Universitas Maiyah



Maiyah.
Maaf Cak, aku hanya bisa kagum.  

Berkumpul, melingkar, merajut tali persaudaraan, membuka cakrawala berfikir, bersama-ssama menyatu dengan kehendak Allah, mencerna gerak-gerik Tuhan, yang itu semua kami sebut dengan Maiyah.  Bareng-bareng melingkar, bersama semua makhluk Tuhan. Jin, Syetan, Manusia, Malaikat, yang berujung pada cinta segitiga Maiyah. Allah, Rasulullah, dan manusia. forum bulanan yang diasuh oleh Cak Nun ini menjadi inspirasi, penemuan jati diri yang hilang, dimana maiyah tidak menjadi sebuah kelompok, golongan, namun sekali lagi bareng-bareng nggole’I, bareng-bareng meningkatkan aji. Disini tidak ada guru, murid. Dimana pengkultusan terhadap satu orang menjadi out put, feodalisme vertical diantara sesama. Tidak ada yang menjunjung dan dijunjung, memulyakan dan dimulyakan, menghormati dan dihormati. Dimata Allah semua sama rata, kaya miskin, tukang becak, ustadz, tukang foto copy, dealer motor, lurah, camat, kyai, kepala sekolah, bupati, tukang pijat urat dan siapapun saja. Menemani satu sama lain, nyicil cinta kepada sesama, ajakan untuk selalu berfikir, merenung, mengambil semua makna dan hikmah terhadap apapun yang didengar, dilihat, dirasa. 

Cak Nun menjadi pusat ditengah-tengah lingkaran ini. Membuka kembali paradigma baru terhadap apapun saja.  Politik, kebudayaan, sosial, agama, ekonomi, apapun saja. Aku ingat benar ketika di Bambang Wetan Can Nun berkata “ orang Maiyah, sampyan-sampyan kabeh jangan hanya berfikir global, berfikirlah yang lebih luas, berfikirlah jagad, dunia hanya sepersekian kecil dari dirimu sendiri”. Pernyataan yang keluar dari seorang yang bukan sarjana, doctor, professor. Cak Nun, satu orang diantara banyak orang yang gagal mengenyam bangku sekolah. Bagiku, ia sarjana kehidupan, pengembara ilmu, pendekar dunia yang sebenarnya. 

Maaf Cak, sampai sekarang hingga hari ini, kekagumanku terhadap sampyan tak pernah surut. Satu contoh saja, konsistensi sampyan begitu kuat, tangguh, dimana sangat jarang kebanyakan orang memilikinya. Aku mengikuti sampyan sejak kelas empat SD. Masih terlalu anak-anak untuk bisa faham, mengerti, apa itu Maiyah (ketika itu belum ada Maiyah). Dengan teman-teman sebaya, kami jualan Koran di setiap pengajian padhang mBulan untuk lemek, kloso. Waktu itu, ribuan, puluhan orang memadati menturo disetiap tanggal lima belas jawa. Alhamdulillah hingga hari ini, hingga usia ke dua puluh dua ini aku bisa ajeg menghadiri padhang mBulan. Hanya saja ada peningkatan. Kalau dulu jualan Koran, sekarang bisa khusyuk mendengarkan. Sejak sampyan muda hingga sekarang, menginjak kepala enam sampyan tetep sholawatan, mengajak wiridan. Sampyan termasuk orang yang diberikan karamah oleh Allah Cak. 

Oleh karena itu, aku hanya bisa kagum, kagum, dan kagum. Kok ono menungso model ngene.    

Aku kira teman-teman Maiyah di seluruh Nusantara merasakan hal yang sama. Sekalipun sampyan selalu memberikan ‘ketegasan-ketegasan’ terhadap kekaguman, terhadap pengkultusan, penghormatan. 

Seorang teman, ia begitu kagum dengan sampyan Cak. Mungkin hingga ‘keluar batas’, ia sampai menganggap sampyan itu jelma’an nabi Khidir, utusan Tuhan. Katanya, Cak Nun itu weruh sakdurunge winarah. Itu hanya ada pada ciri-ciri seorang yang memang sudah dipilih oleh Tuhan.  Temanku ini, ia begitu cermat, detail, ia mencatat apa-apa segala akses informasi yang selalu sampyan omongkan. Di padang mBulan, Bambang wetan, Mocopat Syafaat.
Semoga sampyan selalu dirahmati Allah, sehat badannya, sabar ngeramut, ngancani, anak-anak Bengal Nusantara.
.
# Berkumpul dengan Cak Yasin, Cak Baghong, Cak Yudi, Cak Ilyas meduro, para aktivis maiyah, aktivis padhang mBulan.
_________________________________________________________________________
Perlawanan Badar

Maiyah adalah di mana saja kita berada, di rumah, di tempat bekerja, di rumah ibadah maupun di pasar, di jalan dan di manapun saja, selalu kita bersama Allah dan Rasulullah. Kapan saja kita sadar maupun tidur, di pagi hari, siang sore atau malam hari selalu kita bersama Allah dan Rasulullah.

Maiyah adalah membangun perlawanan badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala tindakan membangun rumah-rumah yang menjauhkan manusia dari Allah dan Rasulullah, terhadap konsep pasar dunia yang menyepelekan Allah, terhadap managemen penataan kehidupan yang mendhalimi Allah dan Rasulullah.

Maiyah adalah dengan siapapun saja kita berada dengan keluarga, dengan teman, dengan masyarakat, bahkan ketika kita sedang berada di tengah makhluk-makhluk Allah yang memusuhi kita selalu kita bersama Allah dan Rasulullah.

Maiyah adalah perlawanan badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala kekuasaan yang tidak menghadirkan Allah dan Rasulullah di dalam bangunan keluarga-keluarga manusia, di dalam peta pergaulan masyarakat.

