Unen-unen
/ Paribahasa
Jawa yang sampai saat ini melekat dan menjadi acuan masyarakat Jawa
diklasifikasikan sebgai berikut :
1.
Adat
Tradisi
·
Desa mawa cara negara
mawa tata (desa
mempunya aturan tersendiri, negara mempunyai tatanan tersendiri)
·
Kayak kali ilang
kedunge, pasar ilang kumandhange (seperti sungai kehilangan lubuk, pasar kehilangan gaungnya)
·
Wong jowo nggone semu,
sinamung ing samudono sesadone ing adu manis (sifat orang jawa cenderung
semu/terselubung, menutup diri dengan kata-kata tersamar, masalah apapun
dihadapi dengan muka manis)
2. Etika dan tata krama
·
Ajining diri dumunung
ing lathi, ajining raga saka busana (nilai pribadi terletak di bibir/tutur kata, nilai
raga/badan tercermin dari pakaiannya)
·
Aja ngomong waton,
nanging ngomongo nganggo waton (jangan asal bicara, tapi bicaralah dengan landasan yang
jelas)
·
Aja rumangsa bisa,
nanging bisaa rumangsa (jangan merasa bisa, akan tetapi bisa/berani mengakui bahwa
dirinya tidak bisa)
·
Tepa selira (tenggang rasa, mengukur
segala sesuatu secara manusiawi)
·
Manjing ajur ajer (masuk hancur dan
mencair ke dalam lingkungan/masyarakatnya)
·
Ngono yo ngono, nanging
ojo ngono (begitu
ya begitu, tetapi jangan begitu)
·
Momor momot nggendhong
nyunggi (bercampur
memuat menggendhong dan menyunggi terhadap lingkungan/masyarakatnya)
3. Hubungan sosial,
Kekerabatan, dan Gotong Royong
·
Dagang tuna andhum bati (meskipun berdagang
rugi, namun harus berani membagi rizki)
·
Sepi ing pamrih rame ing
gawe (sedikit
pamrih, banyak bekerja)
·
Napihi wong kewudan (memasangkan/mengenakan
kain panjang kepada orang telanjang)
·
Rukun agawe santosa crah
agawe bubrah (rukun
membuat sentosa, bertengkar membuat rusak)
·
Sapa luweh ora kena muni
luweh (siapa
mempunyai kelebihan tidak boleh abai terhadap orang lain yang tengah
menderita/kekurangan)
·
Tepung rubuh sambang
kalen (menyatu
pagar halamannya, bersambung juga paritnya)
4.
Hubungan
Orang Tua dan Anak
·
Kencana waton wingka (emas berlian tampak
seperti pecahan gerabak)
·
Kacang mangsa ninggal
lanjarane (kacang
panjang tidak mungkin meninggalkan terus tempatnya)
·
Anak polah bapak
kepradhah, bapak kesulah anak kapolah (anak bertingkah bapak/orang tua
yang bertanggung jawab, bapak dihukum dengan dihujani tombak, anak ikut
merasakan)
·
Mikul duwur mendem jero (memikul tinggi-tinggi
mengubur sedalam-dalamnya)
·
Kebo nyusu gudel (kerbau menyusu kepada
anak-anaknya)
·
Kebo kabotan sungu (kerbau keberatan
tanduk)
·
Cilik diitik-itik bareng
gede dipasang benik (kecil
dipasangi lubang kecil, setelah besar dipasangi kancing baju)
·
Dikempit kaya wade, dijuju
kaya manuk (dikepit
seperti kain dagangan, disuapi seperti anak burung)
5.
Hukum,
Keadilan, dan Kebenaran
·
Bener ketenger, becik
ketitik ala ketara (benar
ditandai, baaik terbukti, buruk kelihatan sendiri)
·
Bolu rambatan lemah (sejenis tanaman yang
merambat ditanah)
·
Salah mest owah, bener
terus mesti nggejejer (salah pasti berubah, benar tetap berdiri tegak)
·
Sapa temen bakal tinemu,
sapa salah bakal seleh (siapa bersungguh-sungguh akan ketemu, siapa salah akan
menyerah)
·
Sing goroh growah (siapa bohong merugi)
·
Wani ngalah duwur
wekasane (berani
mengalah mulia akhirnya)
Perlu anda ketahui, bahwa unen-unen yang disajikan di atas hanya merupakan sebagia kecil dari
ribuan ungkapan peribahasa yang tersimpan dalam khazanah budaya Jawa. Apabila
dikaji lebih mendalam, unen-unen ini
memiliki kesamaan dengan peribahasa-peribahasa lain di Nusantara, baik yang
menggunakan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Menurut teori kebahasaan,
yang dimaksud peribahasa adalah semua bentuk bahasa yang mrngandung arti
kiasan. Di dalamnya termasuk ungkapan berupa kata atau frasa (gabungan dua kata
atau lebih yang bersifat nonpredikatif), perumpamaan, tamsil, atau ibarat,
pepatah, dan petitih. Selain itu, peribahasa juga dipahami sebagai ajaran moral
lewat proses peneladanan. Atau dengan kata lain, peribahasa adalah ajaran moral
dalam bentuk kata, frasa, klausa, maupun kalimat yang strukturnya bersifat
tetap. Di dalam ranah bahasa dan susastra Jawa, peribahasa atau unen-unen dapat dikelompokkan menjadi peribasan, bebasan, saloka, pepindhan,
sanepa, dan isbat.
1. Paribasan : menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau
barang. Perumpamaannya dapat menggunakan barang, anggota badan, tempat,
binatang, dan lain-lain. Pesan yang disampaikan dapat berupa nasihat, teguran,
cemohan, larangan, hukum, keadaan, atau perwatakan. Contohnya: anak polah bapak kepradah, tuna satak bathi
sanak, lila lamun ketaman kelangan nora gegetun.
2. Bebasan: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau
barang. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, tumbuhan, atau anggota badan
manusia. Pesan yang disampaikan dapat berupa nasihat, teguran, cemooan,
ungkapan, enyesalan, kemarahan, kemarahan, gambaran takdir, gambaran perilaku,
dan perwatakan. Contohnya: suruh lumah
kurebe beda yen gineget padha rasane, kemladdheyan ngajak sempal, mkebo gupak
ajak-ajak, kacang mangsa dinggal lanjarane, ambuwang rasa oleh kuwuk.
3. Saloka: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau
barang. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, tumbuhan, atau wayang. Pesan
yang disampaikan dapat berupa nasihat, teguran, cemoohan, ungkapan penyesalan,
gambaran kebodohan, permusuhan, kemustahilan. Contohnya: wastra lungsed ing sampiran, rawe-rawe rantas malang-malang putung,
gambret singgang mrekatak ora ono sing ngeneni, katepan ngrangsang gunung,
galuga sinalusur sari.
4. Pepindhan: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan,
atau barang. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, tumbuhan, atau wayang.
Pesan yang disampaikan dapat berupa gambaran permusuhan atau penyangatan.
Contohnya: kaya wedus diumbar ing
pakacangan, opor bebek mentas saka awake dhewek, byung-byung tawon kambu, kebo
kabotan sungu, meneng widara uleren.
5. Isbat: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, juga keadaan.
Berbeda dengan unen-unen yang lain, isbat selalu menggambarkan tingkah laku
yang baik. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, atau barang. Makna yang
disampaikan selalu berupa nasihat atau ajaran kerohanian. Contohnya: golek banyu apikulan warih golek geni
adedamar, nggolei tapake kuntul nglayang, gusti Allah ora sare, anak dino ana
upa ora obah ora mamah.