Senin, 07 Juli 2014

Manusia Jawa dan Unen-Unenya


Unen-unen / Paribahasa Jawa yang sampai saat ini melekat dan menjadi acuan masyarakat Jawa diklasifikasikan sebgai berikut :
1.       Adat Tradisi
·         Desa mawa cara negara mawa tata (desa mempunya aturan tersendiri, negara mempunyai tatanan tersendiri)
·         Kayak kali ilang kedunge, pasar ilang kumandhange (seperti sungai kehilangan lubuk, pasar kehilangan gaungnya)
·         Wong jowo nggone semu, sinamung ing samudono sesadone ing adu manis (sifat orang jawa cenderung semu/terselubung, menutup diri dengan kata-kata tersamar, masalah apapun dihadapi dengan muka manis)
2.       Etika dan tata krama
·         Ajining diri dumunung ing lathi, ajining raga saka busana (nilai pribadi terletak di bibir/tutur kata, nilai raga/badan tercermin dari pakaiannya)
·         Aja ngomong waton, nanging ngomongo nganggo waton (jangan asal bicara, tapi bicaralah dengan landasan yang jelas)
·         Aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa (jangan merasa bisa, akan tetapi bisa/berani mengakui bahwa dirinya tidak bisa)
·         Tepa selira (tenggang rasa, mengukur segala sesuatu secara manusiawi)
·         Manjing ajur ajer (masuk hancur dan mencair ke dalam lingkungan/masyarakatnya)
·         Ngono yo ngono, nanging ojo ngono (begitu ya begitu, tetapi jangan begitu)
·         Momor momot nggendhong nyunggi (bercampur memuat menggendhong dan menyunggi terhadap lingkungan/masyarakatnya)
3.       Hubungan sosial, Kekerabatan, dan Gotong Royong
·         Dagang tuna andhum bati (meskipun berdagang rugi, namun harus berani membagi rizki)
·         Sepi ing pamrih rame ing gawe (sedikit pamrih, banyak bekerja)
·         Napihi wong kewudan (memasangkan/mengenakan kain panjang kepada orang telanjang)
·         Rukun agawe santosa crah agawe bubrah (rukun membuat sentosa, bertengkar membuat rusak)
·         Sapa luweh ora kena muni luweh (siapa mempunyai kelebihan tidak boleh abai terhadap orang lain yang tengah menderita/kekurangan)
·         Tepung rubuh sambang kalen (menyatu pagar halamannya, bersambung juga paritnya)
4.       Hubungan Orang Tua dan Anak
·         Kencana waton wingka (emas berlian tampak seperti pecahan gerabak)
·         Kacang mangsa ninggal lanjarane (kacang panjang tidak mungkin meninggalkan terus tempatnya)
·         Anak polah bapak kepradhah, bapak kesulah anak kapolah (anak bertingkah bapak/orang tua yang bertanggung jawab, bapak dihukum dengan dihujani tombak, anak ikut merasakan)
·         Mikul duwur mendem jero (memikul tinggi-tinggi mengubur sedalam-dalamnya)
·         Kebo nyusu gudel (kerbau menyusu kepada anak-anaknya)
·         Kebo kabotan sungu (kerbau keberatan tanduk)
·         Cilik diitik-itik bareng gede dipasang benik (kecil dipasangi lubang kecil, setelah besar dipasangi kancing baju)
·         Dikempit kaya wade, dijuju kaya manuk (dikepit seperti kain dagangan, disuapi seperti anak burung)
5.       Hukum, Keadilan, dan Kebenaran
·         Bener ketenger, becik ketitik ala ketara (benar ditandai, baaik terbukti, buruk kelihatan sendiri)
·         Bolu rambatan lemah (sejenis tanaman yang merambat ditanah)
·         Salah mest owah, bener terus mesti nggejejer (salah pasti berubah, benar tetap berdiri tegak)
·         Sapa temen bakal tinemu, sapa salah bakal seleh (siapa bersungguh-sungguh akan ketemu, siapa salah akan menyerah)
·         Sing goroh growah (siapa bohong merugi)
·         Wani ngalah duwur wekasane (berani mengalah mulia akhirnya)
Perlu anda ketahui, bahwa unen-unen yang disajikan di atas hanya merupakan sebagia kecil dari ribuan ungkapan peribahasa yang tersimpan dalam khazanah budaya Jawa. Apabila dikaji lebih mendalam, unen-unen ini memiliki kesamaan dengan peribahasa-peribahasa lain di Nusantara, baik yang menggunakan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Menurut teori kebahasaan, yang dimaksud peribahasa adalah semua bentuk bahasa yang mrngandung arti kiasan. Di dalamnya termasuk ungkapan berupa kata atau frasa (gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif), perumpamaan, tamsil, atau ibarat, pepatah, dan petitih. Selain itu, peribahasa juga dipahami sebagai ajaran moral lewat proses peneladanan. Atau dengan kata lain, peribahasa adalah ajaran moral dalam bentuk kata, frasa, klausa, maupun kalimat yang strukturnya bersifat tetap. Di dalam ranah bahasa dan susastra Jawa, peribahasa atau unen-unen dapat dikelompokkan menjadi peribasan, bebasan, saloka, pepindhan, sanepa, dan isbat.    
1.       Paribasan : menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau barang. Perumpamaannya dapat menggunakan barang, anggota badan, tempat, binatang, dan lain-lain. Pesan yang disampaikan dapat berupa nasihat, teguran, cemohan, larangan, hukum, keadaan, atau perwatakan. Contohnya: anak polah bapak kepradah, tuna satak bathi sanak, lila lamun ketaman kelangan nora gegetun.
2.       Bebasan: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau barang. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, tumbuhan, atau anggota badan manusia. Pesan yang disampaikan dapat berupa nasihat, teguran, cemooan, ungkapan, enyesalan, kemarahan, kemarahan, gambaran takdir, gambaran perilaku, dan perwatakan. Contohnya: suruh lumah kurebe beda yen gineget padha rasane, kemladdheyan ngajak sempal, mkebo gupak ajak-ajak, kacang mangsa dinggal lanjarane, ambuwang rasa oleh kuwuk.
3.       Saloka: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau barang. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, tumbuhan, atau wayang. Pesan yang disampaikan dapat berupa nasihat, teguran, cemoohan, ungkapan penyesalan, gambaran kebodohan, permusuhan, kemustahilan. Contohnya: wastra lungsed ing sampiran, rawe-rawe rantas malang-malang putung, gambret singgang mrekatak ora ono sing ngeneni, katepan ngrangsang gunung, galuga sinalusur sari.
4.       Pepindhan: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, keadaan, atau barang. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, tumbuhan, atau wayang. Pesan yang disampaikan dapat berupa gambaran permusuhan atau penyangatan. Contohnya: kaya wedus diumbar ing pakacangan, opor bebek mentas saka awake dhewek, byung-byung tawon kambu, kebo kabotan sungu, meneng widara uleren.

5.       Isbat: menggambarkan tingkah laku atau watak manusia, juga keadaan. Berbeda dengan unen-unen yang lain, isbat selalu menggambarkan tingkah laku yang baik. Perumpamaannya dapat menggunakan hewan, atau barang. Makna yang disampaikan selalu berupa nasihat atau ajaran kerohanian. Contohnya: golek banyu apikulan warih golek geni adedamar, nggolei tapake kuntul nglayang, gusti Allah ora sare, anak dino ana upa ora obah ora mamah.