1 batang surya….
Oke.
Stimulus saja. Tulisan ini hadir ditengah ketidak pentingan mengapa aku menulis
ini. Jadi, hanya angin yang menyapa saja.
Aku sangat sadar, sesadar-sadarnya bahwa aku hidup di
sebuah golongan, kelompok yang inferior atas kekuasaan structural. Omek
(organisasi mahasiswa ekstra kampus) menjadi ladang, sekaligus lahan ilmu,
pengalaman, management diriku sebagai mahasiswa. Dinamika pengetahuan akademis
hanya menjadi ilmu samping dimana membuatku merasa bosan, terlalu formal, kaku
dan bisa ditebak ending dari pengetahuan tersebut. Formula dan sistematikanya
kurang asyik, karena pengetahuan akademis kurang estetetik. Ibarat nasi. Dia
menjadi hambar tanpa lauk pauk.
2 batang….
Maka,di OMEK inilah aku sesungguhnya
belajar, kuliah, dan mengenal berbagai disiplin ilmu praktis. Aktualisasi
disiplin ilmu akhlak, moral diantara sesama. Bahwa kau harus tahu siapa
diantara temanmu yang kelaparan, mengidap penyakit “kanker” (kantong kering),
siapa diantara mereka yang kesulitan membayar Spp. Datangi mereka, rangkul dan
tolong mereka. Sensivitas seperti itulah yang terbangun diantara kami dimana
tidak terjadi pada teman-temanku yang rajin ke masjid.
Aku tertawa ria bersama
mahasiswa-mahasiswa slenge’an. Bercelana compang, berambut gimbal, dengan
segala frekuensi negatif” dimana semua kalangan mencemoohnya. Kami seperti
saudara yang dibesarkan dalam satuan dimensi yang sama. Satu tersakiti, anggota
badan yang lain menjerit. Kami bersama-sama membangun peradaban “kecil”
ditengah hiruk pikuk akademis palsu. Akademis palsu itu menuhankan nilai A, B,
C, D dan seterusnya. Menelaah pengetahuan luas tanpa batas dan paksaan. Kau
suka sepak bola, maka kau harus serius dalam bermain bola. Kau hafal al-qur’an,
maka kau harus setia menjaganya. Kau suka wayang, budaya jawa, music rokc
hingga music gendruwo, maka kau tidak boleh berganti pada ilmu lain sebelum kau
menguasai ilmu itu semua. Dalam bahasa kami, itulah hakikat shiratal
mustaqim. Dalam konteks tanggung jawab inteletual, potensi yang dititipkan
Tuhan serta moral.
4
batang…..
Sudahlah, apapun track record
perjalanan anda, diwilayah mana anda bergerak, dibidang pragmatis ataupun
filosofis, semoga tidak terbesit satu perasaan sombong. Kita inikan gayanya
masya allah, merasa pede kalau mampu terhadap satu hal. Bisa nyanyi, gumede.
Pinter debat, ndak mau ngalah. Akademis cemerlang, pasti rangking, hafal
qur’an, merasa pasti masuk surga atau apapun sajalah. Perlu latihan agar sebisa
mungkin anda terhindar dari rasa sok, sombong. Minimal dengan kesadaran
intuitif bahwa anda adalah manusia, yang tidak bisa terlepas dari salah dan
dosa.
5
batang….
Aku merasa terlengkapi dengan
kehadiran teman, sahabat “satu” ini. Menemani kesendirian ditengah keramaian.
Menghibur ditengah tawa yang terlalu dipaksakan. Wa nahnu aqrabi ilaihi min
hablil warid, bahwa kurasakan kehadiran Tuhan dalam kesunyian, sunyi
sekali. Di alam kehampaan, tapi sesungguhnya hampa bukanlah dari kehampaan itu
sendiri. Hampa hanyalah ruang kosong, lorong gelap, teka-teki kehidupan dimana
kita tidak tahu bahwa esok hari berada dimana, melakukan aktivitas apa, bergaul
dengan siapa, belajar ilmu apa, bahkan berteman dengan kematian atau kehidupan.
Kudengar lantunan ayat-ayat mulia
di kolong speaker ketika senja tiba. Menemani sang matahari dalam redupnya.
Waktu magrib begitu menakutkan. Iblis, syetan berkeliaran untuk mencari mangsa.
Santet-santet beterbangan, mahabbah cinta ditiupkan, genderang perang ditabuh.
Allah…….
Allahuallah…..
Allah
Allah Allah…
Allaaaaaaaahh,
Allah, Allaaaahhhhhhhh……..
Menyayat. Laki-laki berumur yang
dianggap gila itu menyanyikan lagu-lagu Tuhan. Ia dianggap tak waras. Setiap
pagi, pukul 06.00 Wib aku selalu memergokinya. Kebiasaan yang tidak bisa
terlepas darinya adalah ia selalu mencari segelas, sisa-sisa kopi, teh, air
putih. Jika terselip beberapa batang rokok, turut diambilnya juga. Setiap pagi
dan setiap hari.
Innaka lamajnun. Wes-wes
jarno ae, maklum ia kan gila. Kata teman-teman. Ia diplot orang tak waras, tapi
aku selalu mendengarnya menyanyikan syair-syair cinta, untaian puisi indah
mempesona. Ia lantunkan kepada Tuhannya. Kepada sang RabbiNya.
Malang,
Februari 2013