A.
Definisi dan Konsep Tarakib
Qawaid al-nahwi sebagai ilmu akan
berkembang tergantung pada perspektif dan metode penelitian yang digunakan.
Model kajian nahwu-sharf dalam bahasa Arab yang lebih realistis, rasional, dan
pragmatis sesuai pendekatan yang digunakan oleh penggunanya sendiri. Qawaid
al-nahwi pertama kali diperkenalkan oleh Abu al-Aswad ad-Duali yang hidup pada
masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ilm al-nahwi membicarakan hukum-hukum
huruf, kata, kalimat, dan bagaimana bunyi akhir dari sebuah kata. Adapun sharf
membicarakan perubahan bentuk suatu kata kerja dari bentuk masa lalu, masa
sekarang dan yang akan datang, bentuk perintah, perubahan bentuk kata kerja ke
kata benda turunan, dan juga perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku dari
perbuatan tersebut.
Definisi tata bahasa adalah sarana
untuk dapat menggunakan bahasa dengan benar dalam berkomunikasi, sesuai susunan
gramatika bahasa itu sendiri. Sedangakan defiinisi tarakib adalah aturan-aturan
yang mengatur penggunaan bahasa Arab yang digunakan sebagai media untuk
memahami kalimat.
B.
Problem Pembelajaran Tarakib
Di antara problem-problem yang dihadapi saat berlangsungnya
pembelajaran tarakib adalah:
1.
Guru menitikberatkan perhatian pada kaidah tarakib
untuk menghafal dan memahami isi bacaan. Pengajaran tarakib membutuhkan waktu
yang panjang dan sangat lama dalam proses pembelajarannya, sehingga mengabaikan
pembelajaran lain yang tidak kalah pentingnya.
2.
Siswa yang sering dituntut hafalan syair-syair atau
matan tentang ilmu nahwu/sharf tetapi mereka tidak paham dari makna dan
penjelasan syair yang diihafal tersebut. Oleh karena itu, jika memang diajarkan
dalam bentuk lagu dan menghafalkan syair dengan tujuan untuk menarik siswa dan
untuk mengingat dengan mudah, maka guru harus menjelaskan secara detail makna
dan isi dari syair yang dipelajari, agar siswa paham dan mengerti makna yang
terkandung di dalamnya.
3.
Pembelajaran tarakib diajarkan tidak utuh dan parsial,
terkesan terpisah-pisah serta mengalami penyempitan dan membatasi diri dalam
wilayah garapannya, sebatas menyajikan contoh-contoh tanpa dikaji secara
kritis.
4.
Pembelajaran tarakib sering lebih berorientasi untuk
menjelaskan keadaan yang tidak memasuki wilayah substantif, menjelaskan keadaan
rafa’, nasab, mubtada’, fail, maf’ul bih, naibuk fail dengan mengabaikan
implikasi makna yang menyertainya. Juga tidak memperhatikan konsekuensi makna
yang mengikuti dan ada dalam masing-masing pola.
5.
Pola hubungan guru dan murid dalam pembelajaran
tarakib terkadang terlihat kaku, guru hanya menyajikan contoh kemudian peserta
didik dituntut dan diberi tugas membuat contoh serupa. Guru jarang mengetahui
kekuatan dan kelemahan sisw adalam pembelajarannya.
6.
Buku ajar tarakib yang di dapat terkadang materinnya
tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Seperti materi yang terlalu panjang,
monoton, dan jauh dari nilai-nilai humanis, sehingga menjadi beban bagi siswa.
7.
Pembelajaran tarakib tidak disandingkan lagi dengan
disiplin ilmu lain, seperti ilmu al-Qur’an, atau ilmu bahasa, psikologi, dan
humaniora.
C.
