Senin, 25 Juni 2012

Css Mora Uin Maliki : Antara Ego, kewajiban dan kepentingan

Bismillahirrahmanirrahim…..
            Forum sosialisasi masalah penempatan anggota Css Mora baru saja digelar. Sekian menit yang lalu, pada hari Rabu tanggal 20 Juni 2012 di kantor HTQ pada pukul 19.00-22.00 Wib.  Menjadi satu moment penting untuk menentukan langkah, masa depan arek-arek dalam menata dirinya maupun organisasinya yang masih bau kencur ini. Entah, aku selalu suudzon mengapa forum-forum yang terjadi selama ini hanyalah kamuflase belaka, kebohongan structural, dan pembodohan mental serta pendidikan yang diterapkan (Ya Allah, semoga ini salah). Aku hanyalah pemuda bodoh yang mencoba mencari langkah, menemukan solusi terhadap lingkungan yang kugeluti. Di organisasi, masyarakat, maupun konco-konco sejawat. Segmentasi menjadi penting, karena itu adalah proses dimana manusia mulai menemukan siapa dirinya dan siapa Tuhannya.

            Forum sosialisasi penempatan ini aku rasa hanyalah pemaksaan Bapak terhadap kami-kami yang ingin menentukan langkah. Intervensi memang penting dan urgen, namun intervensi yang baik, fair, objektif serta menjunjung tinggi rasa paseduluran dan kebersamaan aku kira jauh lebih subtansi dari pada hanya mementingkan keputusan sepihak tanpa diskusi dengan pihak yang terkait, Dalam hal ini arek-arek Css Mora. Diskursusnya jelas, kami yang menjalani proses, memutar tenaga dan fikiran, dan mbanting energi seharusnya menjadi pertimbangan penting untuk diajak ngobrol dulu, diizinkan mendengar sepatah dua kata, sebelum njenengan-njenengan memutuskan sebuah kebijakan. Ya Allah, engkau maha mendengar, seharusnya hamba-hambaMu juga bisa saling mendengar satu sama lain. Inna nastamiunal qaula fayattabiuna ahsanahu.
Antara Kontrakan, Ma’had dan pesantren mahasiswa : Sebuah kronologis    
            Anggota Css Mora melalui mandataris dari kemenag melalui Pembina sejak awal sudah disuguhi kontrak tertulis yang salah satunya harus menetap di mahad sebagai langkah preventif untuk bisa menjaga akhlak, moral maupun satuan ikatan diantara mereka secara emosional. Namun, khusus di Uin Maliki Malang, ma’had menjadi satu prioritas yang tidak dapat digeser keberadaannya. Dia menjadi rayon penting demi proses penjagaan hafalan alqur’an para konco-konco Css Mora. Dari      13 Css (Uin Syarif Jakarta, UPI, IPB, UI, ITB, IAIN Walisongo Semarang, UIN Jogja, UGM, IAIN Surabaya, ITS, UNAIR, UINA Malang, dan Unram)       di Indonesia, satu-satunya Css Mora yang membidangi hafalan al-qur’’an hanyalah Css Mora Uin Maliki Malang. Proses rekuitmen calon mahasiswa baru di PBSB Uin syaratnya adalah mempunyai modal hafalan minimal 10 Juz. Jika tidak, ya ndak lulus.
            Nah, dengan alasan itulah ma’had menjadi urgen di Css Uin malang. Diharapkan, dengan bertempat di mahad, proses terjaganya hafalan, ngaji bareng, meningkatkan kuantitas maupun kualitas hafalan menjadi titik yang tidak bisa ditawar dan harus diperjuangkan. Maka dari itu, angkatan pertama 2009 yang dipimpin Badrun sampai angkatan ketiga yang dikomandoi oleh Dzikrulah menempati ma’had dan menjalankan aktivitas dengan system yang ada. Walaupun dari beberapa konco ada reduksitas yang mencolok. Tapi itu tidak menjadi masalah karena semua bisa menaungi dan memahami peran masing-masing sebagai mahasiswa dengan berbagai multi kesibukan yang diemban. Gugur gunung tandang gawe, sayo-sayok rukun bebarengan ro kancane kata orang jawa. Ya Allah, entah mengapa aku begitu sayang dengan arek-arek.Terlebih kepada cah ayuku disana. May.
