Islam
adalah agama yang dibawa Rasulullah, dimana ajarannya, konstelasi
kehidupan mengenai tauhid dan apa saja diturunkan di Tanah arab.
Akses kebudayaan, kehidupan social, dan apapun saja tidak bisa
terlepas dari kultural teritorial yang disebut tanah arab. Cara
berpakaianya, bahasa komunikasinya, adat budayanya, misuh serta
guyonannya, cara berpikir mengenai Tuhan dan sebagainya Tanah arab
menjadi landasan utama ketika orang harus dan akan menafsirkan Islam
sebagai agama, sebagai ajaran.
Islam
dan tanah arab, mengapa diturunkan di tanah tandus dan gersang.
Mengapa tidak diturunkan di Yunani atau Romawi. Keduanya merupakan
pusat peradaban ilmu, peradaban filososi, peradaban pengetahuan.
Aku
menduga, ini bukan soal pengetahuan atau puncak penemuan peradaban.
ada perbedaan yang sangat mengenai tanah arab, Romawi, maupun Yunani.
Misalnya dengan pertanyaan mengapa Islam turun di tanah arab.
Anda
tahu, bangsa arab dikenal sebagai bangsa militan dalam hal berdagang.
Mereka menyebar kemana-mana, menjaring relasi ekonomi, meregulasi
barang-barang dagangan untuk mencari laba, melakukan transaksi dengan
pedagang dari mana saja, menjalin kerja sama produktif pragmatis
untuk keberlangsungan hidup mereka. Maka, berdagang menjadi
‘ideologi’ tatanan social ekonomi bangsa arab pada waktu itu.
Demikian adanyalah, Allah menciptakan bangsa arab supaya Islam dapat
menyebar kemana-mana. Begitupun Muhammad ketika masa mudanya. Pergi
kemana-mana, melakukan perjalanan panjang dengan khabilah-khabilah,
menjadi asisten manager dari saudagar kaya raya Khadijah Binti
khuwailid.
Jangan
lupa, Bangsa arab sedemikian kolotnya, mereka begitu kental rasa
persaudaraanya. Maka, perang antar suku menjadi pemandangan yang
tidak mengherankan di arab. Maka, Muhammad berani mendobrak kekolotan
orang arab dari primordial kesukuan menjadi universal kultural.
Adanya suku-suku tetap dipertahankan, hanya saja muatan nilai akhlak,
moral, kasih sayang, cinta kepada sesama manusia menjadi utama dalam
kehidupan.
“ Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu mendapat rahmad “ (Al-Mukminun : 10).
Karena
sudah bersaudara, maka pernah salah seorang sahabat mengatakan “
Wahai Nabi, kami adalah umatmu, bukan umatnya nabi Musa (Bani
Israel). Kami tidak akan dan tidak pernah ingin seperti mereka,
dimana mereka mengatakan “ biarlah Musa dan Tuhannya berperang, dan
ketika Musa dan Tuhannya menang, barulah kami akan masuk menjadi
bagian dari umat Nabi Musa”. Kami tidak seperti itu wahai Nabi,
seandainya engkau menyuruh kami masuk ke lobang api, kami akan
memasukinya.
Masuki
alam pikiran dan hati bangsa arab, pelajari antropologi keseharian
mereka, gen keturunan mereka, demikianlah adanya bangsa arab. Tapi
anda tidak perlu menjadi orang arab. Kalau ngomong ndak usah pakek
“antum, ana”, kalau memanggil Bapak dengan “Abi”, Ibu dengan
“Umi”. Antropologi bangsa Nusantara berbeda, dan jauh lebih
dahsyat daripada bangsa Arab.
Allah
melindungi Islam salah satunya dengan rasa persaudaraannya bangsa
arab dengan mau membela Nabinya, prinsip ajarannya. Yang tampak bukan
status atau identitas ke-sukuan, ke-khabilahan, namun kemanusiaan,
dan martabat hidup. Puji Allah atas keagunganNya.
Dalam
bangsa arab, masih terkandung ajaran-ajaran Hanif Nabiyullah Ibrahim
As, seperti thowaf, berkurban, menjamu para tamu Tuhan, dan lainnya
dimana semua itu adalah terusannya para Nabi. Bangsa arab menjunjung
tinggi garis nasabnya. Nasab keturunan maupun ajarab leluhur yang
diturunkan.
Pra
Islam, mereka menyembah berhala bukan berarti menyekutukan Tuhan.
Mereka bilang “ Lho..kami tidak menyembah mereka kok. Kami tetap
menyembah Allah, berhala-berhala ini hanya perantara agar kami
semakin dekat dengan Allah”.
Kemurnian
pemikiran bangsa arab hanya terkontaminasi oleh kebodohan,
ketidaktahuan, maka bangsa arab adalah bangsa yang paling suci dan
paling lugu cara berpikirnya. Membunuh bayi perempuan karena dianggap
aib keluarga, berbuat riba dianggap taqarrub kepada Allah, berjudi,
mabuk-mabukan untuk menunjukkan status social ke-darmawan, membuat
patung-patung sebagai wasilah kepada Tuhan. Ketika Muhammad datang,
seluruh kerusakan cara berpikir yang demikian dikonstruksi dan
ditransformasikan kembali melalui dakwah Muhammad yang santun, tidak
feodal, kultural, menjungjung tinggi harga diri dan martabat, dan
sebagainya.
Bangsa
arab menyadari kekeliruannya, diam-diam membenarkannya, sekalipun
masih malu-malu, gengsi, untuk mengakui kebenaran yang dibawa
Muhammad. Mereka yang mendapat hidayah, masuk dalam cahaya ajaran
Islam, selamat dengan mengikuti ajaran Allah dan rasulNya.
Berbahagialah mereka, karena tidak akan diadzab karena dalam dirinya
ada Muhammad.
Islam
dan Tanah Arab, maka demikianlah al Quran berbahasa arab. Persoalan
bahasa, kitab suci, pokok-pokok ajaran Islam, maupun sunnah Nabi
dituturkan dalam bahasa ini. Keistimewaannya bahasa arab dimana al
Quran sendiri mengakuinya, membuat bahasa ini memungkinkan untuk
menjadi sarana yang baik, efektif, tanpa bisa yang signifikan.
Bilisanin arabiyyin mubin.
Komprehensitas
mengenai sejarah turunnya Islam di arab bukan berarti harus
menyimpulkan bahwa sesuatu yang datang dari arab adalah Islam, atau
Islam adalah identik dengan arab. Ada batas-batas tertentu yang
mengikat dimana arab tidak bisa disamakan dengan Islam, maupun
sebaliknya.
Dan
aku tak mau berdo’a dengan berbahasa arab, ya kadang-kadang harus
memakai karena konteks suatu hal. aku tak bisa memaksakan diri untuk
berdo’a dengan bahasa yang tak bisa aku mengerti dan pahami.
Kemesraan dengan Tuhan tidak terbatas pada skat-skat bahasa, namun
lebih kepada murninya hati dalam meminta.
Ndungo
coro Jowo luwih ampuh. Misalnya, “ Ya Allah…lare niku kok
uayu tho, kok uadeeeem ngoten. Mbok Njenengan sambungaten ati kulo
maring ati lare niko. Amiiiin.
Anda
tinggal niteni, kalau Allah berkenan, akan ada
keajaiban yang terjadi. ^_^.
__Anshofa,
28 September 2014/03 Dzulhijjah 1435 H__