Fungsi Pembelajaran Tarakib
Di antara fungsi pembelajaran tarakib adalah sebagai berikut:
a) Untuk
memperbaiki uslub-uslub dari kesalahan-kesalahan secara nahwiyah.
b) Untuk membantu
siswa dalam mencetuskan apa yang diiniginkan oleh uslub-uslub ynag mempunyai
perbedaan yang sangat tipis.
c) Pengembangan
materi kebahasaan agar mudah dipahami.
d) Membangun bi;ah
lughawiyah yang benar.
e) Menjaga hubungan
antara struktur kalimat dengan keindahan maknanya.
f) Meminimalisir
keambiguan dan kelemahan makna dalam memahami sebuah ‘ibarat arabiyah.
g) Membekali siswa
dengan kemampuan kebahasaan khususnya kemampuan tarakib untuk mengetahui kesalahan
struktur kalimat.
h) Untuk penyusunan
kalimat yang tepat dalam pembuatan kalimat sempurna.
D.
Model Pembelajaran Tarakib
Ada tiga model pembelajaran tarakib,
model ini dikenal dengan metode qiyasi (deduktif), metode istiqraiy (induktif),
dan metode al-mu’dilah (an-nash al-araby). Adapun penjelasannya adalah:
1.
Metode qiyasy (deduktif)
Thariqah qiyasy adalah thariqoh yang diadopsi
dari thoriqoh terdahulu yang meliputi tiga langkah pengaplikasiannya yaitu guru
mempermudah pembelajaran qawaid dengan menyebutkan qaidah-qaidah atau ta’rif
dari unsur yang umum lalu ke yang khusus dengan mendatangkan sebagian
contoh-contoh yang kemudian dengan contoh itu siswa disuruh berlatih, untuk
mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap apa yang sudah dijelaskan
mengenai qawaid tersebut. Namun stressing dari metode ini adalah mendatangkan
hal-hal (qaidah) yang umum lalu kemudian dibawa ke hal-hal yang sifatnya
juz’iah dengan memberi contoh langsung dari qawaid yang dimaksudkan.
Adapun langkah aplikatif bagi seorang guru jika
ingin menerapkan metode qiyasy adalah sebagai berikut:
a.
Guru
masuk kelas dan memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu.
b.
Guru
melanjutkan dengan menjelaskan kaidah-kaidah nahwu.
c.
Pelajaran
dilanjutkan dengan siswa memahami serta menghafal tentang kaidah-kaidah nahwu.
d.
Kemudian
guru memberikan contoh-contoh atau teks yang berkaitan dengan kaidah.
e.
Guru
memberikan kesimpulan pelajaran.
f.
Seyelah
dianggap cukup, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan.
Contoh
metode qiyasy:
Contoh ini adalah contoh susunan
mubtada’-khobar, guru menjelaskan contoh tersebut dan menyuruh siswa untuk
memperhatikan isim yang ada di awal
kalimat yang bergaris bawah tersebut, dan guru menjelaskan bahwa kalimat yang
ada di awal kalimat tersebut adalah mubtada’, sedangkan kalimat yang setelahnya
adalah khabar.
Perlu diingat bahwa qawaid termasuk
di dalamnya tarakib bukan merupakan tujuan utama dalam proses pembelajarannya,
melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan “Al-qawaid laisat ghayah wa
innama hiya wasilah li al-wusul ila al-ghayah”. Dalam pengajaran struktur
diajarkan secara implisist karena tujuannya adalah untuk mendukung kemahiran
berbahasa. Maka yang perlu dipahami adalah misalnya struktur jumlah ismiyah itu
dimulai dari mana, dan hingga batas mana kemampuan yang ingin dicapainya.
Memang secara teori, struktur dapat
diajarkan melalui pendekatan deduktif yaitu mulai dari kaidah baru kemudian
memberi contoh-contoh. Tapi contoh-contoh inilah yang nantinya dilatihkan.
Karena itu contoh yang ditampilkan harus menggunakan bahasa yang komunikatif
bukan bahasa profokatif. Pendekatan yang lain adalah pendekatan indukatif yang
dimulai dengan memberi contoh-contoh baru, kemudian siswa diminta untuk memberi
kesimpulan kaidahnya.
Adapun pembelajaran dengan model
struktur implisit untuk mencapai kemahiran berbahasa ini dapat menggunakan
beberapa media antara lain:
1.
Qawalib
yakni dengan cara mengganti satu kata, tetapi strukturnya masih sama, misalnya:
2.
