Jumat, 08 November 2013

# Renung Senja 12

Katanya Sarjana

Lho, katanya sarjana, katanya sudah wisuda, katanya sudah bertoga, katanya sudah menyandang gelar, katanya sudah jadi pakar disiplin ilmu, katanya disambut banyak orang, katanya bangga dengan prestisius puncak, katanya sudah membuat Ibu Bapak bangga, katanya sudah menghasilkan karya (skripsi), katanya sudah berproses belajar, katanya sudah yudisium, katanya ..katanya..katanya. Dan katanya sudah menjadi wisudawan. Dimana seluruh dialektika pengetahuan sudah menancap. Katanya sudah menjadi wisudawan. Dimana sudah dipastikan menjadi manusia yang manusia, yang dibekali dengan tiga pengetahuan dasar. Kognitif, afektif, dan psikomotrik.

Seorang sarjana, tentunya idealis dasarmu kognitifisme. Kau merangkum permasalahan sosial dengan cara pandang objektif, cara berfikir yang tepat, dan tentunya kau pandai dalam hal itu. Kan sarjana.
Seorang sarjana, pastinya didalam hatimu terpancar sikap-sikap santun, akhlak yang baik, jiwa yang sehat, bisa menjadi uswatun hasananah bagi teman-temanmu, adik-adikmu, kakak-kakakmu, dan tentunya kau menjadi promotor yang tangguh bagi lingkunganmu. Kan sarjana, bukankah itu yang disebut afektif.

Seorang sarjana, gerak dan lakumu harusnya selangkah lebih maju, paling tidak bisa berlari disaat semua masih merangkak. Kau sudah berada di depan, di garis finish untuk menatap masa depan yang gelap, yang pekat, yang menjadi misteri bagimu tetapi tidak bagi Tuhan.
Namun, itu tidak kulihat dari seorang dirimu, tidak tampak dari sikapmu, dari cara berbicaramu, bergaulmu, yang didahimu terstempel tog sarjana.

Kau sudah menjadi sarjana, tapi belum bagi kehidupan.    

Anshofa, 08/11/2013