Sekarang ini, kalau tak punya Hape seakan nggak gaul, nggak mboys, ndeso. Hari gini gak punya Hape?..Hape sudah menjadi komoditas bagi semua segmen masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dulu, awal tahun 200 an hanya segelintir orang yang nduweni alat canggih ini. Namun tidak untuk zaman kosmopolita sekarang, segmennya semakin luas. Mulai dari tukang sedot Wc, pasukan kuning, tukang jagal, tukang bakso, preman, mahasiswa, siswa, hingga pejabat Hape sudah menjadi daya gengsi, popularitas kecil dari majunya teknologi. Perubahan besar dari zaman konvensional menjadi digital.
Kekuatan Hape ini sangat luar biasa, mandragunanya melebihi kemampuan aji bandung bondowoso maupun blabak pengantolan milik Bima dalam kisah perwayangan. Padahal dengan ajian itu Bima mampu ngilang sekejap dalam hitungan sepersekian detik. Hape ini juga juga lebih dahsyat dibanding aji panglimunan ataupun jayeng katon milik Arjuna. Nah, jayeng katon ini malah lebih super. Arjuna bisa menghilang dan tak kelihatan dan dia bisa menerawang bangsa lelembut yang tak kasat mata.
Hape ini, malah digadang-gadang menjadi teknologi yang super cuanggih melebihi kedahsyatan teknologi apapun. Dari kisah klasih perwayangan, hingga kisah kontemporer hape menempati urutan pertama dari pusaka-pusaka canggih seperti Keris kyai setan kober milik Aryua penansang, keris kyai pleret, bahkan keris kyai kolongonyeng milik sunan kalijaga.
Hemm..anda tidak perlu risau atau heran mengapa saya menulis kesaktian Hape. Karena manusia sekarang sudah tidak percaya diri lagi dengan kesaktian intern dalam dirinya. Kekuatan magij yang tersimpan dalam jasadnya.
Maka, siapa yang mampu melepas ketergantunganya dengan Hape, ia akan menjadi sakti mandraguna, menjadi manusia super yang tidak hanya bisa berkomikasi dengan jempol dan lisan. Tapi juga dengan kepekaan hati, sensivitas jiwa dan komunikasi internal dengan Tuhan sekalipun.
Maka, siapa yang mampu melepas ketergantunganya dengan Hape, ia akan menjadi sakti mandraguna, menjadi manusia super yang tidak hanya bisa berkomikasi dengan jempol dan lisan. Tapi juga dengan kepekaan hati, sensivitas jiwa dan komunikasi internal dengan Tuhan sekalipun.
Juni, 2012