Maiyah adalah apapun yang kita alami kegembiraan atau kesedihan, kekayaan atau kemiskinan, kesepian atau tidak kesepian, di kesunyian atau di keramaian, dalam keadaan sehat atau sakit, dalam kekalahan atau kemenangan selalu kita bersama Allah dan Rasulullah.

Maiyah adalah perlawanan badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala macam sistem dan ideologi kehidupan yang membangun kesedihan manusia, yang memiskinkan manusia di tengah luasnya rahmat dan rizki Allah, yang mengucilkan kemanusiaan, yang menyakiti dan menyakitkan manusia, yang memenangkan energi setan dan menindas Rahman Rahim Allah di dalam bangunan negeri dan negara manusia.

Maiyah adalah apapun sebab-sebab dari kehidupan yang menimpa kita ketika dijunjung atau dicaci, ketika dipuji atau dihinakan, ketika ditemani atau dikucilkan, ketika disayang atau tak diperdulikan, ketika disapa atau diacuhkan, ketika diberi atau dicuri akibatnya hanya satu: ialah selalu kita bersama Allah dan Rasulullah.

Maiyah adalah perlawanan badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala jenis kebudayaan, segala jenis benda tekhnologi, sastra dan lagu, kesenian dan kerajinan, berita dan hiburan yang menjunjung kebodohan dan mencaci ilmu, yang memuja kekonyolan dan melecehkan derajat manusia, yang membiayai besar-besaran kehinaan nilai, yang menghancurkan kehormatan, yang mencuri rahmat Allah.

Maiyah adalah apapun yang kita jumpai atau menjumpai kita — batu, air, langit, dedaunan, cahaya, kegelapan, kaca, keburaman, peristiwa, revolusi dan amuk, peluru, otoritas yang memalsukan kekuasaan Tuhan, angin, nafas dan seluruh badan kita sendiri — membawa kita untuk selalu bersama Allah dan Rasulullah.

Maiyah adalah perlawanan badar yang sabar dan berilmu matang terhadap segala bentuk kekuasaan dan pemerintahan yang memperlakukan alam dan kehidupan manusia untuk makar kepada kehendak suci Allah yang diinformasikan melalui Rasulullah.

Orang Maiyah dan Gerbang Ghaib
Kepada Mujahidin Mujtahidin Maiyah Dari Muhammad Ainun Nadjib
Bismillah-ir-Rahman-ir-Rahim
Subhanallah

1. Maiyah bukan karya saya, bukan ajaran saya dan bukan milik saya.
2. Orang-orang Maiyah bukan santri saya, bukan murid saya, bukan anak buah, makmum, jamaah atau ummat saya.
3. Setiap hamba Allah memiliki hak privacy untuk berhadapan dengan Tuhannya, tanpa dicampuri, digurui atau diganggu oleh makhluk apapun, terlebih lebih lagi saya.
4. Saya tidak berani, tidak bersedia dan tidak mampu berada di antara hamba dengan Tuhannya.
5. Saya tidak boleh meninggikan suara melebihi suara Nabi, apalagi meninggikan suara melebihi Tuhan.
6. Saya tidak boleh lebih dikenal oleh siapapun melebihi pengenalannya kepada Nabi, apalagi Tuhan.
7. Saya wajib menghindari kemasyhuran yang membuat orang lebih memperhatikan saya, lebih dari kadar perhatiannya kepada Allah dan Nabi.
8. Saya wajib menolak kedekatan siapapun kepada saya melebihi kedekatannya kepada Nabi dan terutama kedekatannya kepada Tuhan.
9. Saya tidak boleh mendengarkan siapapun dan apapun melebihi pendengaran saya kepada Allah dan Nabi, kecuali suara siapapun dan apapun itu saya gali kandungan suara Allah dan Nabi.
10. Saya tidak boleh mengucapkan dan melakukan apapun kepada siapapun kecuali mengantarkan atau mengakselerasikan ucapan dan tindakan Allah dan Nabi.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.

