Aku mengalami jungkir balik kesulitan dan perjuangan dalam kesendirian tanpa sahabat maupun seorang perempuan yang menguatkanku. Lagi-lagi mengapa harus perempuan yang harus menjadi tendensi kekuatan dalam perjuangan. Seakan kehadiran makhluk bersifat lembut ini tak bisa dihilangkan dan disepelekan. Saya kira ada benarnya juga, napak tilas perjuangan orang-besar dulu. Rasul Muhammad SAW sangat begitu sukses dalam peradaban dunia dan contoh keteguhan seorang pemimpin karena dalam setiap perjuangan beratnya terdampingi seorang Khadijah Al-Kubra, yang Rasul dipeluk ketika menerima beratnya wahyu yang pertama. Pengorbana dalam bentuk tenaga, fikiran, dan harta seorang khadijah seakan tidak bisa tergantikan, bahkan oleh seorang Siti Aisyah pun. Disini, sekuat apaupun seorang laki-laki, setegar apapun seorang pahlawan, akan tetap membutuhkan perempuan sebagai penopang, penguat, dan pengganti kekuatannya yang hilang. Begitu dahsyatnya kekuatan perempuan. Nah, disini aku berjuang tanpa seorang perempuan, kenyataan yang harus kuhadapi. Aku lemah, lemah sekali. Aku butuh seorang yang menguatkanku disaat aku terhimpit asa. Aku butuh seorang yang menghiburku disaat aku sedih, dan aku butuh seorang yang menjadikanku seorang yang yang berharga ketika aku dianggap hina. Aku merasa sepi di tengah keramaian. Dan aku merasa bahagia di tengah kesedihan. Kesedihan orang lain, kadangkala demikian. Adakah disana seorang yang mengerti keadaanku, ah..sepertinya tidak ada. Kutanyakan pada Tuhan tentang hal ini. Dia diam saja. Aku menangis di depan sajadah cinta, Dia juga diam. Jika Tuhan saja sudah diam dan tidak menganggapku sebagai hambaNya, lalu aku akan mengaduh kepada siapa. Kepada ayah?atau kepada Ibu. Mungkin tidak, keduanya akan semakin sedih jika mengetahui bagaimana keadaanku. Tidak tidak, aku tidak ingin membuat mereka bersedih. Sudah terlalu banyak kesusahan yang ku berikan kepada mereka.
Perjuangan dan pengorbanan yang sia-sia. Tidak perlu diteruskan. Ada hal-hal lain yang bermanfaat selain berjuang dan berkorban. Mati. Engkau akan sedikit tenang dan nyaman dengan ini. Toh, sekalipun kau mati tak ada orang yang peduli denganmu. Bahkan munkar nakir pun enggan menanyaimu di alam kubur.
Sesaat setelah aku menulis ini, tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
Malang, 19 Mei 2011