Senin, 30 April 2012

Hamparan itu..

Hamparan sangat luas nan penuh dengan kekosongan masih menyeruak di depan bola mataku. Hamparan itu bukanlah berupa kebun, ladang, atau lapangan hijau yang dipenuhi dengan keberagaman cipta yang ada. Anak-anak kecil bermain, beberapa domba asyik makan rumput, atau sepasang kekasih memadu asmara di kehijauan itu. Bukan itu yang kumaksud kawan.


Aku selalu bertanya  mengapa hamparan itu masih kering kerontang. Seakan musim panas berabad-abad menyelimuti padang ini tiada henti. Seteguk air seakan menjadi bongkahan emas disini. Diperebutkan banyak orang, mengorbankan nyawa demi itu, menjual harga diri, sampai pada pembunuhan yang tidak mengenal siapa dan mengapa. 

Seorang kawan membunuh saudaranya. Dan ketika kutanya " mengapa kau bunuh saudaramu sendiri? " aku tak tahu mengapa? jawabnya tanpa dosa.

Aku masih berjalan di hamparan untuk sekarang ini. Tanahnya kering dan mengeras, debu-debu menyeruak dan berterbangan disetiap apa-apa yang ada. Bibirku pecah, darah sedikit merembes diantara bibir pecah ini, mataku sudah hambar tak bisa dengan jelas melihat. Panas, panas, dan panas. Air, air, air.

Ya Tuhan...
Air....

30 April 2012