Wa-lhamdulillah
1. Maiyah itu sama sekali bukan Agama, apalagi Agama baru, serta tidak pernah saya maksudkan sebagai suatu aliran teologi atau madzhab.
2. Maiyah tidak pernah saya niati untuk menjadi kelompok thariqat, sekte peribadatan, apalagi organisasi massa, terlebih lagi lembaga politik atau jenis institusi sosial apapun.
3. Namun demikian saya tidak berposisi untuk memiliki hak apapun untuk mengharuskan atau melarang Maiyah menjadi apapun, karena Maiyah mempersyarati dan dipersyarati oleh nilai-nilainya sendiri.
4. Di dalam diri saya Maiyah saya niati menjauh dari mempersaingkan diri dengan gerakan sosial, kemanusiaan, intelektual atau spiritual apapun, tidak merebut apapun dan tidak berkehendak menguasai apapun di dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara.
5. Maiyah itu upaya setiap pelakunya, sendiri-sendiri atau bersama-sama, untuk mencari dan menemukan ketepatan posisi dan keadilan hubungannya dengan Tuhan, sesama makhluk, alam semesta dan dirinya sendiri.
6. Pencarian itu bisa dilakukan setiap Orang Maiyah di dalam kesendiriannya, bisa dengan berkumpul secara berkala, dengan berbagai jalan ijtihad ilmu, berbagai cara budaya, berbagai alat teknologi sosial, berbagai perangkat jasad dan batin, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
7. Pencarian dan penemuan itu berlangsung dinamis, mandiri, dialogis, tidak ada ujung jalannya, tidak ada batas ruangnya, tidak ada disain dan target waktunya, sebab seluruhnya itu adalah perjalanan kerinduan kepada yang sejati dan abadi.
8. Setiap Orang Maiyah mencari, menemukan atau menyadari adanya garis nilai antara dirinya dengan Tuhan dengan semua struktur sunnah-Nya, dengan sesama manusia dan makhluk dengan semua tatanan dan regulasinya, serta dengan jagat raya dengan semua habitat, dzat dan habitatnya.
9. Setiap Orang Maiyah memiliki hak sementara dan bersifat pinjaman dari Sang Pemilik Sejati untuk berhenti di suatu koordinat sejarah dan membangun Maiyah sebagai ‘kata benda’, tetapi kata benda itu tetap merupakan titik beku dari ‘kata kerja’ kehidupan yang sesungguhnya tak pernah ada ‘waqaf’nya.
10. Setiap Orang Maiyah menghimpun warisan nilai dan perilaku Maiyah kepada para akselerator hidupnya hingga anak cucu keseribu, namun sesungguhnya para akselerator bukanlah pihak yang secara pasif mewarisi, karena sampai kapanpun setiap Orang Maiyah adalah pewaris yang mewarisi, sebagaimana setiap mereka adalah yang mewarisi dan kemudian mewariskan.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.
Wa La Ilaha Ill-Allah
1. Maiyah itu dinamika tafsir tanpa ujung, sehingga tidak ada pertanyaan ‘Apa itu Maiyah’ yang bersifat baku dan beku. Meskipun bisa ada ‘regulasi’ tertentu yang berlaku pada ruang dan waktu tertentu dengan disain nilai tertentu, namun ia hanya sebuah titik, yang disusul oleh titik demi titik berikutnya menuju keabadian.
2. Mengislamkan diri menurut cara berpikir Maiyah adalah perjuangan mengidentifikasi diri, menemukan dan mengukuhkan posisinya untuk mengerahkan seluruh urusan hidupnya agar bergabung ke dalam keabadian dan kesejatian Allah.
3. Mengabadikan dan mensejatikan hidup adalah di mana jasad, rumah, keluarga, uang, harta benda, kota dan gedung-gedung, desa dan sawah ladang, semua perangkat pekerjaan, segala faktor sosial, Negara atau Kerajaan, kebudayaan dan peradaban, dilaksanakan dengan upaya penyesuaian yang terus menerus dengan kehendak Allah.
4. Manusia bukan hanya tidak mungkin menolak keabadian, tapi afdhal mencari dan menempuhnya, sebagai satu-satunya jalan di dalam kehidupan, sebab keberadaannya berasal dari Yang Maha Abadi dan sedang pasti menuju kembali kepada Yang Maha Abadi. Semua makhluk tidak mungkin menolaknya karena tidak ada wilayah lain kecuali keabadian Allah.
5. Metoda Maiyah yang paling prinsipil untuk menempuh jalan keabadian adalah selalu memastikan setiap urusan agar berpihak, memasuki dan bergabung di dalam kesejatian. Cara yang dialektis untuk memahami kesejatian adalah mencari perbedaannya, jaraknya, intervalnya, dengan kepalsuan.
6. Kesejatian dan kepalsuan mengartikulasikan dirinya dalam wujud-wujud yang bermacam-macam, mengacu kepada ranah dan konteksnya. Ada kesejatian dan kepalsuan moral, mental, intelektual, spiritual, juga dalam konteks-konteks aplikasi budaya, ekonomi, politik, hukum dan apapun saja yang diperjanjikan oleh komunitas manusia untuk menjadi idiomatik managemen dan komunikasi di antara mereka.
7. Bahkan bagi para pembelajar jagat jasad, ilmu fisika, matematika, biologi, kimia, sampai ke ilmu-ilmu murni, termasuk para pembelajar ruh, sifat, dzat, hingga DNA, proton electron neutron, fermion, bozon, quark dst insyaallah terkuak semakin benderang di pandangannya interval antara kesejatian dengan kepalsuan.
8. Tidak ada apapun, makhluk hidup atau makhluk tidak hidup, jasad dan jiwa, benda dan peristiwa, kwantitas dan kwalitas, hutan atau taman, nomaden atau kapitalisme, koteka atau demokrasi, apapun saja siapapun saja, yang berada di luar wilayah akselerasi replikasi dari Allah, yang pada akhirnya juga tak menemukan ruang dan waktu, atau yang non-ruang dan non-waktu, yang tak tiba kembali di pangkuan Tuhan.
9. Peradaban ummat manusia ini sampai ke apapun, siapapun, di manapun, kenapapun, kapanpun, dan bagaimanapun, tidak merdeka dari gagasan Allah, ide-Nya, aspirasi-Nya, model-Nya, replikasi-Nya, prototype-Nya, nuansa-Nya, sebab memang hanya Ia satu-satunya Yang Maha Sejati dan Maha Abadi.
10. Orang Maiyah menemukan bahwa kehidupan ummat manusia itu sangat mengalami kegagalan replikasi dari Tuhan ke peradabannya, sehingga yang sanggup dibangun adalah manusia cacat, masyarakat cacat, Negara cacat, pemerintahan cacat, hati cacat, akal cacat, mental cacat, moral cacat. Orang Maiyah berkumpul dan bekerjasama untuk menggali ilmu, mentradisikan pelatihan dan lelaku hidup untuk mengurangi kecacatan diri mereka, serta menghindarkan diri dari melahirkan dan mendidik anak-anak cucu-cucu cacat.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.
Allahu Akbar
1. Kalau Bangsa dan Negaranya tidak memperhatikan dan tidak memperdulikan nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, maka Orang maiyah tidak terbebas oleh nilai Maiyah dari kewajiban Maiyah untuk memperhatikan Bangsa dan Negaranya.
2. Kalau Bangsa dan Negaranya tidak mengandalkan nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, untuk membangun kehidupannya dan menyembuhkan penyakitnya, maka Orang Maiyah tetap menggali segala sesuatu dari Bangsa dan Negaranya yang masih bisa diandalkan, serta tidak berputus asa untuk terus membangun kehidupan serta menyembuhkan penyakit Bangsa dan Negaranya, dalam skala, kapasitas dan kwalitas yang bisa dijangkaunya.
3. Kalau Bangsa dan Negaranya melecehkan, merendahkan dan memperhinakan nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, maka Orang Maiyah mengerti tidak ada perlunya memberikan hal yang sama, karena makhluk receh remeh dan hina sudah receh remeh hina tanpa diper-receh-kan diper-remeh-kan dan diperhinakan.
4. Kalau nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, tidak dihitung oleh siapapun sebagai sesuatu yang potensial dan aplikatif untuk berbagai keperluan urgen Bangsa dan Negaranya, maka Orang Maiyah tidak kehilangan tempatnya dalam sejarah, karena Maiyah tetap mereka andalkan untuk pembangunan kesejahteraan masa depan dirinya sendiri, keluarga-keluarganya dan selingkup persaudaraan di antara mereka.
5. Di dalam kehidupan dirinya, keluarganya, masyarakatnya, Bangsa dan Negaranya, Orang Maiyah tekun mencari, menemukan dan mempelajari “La ilaha” yang sangat penuh tipuan dan fatamorga, sehingga atau karena atau maka mereka sangat merindukan perkenan Allah untuk memasuki “Illallah” yang sangat indah, sejati dan abadi.
6. Di dalam diri Orang Maiyah selalu berlangsung konsentrasi untuk menemukan segala sesuatu yang ‘tidak’ dan yang ‘ya’ berdasarkan pandangan Tuhan. Konsentrasi berikutnya adalah secara radikal atau sedikit demi sedikit menghilangkan segala yang ‘tidak’ itu dan memasukkan segala yang ‘ya’ menurut peta ilmu dan kehendak Tuhan.
7. Diri Orang Maiyah tidak terbatas pada diri pribadinya sendiri melainkan diri yang lebih besar: keluarganya, anak istrinya, sanak familinya, rekan-rekan sepersaudaraannya, serta lingkup yang lebih luas yang berada dalam skala tanggung jawab kehidupannya berdasarkan pandangan Tuhan mengenai kehidupan bersama dalam rahmat untuk seluruh alam semesta dengan segala isinya.
8. Sampai batas tertentu yang dinamis dan relatif, perikehidupan masyarakat dan Bangsanya bisa juga termasuk lingkup tanggungjawab eksistensi kemakhlukannya. Akan tetapi Orang Maiyah tidak bertinggi hati untuk meletakkan diri sebagai penyelamat Bangsa dan Negaranya, melainkan berendah hati dan sangat menahan diri untuk berbuat di skala luas itu sejauh ada kepatutan bersama dan keridlaan satu sama lain.
9. Orang Maiyah selalu mengupayakan dan mendoakan Bangsa dan Negaranya agar dituntun Allah dalam menapakkan kaki menyongsong Gerbang Ghaib yang sangat dekat di depan mata kehidupan mereka. Semoga doa Orang Maiyah bagi sangat banyak orang yang belum tentu mencintai mereka dan belum tentu memerlukan upaya dan doa mereka, diperkenankan oleh Allah menjadi perahu ‘izzatullah penampung dan pengayom keluarga-keluarga Maiyah setelah tiba di Gerbang Ghaib iradah Allah itu.
10. Innallaha Balighu amri-Hi, qad ja’alallahu likulli syai-in Qadra.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.
Wa la haula wa la quwwata illa billahil’aliyyil ‘adhim.

