Ada ruh Al-Ghazali dan Socrates di
dalam dirimu
Teori tentang individualisme muncul karena dia dianggap
asing, aneh, tidak berbicara dan tidak
berbuat, apatis terhadap segala segmen kehidupan entah cultural
maupun structural. Anda punya sensivitas yang cukup representatif untuk
menilai gejala seperti ini jika anda sedikit mau membuka mata dan telinga. Ini
titik yang paling sederhana dan mudah. Tengoklah di sekitar dimana anda berada,
di masjid, gereja, warung, perkantoran, kampus, lapangan sepak bola, gedung-gedung
megah metropolitan dan lain-lain. Bicaralah dengan akal dan hati terhadap siapa
saja yang anda temui. Jangan mengedapankan ego dan status sosial,
mentang-mentang dosen, ustadz, muallim, lalu menjaga jarak dengan tidak mau
ngopi dan futsalan bareng. Kalian menutup diri dan kehilangan interaksi sosial
dengan mengagung-agungkan jabatan dan prestisiusitas. Maqalah Ki hajar
Dewantoro tentang Ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso belum
sepenuhnya terpatri dalam tingginya intelektualitas kita. Manusia pintar nan
cerdas memang gampang dicari, tapi manusia yang paham dan mengerti seakan
hilang tertelan bumi. Wahai bumi, segera keluarkan manusia-manusia itu dari
perutmu.
Kembali kepada invidualisme. Ada satu biografi unik,
centil yang aku temui selama ini di lorong-lorong Ibnu Aqil. Seorang sahabatku,
Ahmed, adalah mahasiswa fakultas humaniora dan budaya jurusan bahasa dan sastra
arab. Gondrong, tak punya style gaul layaknya kebanyakan pemuda. Wajahnya sama
sekali tidak mencerminkan usianya yang masih muda, 20 Tahun. “Muros”, dengan
nama seperti itu kami meng-gojloki-nya yang berarti muka boros.
Sahabatku satu ini agak terbilang nyentrik diantara teman-teman yang lain.
Disamping super kutu buku, dia penganut paham filsafat yang tidak kami mengerti
aliran filsafat apa yang dia anut. Omongannya “ngelantur”, penuh kedalaman
makna serta mengandung teka-teki yang itu membuat kami “malas” untuk sekedar
ngobrol dan bertegur sapa dengan dia. Mempunyai semangat belajar yang sangat
luar biasa, sehingga waktunya habis untuk membaca, membaca, dan membaca saja. “
Kalian tidak usah kuliah, itu hanya menghabiskan waktu saja, yang penting
belajar sobat” katanya beberapa waktu. Kamarnya penuh dengan tumpukan buku-buku
tebal. Tasawwuf, Filsafat Socrates, risalah gerakan pemuda, tekstualitas
sastra, dan sebagainya. (Aku sendiri sampai pernah “mencuri” salah satu
bukunya.hehe). Satu hal yang aku titeni adalah, setiap Ba’da shalat shubuh, segelas kopi dan
sebungkus rokok siap menemani rutinitasnya, membaca. Kaki bersila, tangan kiri
terapit sebatang rokok Geo Mild, tangan kanan memegang sebuah buku tebal yang
sudah terbuka, wajahnya menunduk, rambut gondrongnya dibiarkan terurai kebawah,
menutupi sebagian jidatnya yang masih basah oleh air wudhu, diam tak bergerak,
menikmati dunianya yang penuh inspirasi dan kehampaan. Dunia Ahmed adalah dunia
sunyi, hampa, hiruk pikuk dunia hanya menyelinap sebentar di gendang
telinganya, sesudah itu hilang, terpental, tidak berbekas.
Ahmed, antara individual dan
Sistem sosial
Organisasi adalah tempat dimana semua ruang harus
terbuka, jangan sampai tertutup. Segala hal harus transparan. Sosialitas sangat
berpengaruh disini. Haram ada aliran individualis di tempat kami berorganisasi.
Siapa pun saja. Sosial artinya saling membantu, bekerja, menyingkirkan sejenak
urusan pribadi demi maslahat bersama. Rela tidak makan, asal bisa menghidupi
sesama, sedia sakit asal bisa berjuang dan berkorban untuk cita-cita, menahan
sejenak untuk tidak ngopi dan merokok demi nembeli masalah keuangan dan
lain-lain. Maka, jika anda model manusia yang individual, dengan kesadaran dan
hormat sebaiknya segera “keluar” dan mencari kehidupan baru yang selaras dengan
pemikiran anda. Ahmed dan system sosial rasa-rasanya seperti minyak dan air,
tidak akan pernah ketemu. Diapak-apakno yo gak bakal ketemu, lha wong
tidak senyawa. Ahmed harus segera menarik dan menemukan dirinya agar tidak
menjadi asing di dalam organisasi, sifatnya yang “lain” sedikit membuatnya
belum menemukan kepekaan terhadap permasalah-permasalah sosial yang melanda.
Ini bukan duniamu sobat, duniamu adalah dunai filosof, kau sangat menikmati
itu, kesunyian adalah duniamu, kau seorang pemikir, perenung, pencari makna dan
hikmah. Kau akan menjadi orang besar seperti Al-Ghazali, Socrates tokoh
inspirasimu, Thomas Aquinas, Aristoteles, bahkan sekaliber Dzul Qarnain.
Tulisan ini bukan maksudku untuk mencemarkan nama baikmu,
kau sudah baik namun agak lebih baik jika kau pertajam lagi kepekaanmu dalam
memahami struktur sosial yang melingkup di sekitarmu. Maaf Sahabat Aku bukan
bermaksud menjustivikasimu sebagai manusia yang seperti ini seperti itu, tapi
semata ingin lebih memahami sahabat-sahabatku lebih jauh. Dan juga ingin kuukir
lorong-lorong Ibnu Aqil ini dengan suplemen romantisme persahabatan, problem
sosial, yang hari-hari ini melanda diri kita.
Sahabatku Ahmed, kau adalah Socrates bahkan Al Gazali di
masa depan.
Malang, 9 Muharram 1433/06
desember 2011