menenangkan,”Memangnya lambang BULAN dan BINTANG itu diambil Turki Usmani
setelah Sultan Muhammad II menaklukkan Konstantinopel? Apa keliru penjelasan
narator KHAZANAH itu?”
“Bukan keliru, tapi sengaja memutar-balik sejarah
secara goblok,” sahut Bahar Izzulhaqq ketus, “Tahu tidak mereka bahwa mata uang
era Arab Sassanians di bawah Umar bin Ubaydillah bin Mi’mar yang menjadi
Gubernur Fars, tahun 686 M, yaitu 54 tahun setelah Rasulullah Saw wafat, sudah
mencantumkan lambang BULAN SABIT dan BINTANG? Tahu tidak mereka bahwa mata uang
zaman Umayyah, tahun 760 M sudah menggunakan lambang bergambar BULAN dan
BINTANG? Tahu tidak mereka bahwa mata uang perak setengah dirham pada masa
Sulayman menjadi gubernur Tabaristan di bawah Khilafah Abbasiyah tahun 784 M
juga menggunakan lambang BULAN SABIT dan BINTANG? Tahu tidak mereka bahwa
perhiasan-perhiasan kalung pada era kekuasaan Fatimiyyah di Mesir, abad 11,
sudah menggunakan lambang BULAN SABIT dan BINTANG?”
“Lho apa iya toh, Har?” tukas Dullah.
“Arkeolog sedunia sudah pada tahu semua fakta itu,” kata Bahar
Izzulhaqq,”Kalau mereka memutar-balik sejarah dengan menyatakan bahwa lambang
BULAN dan BINTANG yang digunakan umat Islam baru muncul zaman Turki Usmani
menaklukkan Konstantinopel abad ke-15, itu selain menyesatkan umat juga akan
menjadi bahan tertawaan arkeolog sedunia. Nanti dipikir umat Islam goblok semua
seperti mereka.”
“Lalu maksud mereka memutar-balik sejarah itu kira-kira apa?”
gumam Dullah.
“Ya apalagi maksud utamanya kalau tidak mengabsahkan bahwa
lambang Wahabi itulah yang paling benar dan Islami, sesuai tuntunan Rasulullah
Saw,” kata Bahar Izzulhaqq tegas.
“Maksudnya yang lambang Islami sesuai tuntunan
Rasulullah itu seperti bendera Saudi Arabia di atas kain hijau yang bertuliskan
Laailaha ilallah Muhammad Rasulullah dengan gambar pedang di bawahnya?” tanya
Dullah minta penegasan. Bahar Izzulhaqq mengangguk, membenarkan.
“Apa makna di balik bendera itu, menurut
penafsiran arkeologis-mu Har?”
“Sesuai sejarah Wahabi, lambang tulisan Laailaha
ilallah Muhammad Rasulullah itu adalah jargon utama mereka. Barangsiapa memberi
makna beda atas kalimah Laailaha ilallah Muhammad Rasulullah sebagaimana mereka
tafsirkan, pedang di bawah kalimah itulah yang akan berkelebat menyembelih.
Begitulah, bendera itu adalah lambang gerakan Wahabi yang ditandai mengalirnya
darah umat Islam di mana-mana,” kata Bahar Izzulhaqq menjelaskan.
“Yang susah, kalau semua lambang BULAN dan BINTANG
sudah dimaknai secara Wahabisme sebagai pengaruh paganisme,”Kata Sufi Kenthir
tiba-tiba menyela,”Karena organisasi Islam sudah terlanjur banyak yang
menggunakan lambang BULAN dan BINTANG”.
“Haha, yang mula-mula kena dampak buruknya adalah Partai Bulan
Bintang – PBB,” sergah Sufi Sudrun terbahak,”Bisa mumet bin puyeng itu Bang Yusril
distigma Wahabi partainya tidak Islami tapi terpengaruh paganism
Yunani-Romawi.”
“Bukan hanya PBB, kang,” sahut Sufi Senewen,”Muhammadiyyah pun
bisa dinilai tidak Islami, karena lambang yang digunakan itu kan mirip SURYA
MAJAPAHIT? SURYA MAJAPAHIT sendiri bisa dianggap terpengaruh Dewa Surya, dewa
matahari. Juga terpengaruh Dewa Syiwa sebagai Rawi (matahari) yang bersinar
cemerlang. Dus organisasi Muhammadiyyah bias dianggap terpengaruh paganism
Hindu-buddha Majapahit.”
