Rabu, 04 Desember 2013

‎# Renung Senja 15‎

Sudahlah.

Filosofikan hidupmu sedemikian rupa. Semampu-mampumu, sekuat-kuatmu, sesuai kadar kekuatan dan kelemahanmu sendiri. Manusia, sekalipun prototipe sempurna ciptaan Tuhan, tetap mempunyai kadar batas kemerdekaan, dimana ia mampu menimbang segala apa yang ia ucap, ia dengar, ia lakukan.
Mengapa harus filosofi..?

Itulah letak kebijaksanaan. Yang hampir semua manusia enggan mencari, bahkan untuk sejenak menoleh sedikitpun aras-arasen. Skala dan aksentuasinya begitu luas, tapi anda bisa memulainya dari diri sendiri.

Produk paling gampang adalah membuat orang, dan siapapun disekitar anda merasa senang, merasa gembira. Itu sudah cukup. Dan berdo’alah kepada Tuhan ditengah kebahagiaan mereka, ditengah kegembiraan mereka.
Jika anda kuat menakar, jangan mengungkit-ungkit menjadi subjek. Apalagi front man atas kegembiraan yang terjadi.

Berdialektikalah dengan Tuhan, berbincang-bincanglah pada jernihnya hati, berasyiklah dengan sejatinya cinta. Biarkan mereka bahagia, tanpa tahu siapa yang sesungguhnya membuat mereka bahagia. Biarkan mereka tertawa tanpa mengerti siapa yang membuat mereka tertawa. Biarkan saja mereka beribadah dengan tekun, belajar dengan rajin, sregep ngaji, rajin beramal, bangun pagi, bekerja keras, dengan ketidakmengertian bahwa sebenarnya siapa yang mendorong dibalik itu semua. Sebuah kebahagiaan yang tak terkira.

Itu latihan untuk menjadi ikhlas. Ikhlas adalah ketertundaan. Lho..?

Ada yang kau tunda : Kebahagiaan
Ada yang kau nyalakan : Harapan
Ada yang kau tunggu : Kesabaran
Tuhan, aku tetap bersama-Mu dan baik-baik saja.