Tahwil
yakni mengubah bentuk, misalnya dari jumlah ismiyah menjadi jumlah fi’liyah
atau sebaliknya, dari mubtada’ muqaddam menjadi mubtada’ muakhar dan seterusnya,
misalnya:
Setiap
metode pasti ada kelebihan dan kelemahan masing-masing, untuk metode qiyasi ini
kelebihannya adalah sebagai berikut:
a.
Tujuannya
lebih spesifik
b.
Aplikasinya
mudah dan cepat
c.
Memudahkan
siswa dalam pemahaman dengan cepat
d.
Menjaga
lisan dari kesalahan dengan contoh-contoh yang pernah diajarkan
e.
Tidak
menekankan adanya adanya hafalan
Adapun untuk kekurangan atau kelemahan dari
metode qiyasi ini adalah sebagai berikut :
a.
Pemahaman
siswa cepat luntur karena tidak dihafalkan
b.
Adanya
ketergantungan kepada orang lain
c.
Lemahnya
dari sisi keaktifan berfikir dan mengemukakan pendapat.
d.
Kesulitan
dalam qowaid yang bersifat juz’iah
2. Model istiqraiy
Model istiqraiy ini kebalikan dari
metode qiyasi. Metode ini mengajarkan dari hal-hal yang berbentuk juz’iyah ke
bentuk yang lebih umum, maksudnya adalah pembelajaran tarakib mendatangkan
contoh-contohnya terlebih dahulu kemudian diikuti dengan qawaid pada umumnya
seperti yang ada dalam kitab al-nahwu al-wadlifi, karena menurut metode ini
pembelajaran qawaid kurang mendapatkan hasil
yang maksimal kecuali dengan banyak memberikan latihan kepada siswa dari
bab yang telah diberikan oleh guru.
Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
a.
Guru
memulai pelajaran dengan menentukan tema pelajaran.
b.
Guru
memberikan contoh-contoh kalimat atau teks yang berhubungan dengan tema.
c.
Siswa
secara bergantian diminta untuk membaca contoh-contoh atau teks yang diberikan
oleh guru.
d.
Setelah
dianggap cukup, guru mulai menjelaskan kaidah-kaidah nahwu yang terdapat dalam
contoh atau teks yang berkaitan tentang tema.
e.
Dari
contoh-contoh atau teks, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan atau
rangkuman tentang kaidah-kaidah nahwu.
f.
Siswa
diminta untuk mengerjakan latihan-latihan.
Adapun metode istiqraiy mempunyai kelebihan dan
kekurangan, kelebihan dari metode istiqraiy ini adalah sebagai berikut:
a.
Metode
ini merupakan metode yang baik untuk menemukan tujuan dari qawaid nahwu.
b.
Metode
ini mampu menyimpulkan kaidah yang umum dengan cepat.
c.
Memberikan
makna jelas dan mudah praktiknya.
d.
Pemberian
contoh dengan uslub-uslub yang mudah dipahami.
e.
Bisa
meningkatkan motivasi tersendiri bagi guru.
Sedangkan
kekurangan atau kelemahan dari metode istiqraiy ini adalah sebagai berikut:
a.
Lambat
dalam memperoleh informasi karakteristik siswa.
b.
Tidak
efisien karena kebanyakan contoh-contoh yang diberikan oleh guru.
c.
Contoh
yang diberikan biasanya parsial, sering terpisah tidak sesuai dengan tingkatan
siswa.
3.
Model al-mu’dilah (an-nash al araby)
Ini merupakan metode baru yang
merupakan pengembangan daripada dua metode sebelumnya, oleh sebab itu disebut
al mu’dilah karena metode pembelajaran nahwu dengan menggunakan metode yang
bersambung tidak berpisah. Yang dimaksud dengan model bersambung di sini adalah
potongan bacaan dari satu topik teks bacaan yang dibaca siswa, kemudian
ditunjukkan beberapa jumlah dan beberapa hal yang dianggap spesifik kemudian
setelah itu mengambil kesimpulan tentang kaidahnya dan yang terakhir ditambah
dengan praktik yang berupa latihan.
E.
Strategi Pembelajaran Tarakib
Strategi pembelajaran tarakib pada masing-masing tingkatan
adalah sebagai berikut:
1)
Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat dasar
(Mubtadi’)
Tujuan yang ingin dicapai pada
tingkatan ini adalah agar siswa mampu membedakan antara isim dengan fi’il dan
huruf.
