Jumat, 16 November 2012

Tottenham Vs Manchester City = 10 November 1945


Ketika liga Premier inggris menayangkan laga Manchester  City versus Tottenham Hospur beberapa waktu yang lalu, ada yang menarik. Begitupun dengan laga sebelumnya Arsenal versus Fulham, Chelsea versus Liverpool pada hari berikutnya. Ketika semua pemain dan official akan memulai pertandingan, ada semacam upacara, dedungo, ditengah lapangan bersama semua pemain, wasit, dan beberapa pasukan kerajan istana. Untuk siapakah mereka berdo’a? mengheningkan cipta sejenak dengan khusyuk nan tawadhu. Mengapa harus repot-repot mengadakan upacara di tengah lapangan bola segala. Apakah ritus ini dilakukan di skala nasional kerajaan Inggris ataukah hanya dalam skala kecil persepakbolaan Premier League?
Duduk persoalannya bukanlah tentang beberapa klub akan bertanding, ataupun sebuah ritus tahunan yang diselenggarakan kerajaan Inggris. Bukan. Bukan itu. Ketika aku cangkruan bersamakonco-konco menyaksikan bal-balan Manchester  City versus Tothenham Hospur, ada semacam kegetiran, perenungan mendalam dan wacana kritis akan pertandingan itu. Dan sangat kebetulan sekali, pas dengan peringatan hari pahlawan 10 November.

“Ini bal-balan kok ada upacaranya, pake’ mengheningkan cipta segala” Memet uring-uringan.
Ojo ngunu, mereka lo mendo’akan para pahlawan” Margobleh nyrucus
“Pahlawan apa penjajah, bisa-bisanya mereka mengakadali sejarah”
“Maksudmu”
“ Ini kan tanggal 10 November, harusnya nte melek dong. Pertandingan Premier League hari-hari ini disamping memang bal-balan, tapi juga untuk mengenang para penjajah-yang kata mereka pahlawan-ketika pada tanggal 24 Oktober 1945 iring-iringan ke pantai Surabaya yang akhirnya berbuntut pertempuran 10 November itu.  
“ Kan ini bal-balan Met, duduk perang”
Semprool
“hehehehe”
“ Kau ingat Bleh, ketika 25 Oktober 1945 kesatuan tentara sekutu mendarat di pelabuhan Surabaya. Sekutu mengajak Gubernur Suryo dan wakilnya untuk berunding di atas perang kapal. Tapi ajakan mereka tak dapat dipenuhi, karena bersamaan dengan itu diselenggarakan konferensi perekonomian seluruh Jawa Timur. Di samping itu, sekutu tidak memberikan keterangan apa yang akan dirundingkan. Lebih dari satu jam mereka mendesak. Namun, para pembesar Republik dengan bijaksana dan hormat menolak. Tiba-tiba, dengan tidak sopannya  para utusan sekutu itu berdiri, mengangkat kaki, pergi meninggalkan pertemuan itu tanpa meminta izin. Roeslan Abdulgani menjadi saksi atas demonstrasi ketidaksopanan itu”. Tiba-tiba Memet menjadi ahli sejarah

“Eh Met, pemain andalanmu masuk start up. Emanuel Ade bayor”

Memet mendadak menjadi narator sejarah. Premier league Totenham versus Manchester City yang dilihatnya berubah menjadi catatan-catatan hitam, menayangkan dengan jelas peperangan sengit arek-arek Suroboyo melawan serdadu Inggris. Seperti ketika ia melihat ekspansi Amerika terhadap Irak.

10 November 1945 pukul 09.00 Wib genderang perang ditabuh. Bung Tomo dengan semangat narasinya yang ulung, memompa semangat arek-arek Suroboyo melalui corong siaran radio Surabaya. “selama banteng-banteng Indonesia masih berdarah merah, yang dapat membikin kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga, Allahu Akbar…merdeka atau mati. Berpuluh-puluh pemuda Maluku yang bernaung di panji PRI (pemberontak Republik Indonesia) maluku gegap gempita mempertahankan serang pasukan Inggris di Surabaya utara. Konco-konco dari Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Sunda kecil dll bahu-membahu menunjukkan keberanian dan kegagahan mereka masing-masing. Menghadapi berjuta-juta peluru yang dimuntahkan dari kanon-kanon, tank-tank, kapal, pesawat udara dan senjata pasukan Inggris lainnya.
“Gooooooolllll…..” Margebleh memekik. Sundulan Steven Caulker merobek gawang City
Memet terhentak. Goal pertama rupanya. City tertinggal 0-1.
Ya Tuhan, nasionalisme bangsa Inggris dibangun di istana kerajaan, belantara pasar, media Koran, televise swasta hinga di stadion-stadion. Upacara untuk mengenang pasukan Inggris yang gugur melawan arek-arek Suroboyo. Sementara media televise kita, Koran-koran, radio hanya sibuk dan ruwet ngurusi problematika kenegaraan yang seakan tak kunjung usai. Korupsi, cicak vs buaya, Indonesian Idol, mancing mania, hiburan rasan-rasan dll.
            Kesadaran untuk mengenang, merefleksikan hari pahlawan belum sepenuhnya terpatri dalam masyarakat kita. Jangankan masyarakat, relung jiwa kita pun belum sepenuhnya sadar apa arti hari pahlawan itu sendiri.
            “Goooollll..”Margebleh tambah memekik. Sergio Aguero menyamakan kedudukan. 1-1.
Malang, November 2012