Kadipiro 25 Desember 2009.



MIMPI SETIAP ORANG 

Dalam waktu tak lebih dari dua malam, manusia di bulatan bumi ini seluruhnya menjadi gempar. Mereka kaget, takjub dan dibikin tidak mengerti oleh satu hal yang sama. Maka ributlah bumi, di bagian mana saja, yang di pusat atau yang di pelosok, oleh pergunjingan satu topic yang sama.

Ini jelas untuk pertama kalinya terjadi. Sejarah dengan penuh gairah mengenyam dan mencatat kejutan ini di atas tinta mutiara. Segala mulut dan segala mass media sibuk mencari kata-kata dan kalimat yang tepat, yang artistik dan spektakuler untuk mengabadikannya. Sebenarnya pada mulanya hanya terjadi di sebuah kampung. Bahkan di sebuah pojok yang menjadi bagian kecil dari kampung. Seseorang, laki-laki tua, pagi-pagi buta berkata kepada istrinya:

“Hebat! Semalam aku bermimpi sensasionil. Entah bagaimana bentuk kisahnya yang Jelas. Tapi yang kuingat, Tuhan mulai hari ini menutup rapat-rapat pintu-Nya.”

“He?” istrinya terbelalak, “Aku juga bermimpi demikian. Aku melihat mendadak di langit muncul makhluk aneh yang amat besar, membawa terompet yang juga amat besar ukurannya mengumandangkan suara ke segala penjuru bahwa Tuhan telah menutup pintu-Nya!”

Belum selesai keheranan sang suami. muncul menantunya dan menceritakan pengalaman yang sama. Belum sempat lagi menguraikan apa yang sesungguhnya terjadi, datang tetangga, bertanya apa bisa masuk nalar mimpinya semalam bahwa Tuhan menutup pintu. Maka kemudian menjalarlah keheranan demi keheranan. Ketakjuban demi ketakjuban. Meskipun dengan cerita mimpi yang berbeda-beda, tetapi kesimpulannya semua sama, Beberapa saat kemudian di seluruh kampung orang dipersatukan oleh rasa takjub yang sama. Dan seterusnya. tanpa terasa seluruh daerah, seluruh kota, seluruh negara, seluruh benua dan seluruh dunia, diikat oleh pergunjingan tetangga tentang masalah yang sama. Hanya dalam waktu tak lebih dari dua malam. Bahkan bisa dikatakan sehari semalam, yakni sepanjang matahari beredar mengelilingi bumi, ketika semua manusia di seluruh bulatan bumi punya satu kali kesempatan untuk bangun pagi. Hanya saja hal tersebut menjadi kesadaran internasional, ditempuh dalam waktu dua hari dua malam. Maklumlah peradaban ummat manusia sudah demikian maju. Jaringan komunikasi sudah mencapai tingkat sedemikian rupa sehingga mampu mengedari bumi dan mengikat kesadaran bersama hanya dalam waktu yang teramat singkat.

