Pengantar
Isuk Ngaji, Awan
Ngaji, Sore Ngaji, Bengi Ngaji, Koyok Bu Nyai Ae. (Ustadz Syafa’at)
Usai ba’da sholat
Isya’, sebagaimana jadwal yang ada, Fashohah berjalan seperti biasa. Sebelum
Fashahah dimulai, tampak Abi Imam Muslimin ngobrol ringan dengan Ustadz
Syafaat. Dan para santri sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti fashahah
yang ‘digelar’ setiap dua minggu sekali ini.
‘Rehatnya’
aktivitas kuliah tidak membuat santri Anshofa berleha-leha dengan semua
kegiatan yang ada. Dengan efisiensi waktu yang disepakati, justru santri
anshofa mengisi libur kuliah dengan kegiatan yang manfaat, kultual, dan asyik.
Tampak berbeda dari
biasanya, fashahah kali ini Ustadz Syafaa’at memberikan ulasan isi materi yang
begitu komprehensif dan historis. Pemaknaan tentang keihklasan, asal usul lirik
tombo ati, epistimologi lafadh hawa nafsu, dan mengurai hal-hal yang sifatnya
kontekstual.
Kilas
Reportase I
Sebelum mengisi
ta’lim, Ustadz Syafaat meminta kepada seluruh santri agar mengingatkan jadwal
ta’lim yang beliau isi.
“ Saya tolong
diingatkan. Karena beberapa hari yang lalu saya ada acara, dan lupa kalau hari
itu adalah jadwal saya bersama kalian. Mbok ada yang jadi Sie Peng-sms gitu lho
“ ujar beliau sambil mencairkan suasana disambut tawa para santri.
Pemaknaan Ikhlas
Syirik Ashgar
adalah syirik kecil. Kalau riya’ adalah tidak melakukan sesuatu kebaikan karena
khawatir dipuji/riya’
Orang yang ikhlas
adlah dimana semua gerakannya, diamnya, aktivitasnya, ada atau tidak ada orang
lain, ia melakukannya hanya karena Allah semata. Nderes misalnya, ada orang dan
tidak ada orang, ia tetap nderes, kuliah libur atau masuk, ia pun juga tetap
nderes. Hadirnya manusia tidak membawa pengaruh apa-apa dalam dirinya, karena
semua yang berpegaruh dalam dirinya hanyalah kepada Allah, untuk Allah.
Bahkan dalam
definisi yang radikal, jika orang sudah mampu menyamakan antara cacian dengan
pujian, sesungguh demikianlah tingkatan ikhlas yang paling tinggi. Dicaci dan
dipuji bagaimanapun ia melakukan segala hal, jika menurut pandangan Allah itu
baik, ia tetap berpegang teguh dengan apa yang ia lakukan itu.
Pengertian hawa
nafsu
Nafsu adalah
melakukan sesuatu untuk menguntungkan dirinya sendiri. Hawa adalah melakukan
sesuatu yang nikmat—yang dalam bahasa modern disebut hedonisme. Maka, hawa
nafsu adalah menghalalkan sesuatu apapun, kepentingan apapun, yang berorientasi
untuk kenikmatan dirinya sendiri. Itulah Hedonisme, aliran kenikmatan. Ia akan
melakukan apapun jika semua itu menguntungkan dirinya. Suruh berjuang, ia tidak
mau. Suruh berkorban, ia enggan.
Sari’ As-Tsaqofi
adalah guru dari Imam Junaid Al-Bagdadi. Sari’ As-Tsaqofi pada suatu ketika
pernah bersyukur kepada Allah karena gledaknya terselamatkan dari
kebakaran, sedang gledak orang-orang disekitar Sari’ As-Tsaqofi musnah
terbakar. Dalam syukurnya Sari’ As-Tsaqofi mengucapkan Hamdalah. Dan ketika
malamnya beliau bermimpi bertemu entah dengan Rasulullah atau sahabat
Rasulullah sendiri (beliau tidak memastikan) dan dimarahi habis-habisan.
“ Kamu adalah orang
yang paling alim, paling santri, paling tinggi ilmunya, diantara orang-orang
yang ada di pasar. Tapi kenapa kamu
masih sempat-sempatnya bersyukur atas kenikmatanmu sendiri ditengah-tengah
penderitaan orang lain, mestinya kamu ikut susah dan menangis kepada Allah,
mengapa orang lain susah dan hanya saya sendiri yang tidak susah “
Sejak itulah beliau
bertaubat selama empat puluh tahun, hanya karena mensyukuri nikmatnya sendiri.
Bukankah orang hebat adalah mereka yang memikirkan nasib orang lain, bukan
memikirkan nasib dirinya sendiri.
Berbekal pengalaman
yang serupa, Ustadz Syafa’at juga menuturkan pernah bermimpi dimarahi gurunya
karena kelalaian beliau dalam menjaga Al-Qur’an.
Tentang Tombo
Ati
Imam Al-Khusyairi
(pengarang kitab Ar-Risalah AL-Khusyairiyyah) meng-copy righ ungkapan Syeikh
Ali AL-Khawwas tentang dawaul qolbi khomsatun, yang kita sebut dengan
tombo ati ada lima. Menurut beliau, justru yang mengarang tombo ati bukanlah
orang Indonesia, indikasinya adalah karena penjelasan dan syair tombo ati itu
sendiri persis ada di dalam penjelasan kitab Syeikh Ali AL-Khawwas
tersebut.