Langkah-langkahnya adalah:
a.
Siapkan kertas latihan, model yang digunakan dapat
berupa bacaan yang di dalamnya terdapat kata-kata yang ingin di pelajari.
b.
Mintalah masing-masing siswa untuk mengerjakan latihan
tersebut.
c.
Mintalah siswa untuk berkelompok dua-dua dan
mendiskusikan hasil kerja masing-masing.
d.
Mintalah pada masing-masing kelompok untuk
menyampaikan (presentasi) hasil kerja mereka.
e.
Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk
memberikan komentar atau pertanyaan.
f.
Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja kelompok
tersebut agar tidak terjadi kesalahan.
2)
Strategi pembelajaran tarakib pada tingkat menengah
(Mutawassith)
Strategi pembelajaran tarakib pada
tingkat menengah ini bias menggunakan small group presentation, strategi ini
dapat digunakan untuk mengajarkan qawaid, misalnya untuk latihan menyusun
kalimat dengan bentuk yang sudah ditentukan, seperti membuat jumlah ismiyah dan
jumlah fi’liyah.
Langkah-langkah yang dilakukan
adalah:
a. Siapkan kertas
yang berisi potongan-potongan kata.
b. Bagilah siswa
dalam kelompok-kelompok kecil (3-5 orang).
c. Mintalah
masing-masing kelompok menuliskan kalimat-kalimat yang disusun dari kata-kata
tersebut.
d. Mintalah
masing-masing kelompok untuk menyampaikna hasilnya di depan kelas.
e. Berikan
kesempatan pada kelompok lain untuk memberikan komentar atau pertanyaan.
f. Berikan
klarifikasi terhadap kerja kelompok tersebut dengan memberikan tambahan
penjelasan tentang struktur kalimat yang telah mereka pelajari.
3)
Strategi pembelajaran pada tingkat lanjut (Mutaqaddim)
Pada tingkatan ini dapat menggunakan
stragtegi yang disebut dengan chart short. Strategi ini menggunakan media kartu
(kertas yang di potong-potong).
Langkan-langkahnya adalah:
a.
Siapkan kertas yang telah dituliskan dengan kalimat
dengan struktur yang berbeda-beda.
b.
Bagikan kartu-kartu tersebut kepada para siswa secara
acak.
c.
Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan
kategori kalimat yang yang ada dalam kartu masing-masing.
d.
Mintalah masing-masing siswa kelompok menuliskan
kalimat-kalimat yang serupa tersebut dalam kertas maupun dalam bentuk file.
e.
Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya
di depan kelas.
f.
Berikan kesempatan pada kelompok lain untuk memberikan
komentar atau pertanyaan.
g.
Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja
kelompok tersebut.
F.
Langkah-langkah Pembelajaran Tarakib
Adapun langkah-langkah pembelajaran tarakib secara umum
adalah:
Ø Dimulai dengan
identifikasi problem yang ada, kemudian mengadakan pretest lebih dahulu, hal
ini sangat baik untuk mengetahui kemampuan membaca atau kemampuan menulis,
mengukur sejauh mana kemampuan siswa.
Ø Membantu siswa
untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini sebaiknya guru memperhatikan sisi
ungkapannya yakni hubungan antara makna dan uslubnya, kemudian setelah itu diberikan
pemahaman dan istilahnya baik dengan cara analisis atau menyebutkan kaidahnya.
Ø Memperbanyak
latihan. Pada langkah ini seorang guru harus memperhatikan latihan-latihan
pekerjaan yang dikerjakan siswa.
Ø Solusi
individual. Dalam hal ini mencakup problem-problem individu siswa, guru dapat
memberikan tugas tarakib yang bervariasi kepada siswa, maka dari sini dapat
diketahui mana kesalahan yang lebih dominan pada siswa.
Ø Demonstrasi.
Kegiatan demonstrasi ini dapat dilaksanakan setelah siswa mampu memahami
tarakib dengan baik. Demonstrasi dapat dilaksanakan dengan permainan ataupun
dengan latihan-latihan yang mendalam.