Pak Agus Sunyoto membuka beberapa lembar
LKS dan buku-buku ajar RA. Terbitan Eirlangga. Pasokan kurikulum dari Depag
untuk semua pendidikan RA diseluruh Indonesia. Tahun terbitan 2013. Beliau
tiba-tiba duduk disebelah saya yang lagi ngebal-ngebul roko’an. Bingung membuan
putung rokok, tak slempitno ae neng clono. Pulang-pulang celana sudah bolong.
Inilah kritik, pandangan-pandangan yang beliau lontarkan tentang pendidikan.
“Depag kadang-kadang ngawur membuat
kurikulum PAUD, RA dan TK. Mereka berfikir bahwa pendidikan anak usia demikian
harus diajarkan baca dan tulis. Itu bukan dunia mereka. Dunia anak adalah dunia
cerita, kisah, dongeng dan permainan. Di Jerman, metode ini benar-benar
diterapkan. Pengetahuan matematika, agama, berbahasa dielaborasi dalam sebuah
cerita menarik, permainan yang kreatif. Kurikulum seperti ini—yang mengajarkan
menulis dan berhitung, hanya akan mendoktrin, mendikte fikiran orsinil mereka.
Pendidikan kita sudah benar-benar kehilangan arah. Dikiranya urusan sekolah,
kuliah hanya tentang pengetahuan akal. Dogma-dogma pragmatisme hampir menjalar
di seluruh segment. Ya misalnya “ kalau kamu tidak dapat nilai bagus, rangking
satu, dapat gelar, kuliah di perguruan hebat, nanti orepmu soro, angel nggolek
kerjo dan lain-lain. Podo ngawur kabeh”.
Masih salting. Saya hanya mengangguk.
“Pendidikan itu bahasa arabnya tarbiyah
dari akar kata rabbun yang berarti Tuhan. Itulah hakikatnya, subtansinya. Maka,
di sekolah ini An, anak-anak sebisa mungkin disusupkan nilai-nilai ketuhanan,
ajaran-ajaran agama dalam pembelajarannya. Sebelum mereka memulai pelajaran,
anak-anak yang masih suci itu membaca wirid, membaca surat-surat pendek,
do’a-do’a, sholawat, dengan khusyuk sebelum memulai pelajaran. Membaca
istigfar, shalawat nariyah, shalawat burdah dan ditutup dengan shalat dhuha.
Ada dua makna tersirat didalamnya”.
Bu Sar mengetuk pintu. Membawa gorengan
tape dan es marimas.
“ Niki Pak jajane”
“nggeh, njenengan seleh mriku” ujar Pak
Agus dan kembali melanjutkan.
Pertama, anak dengan usia 4-5 tahun
sangat mudah, cepat menghafal dan meniru setiap kata, kalimat maupun perilaku yang ada didepannya. Wirid,
shalawat, hafalan doa, hafalan surat-surat pendek dan shalat dhuha yang mereka
lakukan setiap hari akan benar-benar menempel dalam ingatan, menancap dalam
alam bawah sadarnya sampai berpuluh-puluh tahun berikutnya. Saya ketika SMP
banyak hafal lagu-lagu barat, dan lupa ketika sudah jadi mahasiswa. Tapi
do’a-do’a yang saya hafal ketika masih ngaji dulu masih kuat melekat.
Kedua, hati atau qolbiyah anak senantiasa
harus dilatih, dibiasakan dan digiring menuju nilai-nilai ketuhanan. Melihat
awan, gunung, membaca subhanallah. Merasakan angin berhembus sadar Tuhan. Sebelum
dan sesudah makan membaca do’a, merasakan angin berhembus sadar Allah. Jika ini
dilatih, dibiasakan dalam proses berikutnya kehadiran dzat Allah akan
pelan-pelan merasuk dalam alam bawah sadar anak. Dalam berperilakunya, cara
berfikirnya, penataan mentalnya, berperasangkanya. Kita dengan tlaten dan sabar
mengasah intuisi ketuhanan mereka.