Pada detik-detik berikutnya kesibukan rasa takjub itu mulai meningkat ke proses yang lebih jauh dan dalam. Segala topik yang semula menggunjing dunia, umpamanya soal perang yang tak kunjung selesai atau peristiwa olah raga internasional, terhapus secara mendadak oleh kejutan ini. Bagaimana mungkin, bagaimana mungkin, kata setiap orang. Sejak dari rakyat paling kecil, bodoh dan buta huruf, sampai pada pemimpin-pemimpin negara atau pemuka agama, tidak ada satu pun yang absen memperbincangkannya, menguraikannnya, menilainya, mengira-ngira, menyimpulkan atau setidaknya menawarkan kemungkinan. Ada yang menggunakan cara berpikir yang ilmiah, ada yang lugu, ada yang menangkapnya secara mistis, serta ada juga yang menggabungkan antara kepercayaan yang diperolehnya dari agama dengan tuduhan-tuduhan vang dahsyat terhadap dosa-dosa manusia selama sekian abad di dunia. Tetapi yang jelas tidak ada seorang pun berani acuh atau meremehkannya. Ia menjadi masalah semua etnis dan tingkat manusia. Sejak kuli di pelabuhan, babu Cina, pencari puntung, pedagang kaki lima, guru sekolah, pemain teater, pengkhothah, sampal pegawai negeri dan gerilyawan-gerilyawan di hutan-hutan. Masalah ini segera menumbuhkan berbagai macam reaksi, di samping reaksi pikiran, yang terlebih lagi ialah reaksi perasaan. Umumnya manusia dihinggapi rasa panik, cemas, minimal khawatir.

“Ini peringatan bagi keserakahan manusia selama ini” kata seorang pemeluk agama yang patuh.

“Tanda mau kiamat” ujar lainnya.

“Tuhan tak sudi lagi mengundurkan hukuman sampai hari akhir kelak di neraka, tapi menunjukkan menunjukkan kekuasaannya sekarang”.

Semua bernada sama. Rupanya tidak perduli seseorang punya ideologis, posisi sosial atau jabatan apa, semuanya langsung tertusuk kemanusiaannya oleh kejadian dramatis ini. Ada yang sekaligus menyalahkan para pengkhianat, orang-orang murtad, penjahat-penjahat, para pelacur yang menjual tubuhnya maupun keyakinannya, kaum munafik, penindas rakyat, penjilat, pengingkar sembahyang, orang-orang yang tidak setia pada tanggung jawabnya serta mereka yang mengeksploatir kedudukan untuk memenuhi nafsu keduniaannya. Ada juga yang langsung mengarahkan tudingannya ke para pemimpin dunia, yang dianggap penentu dari segala keadaan dan akibat-akibatnya dalam kehidupan seluruh dunia. Ada yang menyalahkan negara-negara penjajah, ambisius dan imperialism Ada yang menyalahkan para pemegang sumber arah kebudayaan, menyalahkan kebijaksanaannya yang ternyata menyesatkan hidup dan menumbuhkan ketidak-seimbangan-ketidak-seimbangan. Tetapi dari kesemuanya, bisa ditarik garis besar yang sama. ialah nada pertobatan, rasa dosa dan kesadaran untuk menyesali masa silam yang penuh noda.

Hanya negara-negara yang rakyatnya selama ini mengaku tidak ber-Tuhan saja yang bereaksi minir. Mula-mula mereka menuduh sementara negara raksasa di dunialah yang membikin kejadian ini, dengan cara menciptakan komputer yang bisa mensugesti situasi kejiwaan ummat manusia seluruh dunia, untuk merasakan dan mengalami wujud mimpi yang sama. Mereka mengatakan, negara raksasa itu punya maksud ideologis-politis yang bertujuan mempengaruhi alam jiwa rakyat yang tak ber-Tuhan. Disimpulkannya bahwa tindakan tersebut sesungguhnya merupakan serangan perang. Dan hampir saja tuduhan ini menyebabkan tak ber-Tuhan itu memutuskan untuk menyelenggarakan serangan balasan. Namun akhirnya rencana itu dipertimbangkan kembali setelah dilihatnya gejala universal yang terjadi pada segala macam jenis manusia di muka bumi. Bahkan akhirnya serangan tersebut dibatalkan sama sekali ketika muncul rencana lain yang bersifat internasional.

Rencana ini merupakan langkah raksasa berikutnya dari sejarah ummat manusia, sehingga serangan negara tak ber-Tuhan itu sungguh-sungguh kehilangan alasan untuk untuk benar-benar dilaksanakan.

Dipelopori oleh pemimpin-pemimpin dari negara tertuduh itu, para pemuka seluruh negara yang ada di muka bumi, bersidang bersama. Suasana prihatin dan wajah-wajah pucat penuh penyesalan dan rasa cemas, memenuhi ruang sidang tersebut. Agaknnya hantaman kejadian itu sedemikian perkasa dan mendalam di hati jiwa semua manusia, sehingga sidang itu berlangsung tidak terlalu lama, tetapi berhasil menelorkan keputusan yang sungguh-sungguh merupakan kejutan.

