Seperti
halnya agama-agama Samawi yang meyakini bahwa manusia berasal dari satu nenek
moyang yang sama yaitu Nabi Adam dan Hawa, maka menurut kepercayaan agama Hindu
Kaharingan mengenai asal-usul manusia memiliki cerita yang berbeda. Menurut
kepercayaan agama ini bahwa manusia berasal dari keturunan raja Bunu yang
sedang menuju jalan pulangnya kepada Tuhan penguasa semesta atau Ranying Hatala
Langit.
Raja
Bunu sendiri adalah salah satu anak dari pasangan Manyamei Tunggul Garing
Janjahunan Laut dan Kameloh Putak Bulau Janjulen Karangan Limut Batu Kamasan
Tambun yang diyakini oleh pemeluk agama Hindu Kaharingan sebagai manusia
pertama yang diciptakan oleh Ranying Hatala Langit yang sengaja diciptakan
untuk menghuni bumi dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
- keturunannya tidak bisa hidup abadi dan akan meninggal dunia setelah memperoleh keturunan yang ke sembilan
- Makanan sehari-hari mereka adalah nasi, lauk pauk dan sebagainya karena berbeda dengan Ranying Hatala Langit yang bisa kenyang hanya dengan menginang, keturunan Raja Bunu ini tidak akan mampu hidup hanya denagn menginang
Disamping
Raja Bunu sebenarnya pasangan Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan
Kameloh Putak Bulau Janjulen Karangan Limut Batu Kamasan Tambun ini memiliki
dua anak lainnya yaitu Raja Sangen dan Raja Sangiang, tapi karena satu hal maka
yang kemudian mewarisi tinggal di bumi pada akhirnya hanyalah Raja Bunu beserta
keturunannya saja sedangkan kedua saudaranya yaitu Raja Sangen dan Raja
Sangiang hidup abadi khayangan.
Cerita
mengenai kenapa hanya Raja Bunu yang tidak bisa hidup kekal seperti kedua
saudaranya ini adalah karena ketika ketiga beraudara ini bermain di sungai
mereka bertiga tanpa sengaja menemukan sebuah besi aneh bernama Sanaman
Lenteng. Dikatakan aneh karena besi ini berbeda dengan besi pada umumnya yang
tenggelam bila berada di air, maka besi Sanaman Lenteng ketika ditemukan
kondisinya dalam keadaan separuh tenggelam dan separuhnya lagi timbul di
permukaan sungai.
Dan
entah karena faktor kebetulan saja atau memang telah digariskan oleh Ranying
Hatala Langit untuk menghuni bumi, Raja Bunu ketika menemukan besi ini beliau
memegang ujung besi yang tenggelam, sedang saudaranya memegang pada ujung
lainnya yang timbul di permukaan. Dan karena memegang ujung yang tenggelam
inilah maka Raja Bunu menjadi tidak bisa lagi hidup kekal seperti kedua
saudaranya yaitu Raja Sangen dan Raja Sangiang.
Besi
yang ditemukan oleh ketiga saudaranya ini kemudian di bawa pulang dan oleh ayah
mereka dibuat menjadi benda yang mirip pisau pisau bernama Dohong Papan Benteng
Raja
Bunu dan kedua saudaranya dianugrahi juga oleh Ranying Hatalla Langit seekor
burung yang bernama Gajah Bakapek Bulau Unta Hajaran Tandang Barikur Hintan.
Mereka dianugrahi seekor burung itu ketika mereka sedang berada di sebuah bukit
yang bernama Bukit Engkan Penyang.
Ketika
tiga bersaudara ini menemukan burung Gajah Bakapek Bulau Unta Hajaran Tandang Barikur
Hintan mereka pun saling berebut untuk memilikinya. Tak satu pun dari mereka
mau mengalah dan memberikannya pada salah satu saudara mereka, hingga kemudian
karena kesal Raja Sangen menghunus dohong-nya dan menusukannya pada perut
burung itu hingga darah burung itu mengucur keluar dengan begitu derasnya. Raja
Sangen yang tadi menusuk burung itu kemudian mengambil sangku (sejenis mangkuk)
dan menadah darah burung yang mengucur tadi. Aneh bin ajaib, darah burung yang
terkumpul di sangku itu tiba-tiba berubah menjadi emas, permata dan berlian.
Begitu
ayah mereka mengetahui perbuatan anaknya dan karena takut ketiga anaknya
mendapat kutukan dari Ranying Hatala Langit maka ayahnya pun dengan
kesaktiannya menyembuhkan kembali burung tersebut seperti sedia kala. Tapi
karena iri dengki dengan apa yang di dapat oleh Raja Sangen, maka Raja Sangiang
pun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Raja sangen yaitu menusuk
burung itu kemudian menadah darahnya dalam sangku. Kejadiannya pun sama persis
denagn Raja Sangen, Raja sangiang pun mendapat emas dan berlian melalui darah
burung itu. dan ayah mereka pun kemudian seperti tadi, dengan kesaktiannya
berhasil menyembuhkan kembali burung itu.
Begitu
mengetahui burung itu dapat disembuhkan kembali, Raja Bunu pun kemudian
menginginkan hal yang sama seperti kedua saudaranya. Tapi sayang, setelah
mendapat apa yang diinginkannya, burung itu tak lagi dapat disebuhkan oleh
ayahnya karena luka yang diderita burung ini terlampau parah. Burung ini
kemudian terbang menjauh dari mereka dengan darah yang terus menetes. Darah
burung yang menetes itulah yang kemudian menjadi kekayaan yang melimpah ruah di
tanah yang terkena tetesannya.
Karena
kondisi fisik yang begitu parah akhirnya burung itu pun mati. Tempat dimana
burung mati inilah kemudian dipenuhi dengan kekayaan yang melimpah yang abadi
yaitu surga atau yang menurut kepercayaan agama Hindu Kaharingan disebut Lewu
Tatau.