            Kemudian, proses penempatan ma’had mengalami sedikit “benturan”. Ini terjadi tahun sekarang 2012. Dimana dengan peraturan baru, mahasiswa lama yang sementara ini bisa tinggal di ma’had untuk tahun depan sudah ditutup. Ma’had untuk tahun ini dikhususkan untuk calon mahasiswa baru yang berkisar dengan jumlah tiga ribu pendaftar dan semuanya akan ditampung di ma’had. Praktis, mahasiswa lama monggo segera pindah termasuk konco-konco Css. Weh-weh….
            Akhirnya, segala kreativitas untuk mencari paguyuban segera meruak. Ada yang mengontrak bareng-bareng putra maupun putri. Ada yang tetap kembali pada eksklusifitas bahwa konco-konco tetap harus masuk dalam satu atap di pesantren. Tentunya pesantren mahasiswa. Dilematis ini hampir menjadi kebingungan yang setiap orang berpegang teguh dengan opsi masing-masing. Ditambah dengan dua akar klasik persoalan tanggung jawab dan kewajiban. Tanggung jawab vertical hafalan al-qur’an serta tanggung jawab horizontal ngrumat organisasi. Nah, untuk mempersatukan ide ini membutuhkan diskusi panjang tentunya, mengingat kaderisasi organisasi dan hafalan adalah perjuangan berat yang harus dilalui bersama-sama demi tersatunya tekad bersama untuk meraih cita-cita juga demi terkobarnya semangat juang untuk menggenggam kesuksesan.
Satu atap di pesantren mahasiswa : keputusan bijakkah?
            Ya Allah…ngeblank utekku.
            Konco-konco geger, rame, kaget, rasan-rasan mendengar ulasan kebijakan Pembina tentang penempatan di pesantren Al-Fadholi. Bukan Al-Fandoli lo yo. Diterangkan bahwa dipesantren ini akan menjadi tempat edukatif terhadap pembinaan yang selama ini dianggap “gagal”. Gagal? Ah…njenengan kayak tahu aja Pak. Lha wong tatap empat mata, delapan mata, hingga enam belas mata saja diantara kami saja anda pasif. Koq berani-beraninya memutuskan bahkan menjustivikasi bahwa konco-konco sudah gagal. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan gagal itu? selama ini yang aku fikirkan adalah, sukses menurut bapak adalah secara kuantitas. Jika hafalannya meningkat, ayatnya bertambah, itulah sukses. Padahal banyak konco-konco yang hafidh secara kuantitas tetapi gagal secara kualitas. Loh kan. Jika menelaah lebih lanjut, mencermati keadaan yang ada. Adik-adikku 2010 kurang berhasil apa dalam memperbaiki diri. Setiap malam ba’da Isya’, setiap sore ba’da ashar secara continue, istiqomah nderes hafalan dengan pendamping masing-masing. Terlepas dari lancar atau tidak, mbulet atau tambah ilang itu urusan belakang. Yang terpenting adalah proses usaha, ikhtiyar itulah yang seharusnya menjadi landasan penting, pertimbangan panjang sebelum anda-anda memutuskan bahwa mereka gagal atau tidak. Liniersi pemikiran menjadi satu pola pikir yang salah jika anda tidak bisa menempatkan posisi dan situasi. Ya Allah…ihdina shiratal mustaqim. Engkau mengajarkan untuk selalu melangkah kedepan, melangkah, melangkah dan terus melangkah. Berproses terus tanpa Engkau paksa harus mencapai finishing yang sempurna. Finish itu hak preogatifMu, sedangkan proses adalah ajaranMu.