Diputuskanlah oleh sidang internasional itu: ummat manusia seluruh dunia mengutus minimal sepuluh wakil untuk menghadap ke istana Tuhan. Perutusan ini bertugas untuk menanyakan kepada Tuhan apakah benar beliau telah menutup pintunya bagi manusia. Jika beliau berkenan meninjau kembali keputusannya ini, maka seluruh ummat manusia bersedia bersujud sebulan siang malam penuh dengan maksud memohon ampunan, kemudian bersumpah hendak memperbaiki segala segi kehidupan di muka bumi. Negara-negara bersedia menghentikan perang. Semua negara di dunia bersahabat sehidup semati dan selalu mempertimbangkan kepentingan dan keseimbangan kehidupan seluruh penduduk dunia secara merata. Tidak ada lagi yang memonopoli. Tidak ada lagi raksasa dunia sementara ada juga negara teri dunia. Akan diusahakan pemerataan kekayaan sehingga sungguh-sungguh bisa dicapai keseimbangan taraf hidup antara seluruh rakyat bumi yang ada. Negara-negara dunia berjanji akan senantiasa memohon petunjuk Tuhan di dalam menciptakan tatanantatanan internasional, baik dalam segi politik, perekonomian, sosial maupun budaya. Tidak ada lagi penjajah, imperialism zionis, monopoli, penindas atau penipu. Kehidupan dunia diatur paling utama oleh kesadaran internasional, sehingga tidak ada lagi pertentangan antara kepentingan-kepentingan yang lebih kecil dari kesatuan dunia. Kadar kecintaan antarmanusia ditingkatkan sampai taraf yang setinggi-tingginya dan memadai, agar dunia tidak bingung lagi memilih antara sistem liberalis atau disiplin pemerataan teknis. Pada pokoknya segala peri kehidupan ummat manusia dijamin dilaksanakan sebaik-baiknya, dengan mempertimbangkan secara seksama dan adil antara kepentingan individu dan kepentingan bersama.

Seluruh manusia di dunia mengutus kesepuluh delegasi tersebut dengan membawa borg semacam itu. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa mereka ternyata memiliki kesadaran akan masa depan. Mereka memperhitungkan, jika manusia tidak memberi janji semacam itu tak akan butuh waktu lama Tuhan pasti menurunkan keajaiban yang baru. Sedang keajaiban mimpi saja sudah memberi akibat internasional sedemikian rupa. Coba bayangkan kalau kejutan itu berupa bencana-bencana. Umpamanya hujan deras turun sebulan penuh di seluruh muka bumi, muncul di mana-mana hama-hama ganas, tanah longsor atau gunung-gunung meletus. Bahkan yang lebih ajaib lagi. Tuhan gampang saja melakukan semua. Apalagi jika Beliau telah murka.

Sesungguhnya keputusan ini sama sekali tidak masuk akalnya dengan kejutan mimpi itu sendiri. Selama ini semua manusia yakin bahwa Tuhan tak mungkin bisa ditemui. Maksudnya manusia tak mungkin mampu memandang beliau. Nabi Musa saja pingsan. Apalagi kyai atau pendeta zaman sekarang. Dan diantara kesepuluh perutusan itu paling banyak memang terdiri atas para kyai, pendeta dan biksu. Mereka dianggap paling punya relasi terdekat dengan Tuhan.

Tak banyak cingcong. Pada hari kesebelas dari peristiwa mimpi itu, perutusan diberangkatkan. Maksudnya, diterbangkan. Yakni dari pusat penerbangan sebuah negara raksasa, dengan menggunakan pesawat Bouraq. Tentu saja ini bukan bouraq asli yang dulu dicarter oleh Nabi Muhammad ke sidratul muntaha bermikraj. Melainkan bouraq imitasi. Apa boleh buat. Apa yang dibikin manusia memang serba imitasi. Iman mereka pun imitasi. Habis bagaimana mungkin menciptakan bouraq asli.

Hari itupun sibuklah. Jutaan manusia berduyur-duyun mendatangi pusat penerbangan yang ditentukan. Rakyat di daerah sekeliling tempat tersebut tak seorang pun yang tak hadir. Sedang rakyat dari negara-negara lain, paling tidak mengutus wakil-wakilnya.

Kesepuluh utusan telah muncul di depan khalayak. Berpakaian antariksawan. Sebenarnya agak kaku dan geli juga seorang kyai atau biksu memakai pakaian semacam itu. Tetapi suasana tak memberi kesempatan mereka untuk tersenyum saja pun. Wajah upacara pemberangkatan itu demikian sendu, pucat dan sarat kecemasan. Airmuka para utusan, terutama, digenangi tangis. Mereka dibebani tugas yang luhur dari sekian milyard penduduk dunia. Mereka diharapkan mampu melancarkan taktik diplomasi yang jitu terhadap Tuhan, demi nasib seluruh ummat manusia. Kesepuluh orang itu gemetar. Hati mereka menggigil dan air mata mereka tak habis-habisnya mengalir. Demikian juga krew yang mengelola pemberangkatan itu, maupun rakyat yang berjejai-jejal. Hujan tangis. Hujan tangis.

“Wahai rakyat dunia yang tercinta!” berkata seorang pemimpin dunia. la berdiri di mimbar yang mengatasi seluruh hadirin. Matanya berkaca-kaca. Pakaiannya begitu lusuh. la tak sempat mengurusnya karena konsentrasinya yang penuh dalam memikirkan nasib ummat manusia.

“Utusan ummat manusia seluruh dunia akan segera berangkat ke istana Tuhan. Marilah kita antarkan mereka dengan air mata (dan doa, sebab itulah yang pertama-tama diajukan kepada Tuhan, untuk mengawali segala permohonan tulus umat manusia. Marilah berdoa agar beliau merasa terharu dan tersentuh hatinya melihat nasib seluruh umat manusia”.