“Bukan hanya PBB dan Muhammadiyah, bro,” tukas Sufi Sudrun
tergelak memegangi perutnya,”NU juga bias dianggap terpengaruh paganisme
Hindu-Buddha, malah aliran yang lebih ganas yaitu pengaruh aliran
Bhairawa-tantra pemuja Dewi Bumi : Pertiwi, Durga, Kali yang haus darah. Hmm,
ada-ada saja cara licik dan curang Wahabi memutar-balik sejarah untuk
membenarkan diri dan menganggap sesat umat lain.”
Roben yang sudah panas dadanya ikut menyela,”Maaf para paklik,
paman dan om-om yang terhormat. Kalau logika dalam tayangan KHAZANAH itu
diikuti, berarti hanya lambang Saudi Arabia dan Hizbut Takrir saja yang Islami
dan benar sesuai ajaran Rasulullah karena keduanya menggunakan tulisan Arab
Laailaha Ilallah Muhammad Rasulullah, sedang yang lain lambangnya terpengaruh
paganisme, apakah seperti itu alurnya?”
Sebelum para sufi menjawab, tiba-tiba Guru Sufi yang keluar dari
Mushola menyahuti, “Jangan dipikir kalau sudah memakai lambang dengan tulisan
Arab Laailaha Ilallah Muhammad Rasulullah itu sudah paling Islami dan paling
sesuai tuntunan Rasulullah Saw.”
“Lhadalah, apa memang seperti itu, Mbah Kyai?”
tukas Dullah dan Sukiran hampir berbarengan, “Bagaimana penjelasannya?
Bagaimana lambang bertulisan huruf Arab Laailaha ilallah Muhammad Rasulullah
bisa dianggap tidak selalu bermakna Islami dan sesuai tuntunan Rasulullah?”
“Jika pikiran kalian terhegemoni oleh
lambang-lambang huruf Arab dengan makna bahwa itulah huruf Islami, maka kalian
sangat keliru, karena faktanya huruf Arab sudah ada sebelum Nabi Muhammad Saw
lahir ke dunia. Huruf Arab diawali sejak Huruf Paku zaman Hammurabbi hingga
huruf Ibri, yang sudah hadir 5000 tahun sebelum masehi. Bahkan huruf Arab yang
berkembang dari huruf Ibri, asalnya gambar-gambar bermakna seperti Aliph
(sapi), Bait (rumah), Rosh (kepala), Mayim (air), ‘Ayn (mata), dan seterusnya.
Nah bagaimana kalau huruf Arab kemudian dikaitkan dengan paganisme Arab pra
Islam? Bukankah dalam fakta Nabi Muhammad Saw sendiri tidak pernah mencontohkan
tulisan Laailaha Ilallah dalam huruf Arab? Dalam fakta, bendera warna Hijau,
Hitam dan Putih yang digunakan Nabi Muhammad Saw dewasa itu pun tanpa gambar
apa-apa. Polos. Jadi siapa mereka itu, mau menghegemoni pikiran kita untuk
dipaksa meyakini bahwa lambang Tauhid Laailaha ilallah Muhammad Rasulullah yang
ditulis dalam huruf Arab adalah yang paling Islami dan paling sesuai tuntunan
Rasulullah Saw?” kata Guru Sufi menjelaskan.
“Woo iya Mbah Kyai,” sahut Dullah ketawa,”Nabi Muhammad Saw kan
ummi dan tidak pernah memberikan contoh tulisan yang Islami? Bahkan Al-Qur’an
pun disampaikan beliau dalam bentuk hafalan tanpa aksara.”
“Ya memang, itulah fakta. Jadi siapa yang menyatakan bahwa huruf
Arab adalah huruf Islam? Bukankah Abu Jahal waktu itu kalau menulis surat
menggunakan huruf Arab? Orang-orang Kristen Najran pun dewasa itu menulis
dengan huruf Arab,” kata Guru Sufi tegas.
“Jadi?” sergah Dullah dan Sukiran berbarengan.
“Siapa bilang bendera Saudi Arabia dan bendera Hizbut Takrir
adalah bendera berlambang Islam yang paling Islam dan paling sesuai contoh
Rasulullah Saw?”
“Yang bilang ya Wahabi sendiri dan kemudian diakui sendiri
kebenarannya.”
Para santri dan para sufi tertawa bersama. Sufi
Sudrun yang duduk di samping Sufi Kenthir tiba-tiba berkata,”Kemarin bilangnya
mau BOIKOT nonton KHAZANAH, ini semua kok malah rame-rame nonton KHAZANAH.”
“Nonton dagelan paklik,” sahut Bahar Izzulhaq,”Sekarang ada
acara humor model baru, sayang kalau diboikot….hehehe.”
Oleh: Agus Sunyoto