Keterpenjaraan bagi saya adalah
sebuah pembekuan akan sebuah kebebasan dan kemerdekaan. Rahmad kebebasan yang
Tuhan berikan kepada kita rasa-rasanya tak ada artinya jika kebebasan itu
sendiri terbelenggu oleh konstruk fikiran yang melanda. Dalam film into the
wild, perjalanan seorang pemuda tampan nan kaya akan sebuah pencarian kebebasan
mutlak mengindikasikan bahwa hanya dengan terbukanya fikiran dan hati, manusia
akan mampu mencipta peradaban bagi dirinya sendiri. Artinya, peradaban yang
kita sebut itu kreativiitas akan muncul dan menjadi-jadi tatkala fikiran dan
hati kita bebas sebebasnya, tanpa ada satu konstruk atau kekuatan yang
memenjara kita. Tatkala saya menjadi seorang “saya”, stabilitas saya dalam
berekspresi dan bersosial begitu mengakar, ini karena saya masih merdeka tanpa
ada satu penghalang yang memenjara saya. Saya bisa berekspresi sejadi-jadinya,
bersenidengan kefulgaran apa adanya, dan berkreasi tanpa suatu tendensi.
Disadari atau tidak, itu adalah kepuasan tersendiri bagi saya. Kepuasan yang Ternyata saya baru tersadar beberapa tahun kemudian bahwa saya bahagia tatkala
itu. Sahabat-sahabatku yang kini hilang entah kemana, Letto, Toyo, Zarko’,
Tumi, Dangdut, Angga, Prof, Apin, ah..rindu sekali dengan mereka. Tidak hanya
sebatas kangen, namun sebuah kerinduan yang mendalam pada mereka. ada gairah
tertentu dan sukar diungkapkan jika mengingatnya. Dengan merekalah kebahagianku
ada. Benar-benar tanpa tendensi. Uang tidak menjadi masalah bagi kami, kami bisa
tetap makan. Karena jika umpama salah satu dari sahabat kami yang kebetulan
tidak punya uang, maka ditanggung oleh kami, begitu seterusnya. Disinilah aku
tersadar setelah aku berpisah dengan mereka. Kebahagiaanku hilang, kesedihanku
merambat. Kreativitasku hilang, jiwa seniku meredup, dan kebebasanku pergi jauh
dariku. Dengan mereka kami membuat kelompok drama “kamar 19”. Manggung di
tempat kediaman kami waktu itu, ma’had. Applous standing selalu kami raih dalam
setiap penampilan. Kami yang terbaik. Dan aku sama sekali tidak terpenjara oleh
suatu system, maka sebebas-bebasnya aku bertindak, berekspresi, dan berseni.
Inilah yang ku maksud dengan kebebasan jiwa. Jika jiwa ini bebas dari
beleggu-belenggu yang mengikat, maka kreativitas disitu akan timbul dan jika
dipupuk dengan semangat berseni, akan semakin kuat mengakar dan mendalam.
Sekarang, totalitasku hilang sudah.
Mau apa sekarang. aku sudah terpenjara oleh suatu system, seorang individu, dan
segala macam aturan yang mengikat. Tidak seperti dulu lagi. Aku sekarang
menjadi budak birokrasi,, segala sesuatunya harus diadapkan pada suatu
peraturan. Jadwal yang disiplin, tugas dengan dead line yang tepat, dan segala
tetek bengeknya. Aku terhampas dari kebebasan nyata. Kutak bisa lagi berseni
dengan seni, dan berekspresi dengan ekspresi.
Rasa-rasanya, aku harus segera
mencari sahabat-sahabatku yang hilang. Mencari juga kebebasan dan kemerdakaanku
yang juga hilang. Merekalah semangatku.
Setelah ini, aku akan keluar dari system birokrasi bodoh ini, kutancapkan lagi
pada diriku untuk menjadi seorang manusia yang bebas dengan kebebasan mutlak,
kebebasan kita terlalu mahal harganya hanya dengan tunduk patuh kepada manusia
yang sebenarnya mereka tak lebih manusia seperti kita. Hanya kepada Tuhan kita
tundukkan kepala dan sujudkan kening.
Wahai
kebebasan dan sahabat-sahabatku yang hilang, dimana kau dan kalian berada?..
Malang, 23 Mei 2011