Selasa, 29 Januari 2013

Renung Senja # 6

          Sebenarnya, akankah ada perubahan, sebuah revolusi besar terhadap diri manusia jika ia benar-benar mau berkontlempasi atas kekerdilan dirinya sebagai manusia? Atau jangan-jangan manusia harus terjebak pada nilai-nilai subversi Iblis yang tak bisa dihindarkan. Iblis secara sifat ke-Ibllisannya sudah ber-oposisi kepada manusia dari zaman Adam hingga yaumil kiyamah nanti. Apa mau dikata. Kita harus bertahan atau sekalian perang akbar untuk gelut, paten pinaten dengan makhluk cerdas bernama Iblis. Artinya, bukan berarti harus mendiskreditkan Iblis dalam skala permusuhan, kebencian dia sebagai makhluk. Tapi sebagai “teman” yang selalu mengingatkan dengan model peringatan yang berbeda. Iblis hanya makhluk statis yang Tuhan ciptakan dengan segala pola nilai keburukan. Kodrasitas yang menepel pada seluruh anatomi gerak Iblis merupakan penyeimbang dari nilai keadilan yang Tuhan sudah atur di dunia. Nggak adil dong, jika anda memaki-maki Iblis karena kesesatan, kesombongan, keburukannya. Bagaimanapun anda tidak bisa mengenal kebaikan tanpa keburukan. Tidak bisa meneropong cahaya tanpa gelap. Tidak mengenal putih tanpa kehadiran si hitam. Inti mentalnya adalah, kita pun bisa belajar kepada Iblis tanpa harus mengikuti ajakannya. Kata Imam Ghazali, siapapun itu guru, apapun itu ilmu dan dimanapun itu sekolahan.