Kamis, 17 Mei 2012

Terpasung


            Entah, ketika menapak langkah pada satu langkah kaki yang bernama kuliah tergambarkan pada ruang sadarku  tentang banyak corak, pola absurd, sketsa yang sampai sekarang belum kutemukan satu bentuk nyata sebenarnya terbentuk gambar apa dari sekian pola abstrak itu.
            Segala macam bentuk yang kuanggap abstrak itu berupa segala system yang dipatrap di kampus. Seperti mahasiswa harus berambut rapi, klimis, membuat makalah, masuk perkuliahan yang diabsen, haram berambut gondrong dan celana bolong dan lain-lain. Inilah abstrak-ku itu. Dengan alasan rasional memang dapat aku akui, bahwa kelembagaan itu mempunyai “otonomi” internal yang harus di manuti oleh segenap akademikanya. Jadi, siapapun anda ketika mlebu “kandang singa” mau tak mau anda minimal harus pakewuh dengan segala hal-hal yang berada disana terutama dengan system yang diterapkan.

            Aku merasa terhimpit disini, tak bisa kugerakkan jemari ini tuk sekedar menulis fikiran-fikiran nakalku. Karena segala aspek kenakalan-kenalan disebuah system selalu terpasung, terpenjara dengan hal-hal yang dinormatif-normatifkan. Padahal penuh amoral.
            Aku ini belum bisa menjadi manusia berdandan rapi, sepatu fantovel mengkilap bak pantulan cahaya terkena sinar, belum terpatri dalam manunggaling jiwo menjadi sosok dengan setelan jas, berdasi, apalagi beambut klimis.
            Entah, aku tak tahu. Koq rasa-rasanya ingin kutelusuri jejak kebebasan, kuterjal tembok-tembok kekakuan, kuingin tuding mereka dengan kata-kata halus nan penuh sindir mengapa harus menuhankan setelan luar dari pada pambukaning ati, sisi subtansi yang itu benar-benar terpatri.
            Buat apa masuk kuliah kalau hanya mencari absen, ngapain kungkang-kungkung ngerjain tugas kuliah kalau hanya sekedar mendapat nilai A. Bukankah ini pembodohan akal, perusakan system berfikir. Bukankah lebih baik belajar dengan panggilan nurani, tidak dengan keterpaksaan, dan benar-benar serius tanpa aling-aling karena absen, nilai, ataupun takut dosen.
            Wahai, mengapa kau harus terpasung dengan semua itu.   
Malang, Mei 2012