Seluruh hadirin menundukkan kepala. Untuk kesekian kalinya mereka menangis. Kemudian mereka saling berangkulan dengan gemetar dan penuh keharuan.

Pesawat Bouraq pun akhirnya meluncur. Seluruh hadirin bagai hendak memekik hatinya. Tapi mereka hanya berkaca-kaca memandang kepul asap yang menjadi bayangan ekor perutusan mereka. Kemudian, tetap dalam suasana sendu dan penuh tangis. Mereka berduyun-duyun meninggalkan pusat penerbangan. Setiap orang menundukkan kepala.

Sesampainya di rumah pun mereka tidak banyak berbicara. Di seluruh muka bumi, umumnya orang tidak banyak melakukan pekerjaan. Mereka lebih banyak diam, merenung dan sebanyak mungkin menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan. Kehidupan bisa dikatakan macet, kecuali kegiatan makan, minum, berak dan tidur. Radio-radio dan TV sedikit sekali mengudara. Sesekali muncul hanya mempertunjukkan acara-acara ketuhanan. Pengajian Al-Qur’an atau lagu-lagu gereja. Koran-koran hanya memuat tulisan rohaniah, ulasan situasi yang lebih merupakan penyesalan dan doa mohon ampun kepada Tuhan. Kantor-kantor negara atau perusahaan tetap buka, tetapi dipenuhi oleh aktivitas yang nanggung. Antara sedikit kerja, keragu-raguan dan perenungan kembali. Setiap sendi kehidupan, jaringan masyarakat, pos-pos usaha dan seterusnva, pada umumnva bersikap menunggu. Bahkan ada yang tutup sama sekali. Sebab semua memperhitungkan, dalam waktu seminggu utusan mereka sudah akan kembali dan membawa kabar dari Tuhan. Kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari memang agak sedikit terbengkalai oleh macetnya pos-pos kehidupan masyarakat. Tetapi pada umumnya mereka bersedia agak berlapar-lapar sedikit, serta rela untuk tidak menggunakan fasilitas dan kesempatan seperti biasanya. Pengorbanan itu mereka persembahkan kepada Tuhan.

Akan tetapi setelah waktu berlangsung seminggu, kecemasan baru mulai timbul. Utusan belum juga datang. Ditunggu lagi sehari, dua hari, dan akhirnya sampai seminggu, sebulan kemudian tiga bulan. ini celaka. Kehidupan tidak bisa lagi menunggu. Kemacetan penghidupan rakyat bisa-bisa tak terkuasai lagi. Sirkulasi antara bidang-bidang usaha dan bidang-bidang pemakaian tak bisa terus-menerus diistirahatkan. Segala sistem yang tersedia musti aktif kembali agar kehidupan penduduk dunia bisa dipelihara. Namun demikian akibat-akibat dari kemandegan sementara itu sudah amat luas terasa. Kesejahteraan mulai jauh berkurang. Mekanisme tersebut sendat. Fasilitas-fasilitas sudah jauh berkurang. Kemacetan-kemacetan dan keterbengkalaian-keterbengkalaian berlangsung di mana-mana. Rakyat dunia bingung.

Akhirnya dua hal muncul. Pertama, dunia berpikir untuk mengirimkan utusan lagi ke istana Tuhan. Dan kedua, mobilisasi kembali segala mekanisme kehidupan dan penghidupan di dunia seperti waktu-waktu sebelum terjadi peristiwa ini. Sebabnya jelas, manusia tak bisa tak makan. Dunia tak bisa tak hidup.

Utusan kedua akhirnva diberangkatkan Juga. Di antaranya oleh kesenduan yang sama seperti yang pertama, ditambah kebingungan baru. Rakyat dunia kini terjepit. Antara keharusan untuk tetap bisa makan dan hidup, dengan tidak bisa dielakkannya pembikinan dosa-dosa baru. Memang secara langsung. individu-individu manusia tetap tak berani melakukan kejahatan-kejahatan atau segala pekerjaan yang mengindikasikan dosa dan murka Tuhan. Tetapi celakanya, banyak sekali sistem dan sarana pengelolaan hidup manusia secara keseluruhan yang mengandung dosa-dosa, kini tidak bisa tidak harus diaktifkan kembali. Misainya sistem perekonomian, sistem sosial dan lain sebagainya. Yang lebih konkrit umpamanya sarana seperti nite klub atau lokalisasi penjualan daging wanita, ini memang sarang dosa, tetapi tak lain adalah juga lapangan pekerjaan di mana hidup sekian banyak orang ditentukan. Secara keseluruhan sarana semacam ini tak mungkin dihapuskan untuk tidak menjadi arena pembunuhan nyawa manusia. Kemudian masih banyak lagi hal-hal semacam itu. Satu contoh lagi saja, misalnya sistem politik dengan jaringan birokrasinya. Selama ini ia menjadi penyebab dosa-dosa. Sekarang tak mungkin merombaknya hanya dalam waktu sebulan dua bulan sekadar untuk menghindarkan mereka dari kemungkinan dosa. Sebab pada awal perombakannya saja jelas pelaku atau pejabat-pejabat yang duduk di situ sudah akan terlantar dan bisa-bisa mati.

Maka dunia dilanda kegoncangan. Ketika waktu demi waktu makin berjalan, ketika utusan kedua tak juga kembali dan utusan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya yang dikirim tak kunjung balik, maka mekanisme kehidupan dunia benar-benar telah kembali sebagaimana semula. Negara-negara kuat, demi kelangsungan kepentingan politik-ekonomisnya, kembali menjalankan proyek-proyeknya semula. Umpamanya penguasaan tiranis maupun samar atas negara lain. Penjajahan-penjajahan kembali berlangsung. Penyelewengan dan penipuan tak bisa dihindarkan. Dan seterusnya. Bahkan sekarang lebih kacau balau lagi. Karena utusan demi utusan yang dikirim ke Tuhan tidak lain terdiri atas orang-orang, terpenting didunia.