Mbak Nisa’ ikut nimbrung. Ngrangkul
Abinya. Mbak Nisa’ siang itu tidak berkerudung, rambutnya kemerah-merahan,
lurus sebahu diikat ekor kuda.
“ Bi, kertas harga sudah habis. Harus
beli lagi “
“ Yo wes tuku kono “ Pak Agus menyahut
dan Mbak Nisa’ ngluyur ke belakang. Pak Agus masih melanjutkan.
“ Intisari pendidikan sesungguhnya adalah
menjadikan manusia bertakwa, beriman. Bukan ketergantungan. Apalagi bergantung
dengan gelar, pangkat, jabatan, harta dan dunia seisinya. Kita ini kan
khalifah, wakil Allah. Menempati derajat tertinggi dalam tatanan dan
penciptaaan alam semesta. Derajat kita sangat tinggi. Maka bukanlah kita yang
mencari dunia, dunia itulah yang seharusnya mencari kita. dalam tahap tertentu,
jika manusia sudah menyatu dengan Tuhannya ia akan mudah menyerap ilmu
pengetahuan apapun. Ia akan pandai, cerdas—karena nilai-nilai ketuhanan sudah
menyatu dalam dirinya. Dan mereka tidak harus sekolah”.
“ Maka, mumpung mereka masih kecil
pendidikan seperti ini harus ditanamkan pada mereka. Perbedaan paling nyata
sekolah ini dengan sekolah Kristen adalah ; kita sangat punya asupan waktu
banyak mengajarkan nilai-nilai agama. Salah satunya di bulan ramadhan. Nah
mereka ibadahnya hanya hari minggu, dan tidak ada waktu mengajarkan, mendoktrin
agama Kristen dan seluk beluknya yang diajarkan hanya ilmu-ilmu umum.
Matematika, fisika, biologi, bahasa inggris dan seterusnya.
“ Coba lihat gedung sebelah An. Gedung
baru dalam proses pembangunan itu. Banyak yang protes, Tanya sama saya.
Termasuk teman-teman dari Unibraw”.
“ Lho, njenengan kan cuma dosen tamu dan
penulis saja Pak. Kok bisa membangun gedung baru dengan pengeluaran lebih
banyak dari pemasukan, gaji anda sendiri”
Saya hanya cengar-cengir saja mendengar pertanyaan mereka.
“ Gedung ini saya bangun dengan biaya
sendiri, tabungan saya sendiri. Ya uang saya pribadi. Saya tidak pernah
meminta, apalagi mengemis pada teman-teman konglomerat, instansi, perusahan
manapun. Yo moro-moro onok ae. Kita lagi butuh, kok Alhamdulillah ada jalan.
Ceritanya tiba-tiba bapak-bapak tukang sudah ndak kerja. katanya materiilnya
habis. Saya hanya ada uang seratus lima puluh ribu. Besoknya, ada seorang
facebooker dari Jakarta meminta nomer rekening. Ya saya kasih rekening sekolah
itu. tiga hari kemudian, ia memberi kabar sudah mentransfer beberapa juta ke
rekening. Ia bilang ingin membantu pembangunan gedung. Dan itu saya tidak
meminta. Ada lagi. Seorang janda pemilik depot disamping Universitas Widyiagama
menelfon saya. Juga meminta nomor rekening. Tiga hari kemudian ia bilang “ Ini nadzar
saya Pak. Sudah saya kirim ke rekening njenengan. Lalu saya cek ada beberapa
puluh juta yang ditansfer. Lalu jadilah gedung baru itu. walaupun status
tanahnya wakof”.
“ Di al Qur’an sudah tertera siapa yang
bertakwa kepada Allah akan disediakannya jalan dan rezeki yang tidak
terduga-duga. Bukan berarti pasrah total dan hanya mengandalkan iman dan takwa.
Ya harus tetap ikhtiyar”
Pakis 02 Juli 2013