            Lanjut. Akhirnya lagi njenengan-njenengan memutuskan bahwa kita harus bertempat di pesantren Al-Fadholi. Grrrrrr…..semua podo rame, bisik-bisik. Denga alasan efektifitas, perbaikan, evalusi bla…bla..bla.
            Tibalah saatnya proses tanya jawab. Aku sudah ndak tahan ingin ngomong, nyocot. Dada ini rasanya mau jebol menahan ringkik kekesalan, kebodohan, reduksi pemikiran yang kolot hingga menjadi bolot.
            Kubuka dengan uluk salam, basa-basi.
            “Bapak yang terhormat, terima kasih sebelumnya atas kasih sayang Bapak yang selama ini anda curahkan. Kami juga seperti Bapak koq, sayaaaaaang banget dengan njenengan-njenengan. Namun, pertama yang membuat saya bingung. Sosialisasi ini apakah ada tawar-menawar ataukah sudah final? menanggapi penjelasan Bapak rasanya koq forum ini tidak ada gunanya jika sudah final. Bla…bla….bla…..
            “Yang kedua, jika kami jadi ditempatkan di pesantren, maka aktivitas organisai Css akan mati. Kita tidak hanya bertanggungjawab padahal hafalan saja, tetapi juga pada proses kaderisasi organisasi yang bernama Css Mora. Bla..bla..bla…
            “Yang ketiga, mengapa seluruh kebijaakan selalu mengalami titik keputusan yang sepihak. Seakan-akan kita tidak bisa mandiri. Kita pak yang menjalani ini, bukan njenengan. Keputusan yang fair, objektif dan bijak adalah kita juga didudukkan untuk memberi formula dan pemetaan. Jangan ujug-ujug gitu donk. Jangan lantas anda Pembina lalu intervensi jauh hingga pada persoalen (kata orang Madura) ini. Bla..bla..bla..
            Dan muncullah pertanyaan-pertanyaan lain dari konco-konco. Sekilas kulirik raut muka Bapak-bapak Pembina, merah seakan menahan amarah, Pak Jaiz hanya menundukkan kepala, Pak Saiful tenang dan menurutku juga menahan jengkel sedang Wak Nasih clungak-clunguk, keder, salting.  
            Semua berlangsung panas. Tidak hanya di forum ini. Forum-forum sebelumnya juga sama. Khususnya di angkatan 2009. Khususnya lagi mengapa harus aku yang selalu berbicara, lisan ini sudah kuempet untuk diam, tapi selalu tidak bisa. Maka, spekulasi pun muncul, mereka mengira ini adalah kepentinganku sendiri dengan membawa nama organisasi. Kepentingan personal yang memanfaatkan situasi. Duh, aduh biyung, jika aku boleh ngomong pembelaan yang kukatakan adalah :  Kalau ngomong kepentingan personal, dapat apa aku di Css Mora. Buat apa aku mondar-mandir kesana-kemari, ngurus ini itu, terbang sana-sini, ngurusi arek-arek ini-itu. Disaat teman-teman 2009 lelah, jenuh dan terima apa adanya. Aku hanya berdiri dengan kaki sendiri, tenaga sendiri, dan menghabiskan energy. Untuk apa coba? bukan apa-apa. Lha wong aku wes kadung sayang ke arek-arek. Itu saja. Cukup. Pun demikian, terima kasihku pada Dirga, Ulil, Edi, Miftah yang selalu ngewangi dan mbarengi.
            Forum itu kemudian memberikan satu kesimpulan, bahwa kita diberi kesempatan empat hari untuk berfikir, rembukan dan menentukan langkah untuk mencari paguyuban baru, kontrakan baru dengan membangun komitmen bahwa semoga dengan satu solusi ini kekurangan di intern organisasi juga kewajiban setiap personal konco-konco dapat teratasi dengan lebih baik, lebih membangun dan menjadi edukatif. Semoga.
Malang, Juni 2012