Aku merasakan dingin tidak hanya pada musim dingin saja.
Di siang bolong segala aktivitasku dipenuhi dengan dingin-dingin yang menusuk.
Di amalam hari semakin bertambah. Cara berjalan, bertanya, komunikasi,
berdagang, belajar semua diliputi oleh dingin. Hingga akal, hati pun menjadi
dingin. Teman-temanku merasa aneh dengan sikap dan kelakuanku. Apa yang
kutatap, kupegang, kudengar, kebicarakan selalu menjadi es karena setiap
gerakku adalah dingin.
Aku
hampa ditengah kedinginan ini. Ingiiiiin rasanya memeluk, merangkul, sedikit
bermesraan dengan seseorang yang kurindukan. Ketika hati ini beku, telingaku
menjadi tuli. Ketika mataku buta, fikiranku tambah menjadi hambar. Serasa
menghisap aroma panas api. Aku tak punya teman. Kesejatianku terututp oleh
kesombongan bak Musa menantang Tuhan karena Kepandaiannya, kepintarannya,
kecerdasannya. Tapi Musa adalah Nabi, manusia biasa dengan kolektifisnya
sebagai hamba Allah. Hamba Sang hyang Taya, Yahofa. Tentu berbeda jauh denga
aku. Haha..lha aku ini siapa. Kolektifitasku bukanla pahala dan ibadah, tapi
bertribun-tribun dosa dan maksiat. Ditambah lagi dengan keangkuhan berat yang
bernama kesombongan. Ingin menjadi seperti Musa As? Ah..basi. Kau hanya bisa
meniru kesombongannya, bukan penghambaaanya kepada sang Tuhan.
...
Kubaca
satu ayat dalam Al-Qur'an "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan diatas bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri" (Lukman ;18)
Tiba-tiba
hadir seseorang di samping ranjangku. Besar tinggi. Rambut gimbal nan panjang.
Seperti Romobargowo dalam tokoh perwayangan. Ia memakai baju hitam legam,
membawa sebilah pedang. Sekilas kulihat ujung pedang itu berteteskan darah
segar. Darahnya bukan berwarna merah, tapi agak kehitam-hitaman. Dia tersenyum,
terlihat gigi taringnya yang runcing dan putih sekali.
Aku tak bergeming.
Dia hanya diam dan diam. Lama sekali. Membuat kakiku kaku.
Kuberanikan diri bertanya padanya.
"Kau siapa?"
Masih diam
"Wahai
makhluk yang menghamba pada Tuhan, kau siapa?mengapa tiba-tiba datang disaat
aku membaca ayat-ayat kesombongan. Mengapa kau tak datang disaat aku membaca
ayat-ayat kenikmatan. Jawablah, siuapa kau?"
Tetap
diam dan terus menatapku dengan senyumnya yang mengerikan.
Entah,
aku sama sekali tak ketakutan. Bahkan berani berkelahi jika dibutuhkan. Maka,
tak kuhirau keberadaannya. Kubuka ayat-ayat kesombongan yang lain.
"(dikatakan kepada mereka): masuklah
kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang
kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong" (Al-Mukmin ; 76)
Tak
kusangka, makhluk hitam legam nan besar itu menghunus pedangnya pada sebuah
Al-qur'an yang sedang kubaca. Praktis, kitab suci itu hancur, berantakan,
sobek tak karuan memenuhi ruang kamarku. Aku ketakukan. Bagaimana jadinya bila
pedangnya tiba-tiba menghunus leherku. Aku mau lari. Tapi kakiku kaku.
Kupaksakan agar aku bisa lari. Menghindarkan diri dari kejadian aneh nan nyata
itu. Aku hilang fikiran. Mataku menjadi buta. Telingaku mengeluarkan nanah dan
darah yang anyir.
Aku bersiap-siap, kutata hati. Kusimpan keberanian untuk segera meninggalkan makhluk itu. Kuambil sobekan ayat-ayat yang tercecer.
"Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita? Sebenarnya dia adalah
seorang yang amat pendusta lagi sombong" (Al-Qamar : 25)
Ku singkap sobekan ayat yang berterbangan itu dengan berlari. Makhluk itu terbang diatasku. Sejenak kulihat pedang tajamnya mau menghunus tanganku. Kuterus berlari. Dia terus mengejar.
Aku tiba disuatu tempat gelap. Sedang makhluk itu sudah tak terlihat. Kubersandar pada sebuah pohon kelapa. Besar nan menjulang.
Kupejamkan mata, mengingat kejadian sesaat yang kualami. Angin sliyut-sliyut membuatku ingin tidur. Membuatku mengantuk. Sobekan ayat masih kupegang erat.
"sliiiiiiiiiing"
Kusaksikan dunia ini berputar-putar. Tanah yang datar seperti menggelinding. Kusadari bahwa kepalaku sudah terpisah dari badanku.
"sliiiiiiiiiing"
Kusaksikan dunia ini berputar-putar. Tanah yang datar seperti menggelinding. Kusadari bahwa kepalaku sudah terpisah dari badanku.
"Tuhan tidak menyukai orang-orang yang menyomboongkan diri"
Suara pelan mendesir di telingaku.
Malang, Juli 2012
10.36 Wib
Ditengah kesendirian.
10.36 Wib
Ditengah kesendirian.