Tanggal 27-29 September 2012 di
Pondok Pesantren Tebuireng sedang marak diadakannya peringatan 1000 hari
wafatnya KH.Abdurahman Wahid atau yang sering disapa Gusdur. Peringatan ini
bukanlah yang kali pertama diadakan, sebelumnya ketika peringatan 100 hari
wafatnya Gus Dur, acara yang sama juga diselenggarakan. Komplek pesantren
Tebuireng yang sudah mengalami perluasan arena semenjak era kepengasuhan Gus
Shalahudin Wahid ini agaknya menjadi altar yang pas untuk acara-acara besar.
Khususnya peringatan 1000 hari wafatnya Gus Dur pada hari ini (27/09/ 2012).
Diberbagai segmen seminar, diskusi, bahkan di peringatan 1000 hari wafatnya
beliau ini sosok kharismatik, kontroversi, dan seringkali dianggap nyleneh ini
seakan tiada habis untuk selalu dikupas, dikaji,dan diulas dari hari ke hari.
Terlepas dari sisi kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia, semoga beliau
mendapat tempat yang terbaik di sisiNya. Amin.
Minggu, 30 September 2012
Senin, 10 September 2012
Ibda’ Bi Nafsika. Sepatu Vs Sandal
Rasulullah mengajarkan kepada umatnya tentang satu metode
interaksi yang sangat mendalam, mencakup kohesitas antara hubungan manusia dan
tuhan, terselip disitu sebuah pendidikan mental, personal, yang kyai-kyai
dipesantren menyebutnya dengan “Ibda’ Binafsika” mulailah dari dirimu sendiri
kira-kira begitu terjemahannya. Ada titik temu yang bersifat vertical dimana
sesungguhnya manusia adalah guru bagi dirinya sendiri. Mandataris bagi akalnya,
hatinya, jiwanya sendiri. “Ibda’ Binafsika” seakan menyindir, meraba sisi
sensitivitas kita bahwa ternyata kita diam-diam dan secara tak sadar menjadi
munafik, nggaya, pamer udel, merasa paling dintara yang paling dan
lain-lain.
Sabtu, 08 September 2012
Shiratal Mustaqim
Hari ini kuurai sebuah kehidupan baru, awal sebuah kisah
seorang yang sedang mencari dirinya. Dia ini tersesat dengan akal dan hatinya
sendiri. Manusia itu diciptakan Tuhan untuk selalu berfikir. Terhadap apa saja.
Dengan segmentasi yang heterogen ini, kalau manusia tidak bisa menggurui
dirinya sendiri dengan software pemberian Tuhan yang bernama akal, ia laksana
robot, berjalan kesasna kemari linglung, buta realita dan bisu keadaan. Akal
adalah ruang, dimana semua ilmu, hikmah, kebijaksanaaan, rasa bersalah, atau
apapun saja ngrumpel menjadi satu. Maka ia harus digali, direnungi. Afala tatafakkarun, tadzakkarun, Takqilun
kata Tuhan. Loh..sampai mana ini. Kita
kembali ke pemuda tadi. Pemuda ini mencoba mencari dirinya dengan sliwar-sliwer,
grusak-grusuk ke semua segment organ disekelilingnya. Berharap, dengan grusak-grusuknya
itu, dia akan mendapatkan sebuah “nubuwwah” dari Tuhan, berharap menemukan
hikmah mengapa, bagaimana, dan siapa sebetulnya dirinya ini. Lebih tepatnya ini
adalah proses tentang pencarian jati
diriku, yang sampai hari ini aku tak tahu, bahkan mengapa aku harus mau tahu
tentang semua ini.
Langganan:
Postingan (Atom)