Sudah sewajarnya kalau akhirnya dunia kehabisan orang-orang terkemukanya, Kehabisan orang-orang baik. Kehabisan orang-orang pintar. Kehabisan tenaga-tenaga yang mampu memegang kehidupan dunia. Akhirnya segalanya tidak bisa dipertahankan lagi. Kejahatan rnakin kasar dan brutal. Penindasan makin blak-blakan. Kekuatan fisik kembali menentukan kekuasaan. Peperangan demi peperangan tak bisa dibendung. Tidak saja antara negara, tetapi juga antara tetangga. Peri kehidupan manusia primitif kini kembali terulang.

Akan tetapi, alkisah, ternyata para utusan yang itu punya kisah tersendiri. Utusan yang pertama sebenarnya sudah sampai ke depan pintu gerbang istana Tuhan, tetapi pintunya dalam keadaan tertutup. Mereka ketuk pintu itu berkali-kali, tapi tak satu malaikat pun muncul membukakannya. Para kyai dan pendeta dan biksu itu kebingungan. Mereka bertugas untuk melakukan diplomasi dengan Tuhan. Jika tidak berhasil melakukannya, mereka tentu saja tak berani kembali. Akhirnya, setelah melewati musyawarah dan perdebatan yang panjang lebar, tak berhasil mereka temukan keputusan apa-apa. Jadi rnereka tertegun saja berbulan-bulan lamanya di depan pintu itu. Sampai akhirnya datang utusan kedua. ketiga, keernpat dan seterusnya. Semuanya tertegun. Semuanya berdiam diri di depan pintu.

Salah seorang anggota perutusan terakhir, melaporkan kepada rekan-rekannya: “Kehidupan di bumi kita makin rusak. Tak mungkin dikendalikan lagi. Apalagi diperbaiki.”

Semua menunduk.

“Apakah Tuhan benar-benar telah menutup pintu?”****

(Emha, 70-an)

________________________________________________________________________________


Beberapa Point yang disampaikan Cak Nun di Maiyah BangbangWetan(27 Maret 2013):

- Hidup kita dibangun oleh unsur2 yang tidak selalu kita ketahui, tapi akuilah bahwa itu ada.

- Orang itu tidak perlu pinter, asal setia dengan dirinya sendiri.

- Jangan tergesa-gesa membenci sesuatu yang kita tidak tahu, dan yang kita tidak bisa. Belajarlah berendah hati, pelajari dulu semuanya

- Kita harus selalu berusaha melihat kebaikan orang tanpa melihat kejelekannya agar orang lain juga selalu melihat kebaikan kita & anak cucu kita.

- Yang lebih berperan adalah yang tersembunyi. Begitu juga Indonesia, yang berjasa adalah mereka yang tidak pernah tampil di media massa.

- Sesuatu yang tak terlihat jauh lebih penting dari yang terlihat .

- Kita tidak bisa yakin pada diri sendiri, tapi yakinlah kepada Allah. Yang bisa kita lakukan adalah ber-Husnudzon, bismillah, ikhtiar.

- Yang kita ketahui mengenai Muhammad SAW mayoritas hanya pada yang ditampakkan, sedangkan yang tidak ditampakkan pada diri Muhammad SAW jarang sekali orang yang mau menggalinya.

- Kalau kita membuat puisi lalu ada orang yang membacanya kita pasti senang. Maka jika ada yang baca Al-Quran Allah sebagai penciptanya pasti juga senang.

- Selama ini Qiro'ah dipahami sebagai hapalan terhadap paket nada yang diajarkan, padahal dalam hidup itu kita harus bisa eksplorasi.

- Alif lam mim adalah misteri yang sengaja diciptakan Allah agar kita bisa menyelami keindahan ayat yang tak kita ketahui makna lahirnya.

- Tak ada orang yang mampu berkomunikasi dengan Allah. Allah-lah yang memperkenankan kehadiran-Nya dirasakan oleh makhluk-Nya.

- Jangan sedih kalau perjuanganmu tidak pernah dianggap. Jangan seperti orang modern yang sibuk image building, selalu ingin menonjolkan diri.

- Ketidaknyamanan akan membuat manusia lebih berkembang. Kesedihan memampukan manusia untuk lebih berpikir.

- Ilmu itu tak terbatas sampai sarjana. ilmu iku gak onok enteke.

- 'Ihdinasshirotol mustaqim' diucapkan krn hidup kita belum pasti lurus, itu berlaku bagi siapa saja, entah itu orang alim, kiai, ustad, sufi dsb.

- Kebebasan bukan tujuan tapi jalan untuk menemukan batasan-batasan.

- Sejarah adalah milik para pemenang. Semua yang kamu baca adalah sejarah versi orang yang menang.

- Bersyukurlah atas keterbasan yang diberikan oleh Allah, karena keterbatasan membuat kita menemukan rahasia kehidupan.

- Kunci kesehatan adalah berpikir dengan benar

- Begitu engkau menjadi manusia, maka engkau mempunyai kewajiban untuk mencintai sesama manusia, siapapun dia.

- Banyak manusia setelah kenal agama malah kehilangan kemanusiaannya padahal manusia adalah makhluk Allah yang tertinggi (ahsani taqwim) krn menjadi khalifah-Nya.

- Jangan melakukan apapun tanpa mengetahui kuncinya.

- Dari setiap serpihan pengetahuan temukanlah induk atau hulunya.

- Pertemuan Anda dengan Al-Qur'an bukan hanya pertemuan keindahan, tapi juga pertemuan ilmu dan kesadaran.

 - Yang membuat kita hancur karena kita tertipu oleh konsep yg namanya sukses yg selama ini anda terima. Maka anda harus merdeka. Dan carilah ujung perjalananmu" #PBMaret'13