Sabtu, 12 Mei 2012

Di Lorong Ibnu Aqil (2)

Ada ruh Al-Ghazali dan Socrates di dalam dirimu 

Teori tentang individualisme muncul karena dia dianggap asing, aneh, tidak berbicara dan tidak  berbuat, apatis terhadap segala segmen kehidupan entah cultural maupun structural. Anda punya sensivitas yang cukup representatif untuk menilai gejala seperti ini jika anda sedikit mau membuka mata dan telinga. Ini titik yang paling sederhana dan mudah. Tengoklah di sekitar dimana anda berada, di masjid, gereja, warung, perkantoran, kampus, lapangan sepak bola, gedung-gedung megah metropolitan dan lain-lain. Bicaralah dengan akal dan hati terhadap siapa saja yang anda temui. Jangan mengedapankan ego dan status sosial, mentang-mentang dosen, ustadz, muallim, lalu menjaga jarak dengan tidak mau ngopi dan futsalan bareng. Kalian menutup diri dan kehilangan interaksi sosial dengan mengagung-agungkan jabatan dan prestisiusitas. Maqalah Ki hajar Dewantoro tentang Ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso belum sepenuhnya terpatri dalam tingginya intelektualitas kita. Manusia pintar nan cerdas memang gampang dicari, tapi manusia yang paham dan mengerti seakan hilang tertelan bumi. Wahai bumi, segera keluarkan manusia-manusia itu dari perutmu.

            Kembali kepada invidualisme. Ada satu biografi unik, centil yang aku temui selama ini di lorong-lorong Ibnu Aqil. Seorang sahabatku, Ahmed, adalah mahasiswa fakultas humaniora dan budaya jurusan bahasa dan sastra arab. Gondrong, tak punya style gaul layaknya kebanyakan pemuda. Wajahnya sama sekali tidak mencerminkan usianya yang masih muda, 20 Tahun. “Muros”, dengan nama seperti itu kami meng-gojloki­-nya yang berarti muka boros. Sahabatku satu ini agak terbilang nyentrik diantara teman-teman yang lain. Disamping super kutu buku, dia penganut paham filsafat yang tidak kami mengerti aliran filsafat apa yang dia anut. Omongannya “ngelantur”, penuh kedalaman makna serta mengandung teka-teki yang itu membuat kami “malas” untuk sekedar ngobrol dan bertegur sapa dengan dia. Mempunyai semangat belajar yang sangat luar biasa, sehingga waktunya habis untuk membaca, membaca, dan membaca saja. “ Kalian tidak usah kuliah, itu hanya menghabiskan waktu saja, yang penting belajar sobat” katanya beberapa waktu. Kamarnya penuh dengan tumpukan buku-buku tebal. Tasawwuf, Filsafat Socrates, risalah gerakan pemuda, tekstualitas sastra, dan sebagainya. (Aku sendiri sampai pernah “mencuri” salah satu bukunya.hehe). Satu hal yang aku titeni adalah, setiap  Ba’da shalat shubuh, segelas kopi dan sebungkus rokok siap menemani rutinitasnya, membaca. Kaki bersila, tangan kiri terapit sebatang rokok Geo Mild, tangan kanan memegang sebuah buku tebal yang sudah terbuka, wajahnya menunduk, rambut gondrongnya dibiarkan terurai kebawah, menutupi sebagian jidatnya yang masih basah oleh air wudhu, diam tak bergerak, menikmati dunianya yang penuh inspirasi dan kehampaan. Dunia Ahmed adalah dunia sunyi, hampa, hiruk pikuk dunia hanya menyelinap sebentar di gendang telinganya, sesudah itu hilang, terpental, tidak berbekas.

Ahmed, antara individual dan Sistem sosial
            Organisasi adalah tempat dimana semua ruang harus terbuka, jangan sampai tertutup. Segala hal harus transparan. Sosialitas sangat berpengaruh disini. Haram ada aliran individualis di tempat kami berorganisasi. Siapa pun saja. Sosial artinya saling membantu, bekerja, menyingkirkan sejenak urusan pribadi demi maslahat bersama. Rela tidak makan, asal bisa menghidupi sesama, sedia sakit asal bisa berjuang dan berkorban untuk cita-cita, menahan sejenak untuk tidak ngopi dan merokok demi nembeli masalah keuangan dan lain-lain. Maka, jika anda model manusia yang individual, dengan kesadaran dan hormat sebaiknya segera “keluar” dan mencari kehidupan baru yang selaras dengan pemikiran anda. Ahmed dan system sosial rasa-rasanya seperti minyak dan air, tidak akan pernah ketemu. Diapak-apakno yo gak bakal ketemu, lha wong tidak senyawa. Ahmed harus segera menarik dan menemukan dirinya agar tidak menjadi asing di dalam organisasi, sifatnya yang “lain” sedikit membuatnya belum menemukan kepekaan terhadap permasalah-permasalah sosial yang melanda. Ini bukan duniamu sobat, duniamu adalah dunai filosof, kau sangat menikmati itu, kesunyian adalah duniamu, kau seorang pemikir, perenung, pencari makna dan hikmah. Kau akan menjadi orang besar seperti Al-Ghazali, Socrates tokoh inspirasimu, Thomas Aquinas, Aristoteles, bahkan sekaliber Dzul Qarnain.  
            Tulisan ini bukan maksudku untuk mencemarkan nama baikmu, kau sudah baik namun agak lebih baik jika kau pertajam lagi kepekaanmu dalam memahami struktur sosial yang melingkup di sekitarmu. Maaf Sahabat Aku bukan bermaksud menjustivikasimu sebagai manusia yang seperti ini seperti itu, tapi semata ingin lebih memahami sahabat-sahabatku lebih jauh. Dan juga ingin kuukir lorong-lorong Ibnu Aqil ini dengan suplemen romantisme persahabatan, problem sosial, yang hari-hari ini melanda diri kita.
            Sahabatku Ahmed, kau adalah Socrates bahkan Al Gazali di masa depan.
Malang, 9 Muharram 1433/06 desember 2011