Sebenarnya, akankah ada perubahan, sebuah revolusi besar terhadap
diri manusia jika ia benar-benar mau berkontlempasi atas kekerdilan dirinya
sebagai manusia? Atau jangan-jangan manusia harus terjebak pada nilai-nilai
subversi Iblis yang tak bisa dihindarkan. Iblis secara sifat ke-Ibllisannya
sudah ber-oposisi kepada manusia dari zaman Adam hingga yaumil kiyamah
nanti. Apa mau dikata. Kita harus bertahan atau sekalian perang akbar untuk gelut,
paten pinaten dengan makhluk cerdas bernama Iblis. Artinya, bukan berarti
harus mendiskreditkan Iblis dalam skala permusuhan, kebencian dia sebagai
makhluk. Tapi sebagai “teman” yang selalu mengingatkan dengan model peringatan
yang berbeda. Iblis hanya makhluk statis yang Tuhan ciptakan dengan segala pola
nilai keburukan. Kodrasitas yang menepel pada seluruh anatomi gerak Iblis
merupakan penyeimbang dari nilai keadilan yang Tuhan sudah atur di dunia. Nggak
adil dong, jika anda memaki-maki Iblis karena kesesatan, kesombongan,
keburukannya. Bagaimanapun anda tidak bisa mengenal kebaikan tanpa keburukan.
Tidak bisa meneropong cahaya tanpa gelap. Tidak mengenal putih tanpa kehadiran
si hitam. Inti mentalnya adalah, kita pun bisa belajar kepada Iblis tanpa harus
mengikuti ajakannya. Kata Imam Ghazali, siapapun itu guru, apapun itu ilmu dan
dimanapun itu sekolahan.